Bisa dibilang Rumah Kepik lebih banyak menerapkan diskusi dua arah antara guru dan muridnya. Banyak yang mengklaim kalau di Rumah Kepik ini menggunakan konsep active learning.
Siapa yang sedang bingung memilih taman kanak-kanak untuk si kecil? Memutuskan sekolah anak, memang bukan perkara mudah, ya. Bahkan untuk tahapan pertama seperti TK atau Play Group. Iya, kan?
Buat Mommies yang berdomisili di daerah Bekasi, ada yang pernah mendengar Rumah Kepik? Sekolah ini didirikan oleh Anastasia M. Cecilia, perempuan yang menamatkan pendidikannya di University of Arkansas, Child Development Major.
Ibu dari Alvaro M. Gabriel (3 tahun) memang bisa dibilang sangat mencintai anak-anak, bahkan baginya anak-anak memberikan tantangan besar untuk hidupnya. Jadi nggak heran, kalau ia memang memiliki mimpi untuk membuat sekolah dengan konsep yang menyenangkan buat anak-anak.
Saya sendiri baru mengetahui tentang sekolah ini lewat cerita Fia, Managing Editor Mommies Daily. Fia memang mempercayakan pendidikan formal kedua anaknya di Rumah Kepik. Alasannnya tentu karena tidak terlepas dari konsep yang diterapkan Sekolah Kepik, di mana sejak kecil anak sudah diajarkan tentang kemandirian dengan cara yang fun.
“Sistem pengajarannya juga yang jadi pertimbangan, sih. Gue kurang sreg dengan TK yang sudah menekankan pada akademis. Anak-anak batita ataupun balita itu kan dunianya masih bermain, ya, jadi memang mau cari sekolah yang sistem belajarnya yang fun. Selain itu halaman Sekolah Kepik ini luas. Anak j adi memiliki area bermain,” ujar Fia. Apa yang dikatakan Fia, memang benar. Soalnya saya memang mendapatkan gambaran serupa ketika bertandang ke sana.
Anastasia M. Cecilia sendiri menjelaskan alasan di balik mengapa dirinya memilih nama Sekolah Kepik. “Memang, sih, ada kupu-kupu, dragon fly, ada ini dan itu, tapi saya memang ingin membuat sekolah yang berbau Indonesia. Saya melihat banyak juga sekolah yang sepertinya kehilangan jati dirinya. Bukan bermaksud untuk mengecilkan sekolah lain, tapi kita kan memang di Indonesia, kenapa, sih, kita tidak menggunakan kata-kata Indonesia saja? Kata yang mudah dikenal anak-anak.”
Selain itu, katanya, ia melihat bahwa hewan kepik merupakan hewan yang senang bergerombol, dengan warna yang sangat beragam, hal inilah yang mengambarkan dunia anak-anak. “Meskipun mereka senang bermain bersama-sama, tapi mereka punya ‘warna’ yang berbeda. Jadi dibuatlah sekolah ini dengan idealisme yang saya punya. Misalnya sekolahnya harus luas, karena anak-anak kan memang butuh ruang bermain. Biar bagaimana anak-anak itu kan butuh stimulasi.”
Pantas saja kalau memang suasana sekolah ini terlihat begitu hijau. Bangunan sekolahnya hanya sekitar 60% dari luas tanah, sementara untuk halamannya mencapai 40%. Bangunan sekolah yang dibuat dengan jendela yang besar juga bukan tanpa alasan, di mana Tasia ingin menggunakan konsep go green sehingga cahaya matahari bisa mudah masuk. Pemakaian AC pun bisa diminimalisir.
Seperti apa sistem pengajarannya? Baca dilaman selanjutnya, ya.
Rumah Kepik lebih banyak menerapkan diskusi dua arah antara guru dan muridnya. Banyak yang mengklaim kalau di Rumah Kepik ini menggunakan konsep active learning. “Di Rumah Kepik, kami nggak melulu mengisi work sheet, karena di sini juga berdasarkan tema. Misalnya bulan ini temanya transportasi, dari sana kami membuat konsep bagaimana menghubungkan tema ini dengan pelajaran yang kita berikan,” jelas Tasia.
Pada awalnya tidak sedikit orangtua yang bertanya mengenai konsep Rumah Kepik. Menurut Tasia, pertanyaan seperti, “Kok di sini anak-anaknya main melulu, sih? Nggak belajar-belajar? Jadi kapan mereka belajarnya?” sudah menjadi ‘makanan’ sehari-hari. Padahal, kalau ditanya sama anak-anak didik di Rumah, bukan berarti mereka tidak mampu. Hanya saja, sistem belajarnya memang dilakukan dengan cara yang sedikit berbeda.
“Awal-awal kami juga memang banyak tuntutan dari orangtua yang meminta anaknya untuk bisa berhitung dan membaca, tapi ya saya bilang saya bukan penganut seperti itu. Anak-anak usia dini memang belum waktunya untuk belajar membaca dan berhitung. Awalnya saya memang sedikit kesulitan, untung saja akhirnya diknas juga menerapkan program yang serupa.”
Namun, bukan berarti pengenalan huruf, angka ataupun belajar membaca dan menghitung tidak dilakukan di Rumah Kepik, ya. Tapi memang baru dikenalkan di kelas TK B. Hal lain yang saya sukai dari sekolah ini adalah Rumah Kepik mau menerima anak-anak special need. Bagi Tasia, bisa mengajarkan anak-anak yang berkebutuhan khusus merupakan berkat tersendiri.
“Karena kita jadi punya kesempatan untuk mengenal dan belajar untuk memahami. Kami juga ingin mengajarkan keberagaman pada anak-anak. Alangkah indahnya kalau anak-anak sudah terekspos dengan sesuatu yang berbeda sejak usia dini dan mengerti perbedaan itu apa serta bagaimana mereka belajar untuk bertoleransi.”
Bagi Tasia, guru sebenarnya hanya berlaku sebagai agen provokasi saja bagi anak-anak di sini. “Kami percaya, sebagai guru hanya perlu menyodorkan ide dan menjadi fasilitator, tapi nanti yang akan mengembangkannya anak-anak sendiri. Memang kami perlu terus meng-guide. Kan, tidak selamanya apel itu merah dan hijau. Hal ini yang kami coba tanamkan, kami percaya kalau anak yang percaya diri merupakan cikal bakal anak untuk bisa belajar segalanya. Kalau anak sudah bisa menguasai sesuatu, pasti deh mereka inginnya perform di depan kami. Itu yang ingin kami gali dari anak, sense of pride-nya dan sense of achievement-nya, bukan karena kami yang drilling mereka, tapi karena mereka yang mau dengan sendirinya.
Oh, ya, uniknya lagi, Rumah Kepik ini tidak menggunakan panggilan Ibu Guru, lho, untuk para pengajarnya. Supaya lebih kekeluargaan, Rumah Kepik ini justru menggunakan panggilan Om, Tante, Bude dan Oma. “Supaya nggak ada gap antara murid dan guru. Lagian kan jadi lebih akrab,” ungkap Tasia.
Sekedar informasi tambahan, untuk uang pangkal pelajaran tahun 2015-2016, uang pangkalnya dari Rp. 6.500.000,- sampai dengan Rp. 7.500.000,- pertahun. Sementara untuk sekolah dari Rp. 600.000,- sampai dengan Rp. 750.000,- perbulan.
Ada yang tertarik menyekolahkan si kecil di Rumah Kepik?