Profesi yang dijalankan oleh Mutia Ribowo ini tergolong langka di Indonesia – masih dalam hitungan jari. Lain hal dengan di Singapura, Amerika dan beberapa negara Eropa, profesi ini sudah cukup popular. Bulan Maret lalu saya sempat berbincang dengan Mutia Ribowo ketika mewakili MD untuk menghadiri acara New Parent Academy – “The Artist In Me”. Pada saat itu Mutia juga bertindak sebagai narasumber. Untuk saya pribadi profesi ini tergolong baru, sekaligus sangat menarik untuk digali. Simak yuk Mommies obrolan saya dengan perempuan yang rela mengambil dua gelar S2 demi mendapatkan sertifikasi sebagai Art Therapist ini.
Bisa tolong dijelaskan apa Art Theraphy itu?
Art therapy itu sebenarnya sama dengan terapi-terapi lain, seperti psikologi, psikiatri. Art Therapist menggunakan media seni sebagai alat komunikasi, alat untuk memproses otak. Jadi mereka berpikir melalui proses kegiatan seni. Keunggulan metode ini menggunakan media seni sebagai intervensi. Jadi kalau anak-anak yang kurang bisa mengungkapkan perasaannya secara verbal atau takut dengan orang baru, mereka akan merasa aman dan nyaman mengekspresikannya melalui media seni ini. Media seni ini sangat penting artinya untuk menjadikan anak itu tidak terpojok , tidak merasa takut untuk mengungkapkan perasaannya.
Art therapy ini tergolong sesuatu yang baru di Indonesia. Diperkenalkan oleh Prof. Dr. Monty Satiadarma 10 tahun lalu – beliau adalah kepala jurusan Psikologi di Universitas Tarumanegara. Dia mengambil Master Degree Art Therapy di Amerika Serikat hanya saja dulu penerimaan Art Therapy di Indonesia kurang bagus, artinya belum ditanggapi secara serius dan belum terlihat seperti kegiatan klinis, jadinya orang melihat lebih ke aktivitas. Lalu karena Art Therapy belum teregistrasi di sini sebagai sebuah pekerjaan, jadi ia tidak bisa praktik sebagai Art Theraphist. Akhirnya ia sekolah lagi di Universitas Indonesia untuk mendapatkan sertifikasi. Sekitar 10 tahun yang lalu asosiasi Art Therapy mungkin belum terlalu banyak ya, jadi wajar belum terlalu dikenal juga, tapi sekarang sudah ada di Singapura, Malaysia, Melbourne dan akhirnya sekarang jurusan ini mulai menjamur. Hal ini disebabkan mungkin karena banyak orang yang melihat, banyak orang yang sukses disembuhkan dengan metode ini.
Salah satu metode art therapy melalui menggambar. Gambar dari sini
Apa yang melatarbelakangi Mutia memutuskan menekuni profesi yang masih tergolong langka ini? Cari tahu jawabannya di halaman berikutnya.
Ruang art therapist milik Mutia. Gambar dari sini
Anda sendiri mengambil gelar sebagai art therapist ini dimana?
Dari 4 tahun yang lalu di Lasalle College of Arts Singapura.
Apa yang memicu Anda menekuni profesi ini?
Dulu sempat mengajar di Cikal 6 tahun menjadi art teacher, dari situ saya suka melihat gambar anak-anak yang temanya agresif, misalnya gambar tentang perang, tembak-tembakan, memukul dan sebagainya. Jadi saya mulai tertarik di situ – saya penasaran kenapa anak-anak tersebut menggambar dengan tema-tema itu. Saya akhirnya baca-baca, apa sih artinya gambar dari anak-anak itu. Dan keluarlah art therapy di situ, dan ternyata ada ilmu yang mendalami tentang hal itu. Sebenarnya art therapy itu cakupannya luas sekali, bukan untuk membaca art saja. Art therapy itu sebagai proses therapy, pembentukan diri, untuk mengembangkan wellness orang, jadi cakupannya lebih jauh lagi.
Apa saja yang bisa disembuhkan dengan metode ini?
Untuk anak-anak, mereka yang mempunyai masalah sosial, depresi, masalah di keluarga seputar komunikasi, bullying (pelaku atau korban), tidak mempunyai teman – itu kami bisa bantu. Kalau untuk orang dewasa lebih kepada mental illness, karena orang dewasa itu sudah terbentukn sifat-sifatnya seperti apa. Jadi mungkin sudah didiagnosa juga sama dokter mereka punya mental illness. Art therapy bisa membantu penderita schizophrenia, kebanyakan di luar negeri untuk orang-orang dengan keluhan ini. Sementara untuk yang lainnya, bipolar, alzhaimer, yang mempunyai daya ingat yang menurun, dimensia – artinya ruang lingkupnya sangat besar.
Dari beberapa kasus yang sering Mbak tangani, kasus apa yang paling sering Mbak temui pada anak-anak dan orang dewasa?
Yang paling sering saya temui pada anak-anak adalah attachment, hubungan antara ibu, ayah dan anak. Awalnya itu karena hubungan yang tidak harmonis di rumah tangga. Atau hubungan ibu dan anak yang tidak oke, biasanya ibu-ibu ini mempunyai attchment yang disorganize, insecure. Jadi menurun, dan terbias ke anaknya. Biasanya anaknya tidak bisa komunikasi, mengalami anger issue, control issue, dan semuanya itu berakar di attachment. Nanti biasanya terapinya ke dyadic – yaitu istilah terapi antara orangtua dengan anak saja.
Sekolahnya dua tahun, terus dalam dua tahun itu saya juga bertemu sama therapist untuk konsultasi therapist personal. Dan, habis itu saya harus kerja 1,5 tahun, di bawah supervisi dari Art Therapist. Karya terakhir yang harus saya hasilkan ada dua, pertama berupa thesis dari studi kasus orang-orang yang saya treatment. Dan yang kedua adalah artwork, as an art theraphis we have to be an artist too – harus menghasilkan karya seni juga. Karya saya itu refleksi dari metafor-metafor setiap orang, bentuknya wood transfer, jadi saya bikin suatu gambar lalu di transfer ke kayu.
Untuk kasus anak-anak yang lack of attachment itu, biasanya untuk masa penyembuhannya berapa lama?
Paling cepat itu dua minggu, tapi itu berarti guru, orangtua, dan keluarga terjun langsung terlibat dalam masa terapi. Intensif dan saya kasih pekerjaan rumah ke mereka, biasanya metode ini saya lakukan untuk pasien yang di luar kota – yang tidak bisa tinggal terlalu lama di Jakarta.
Anda praktik di mana?
Saya praktik di rumah sendiri, kalau di rumah jadwal bisa disesuaikan dengan perjanjian. Selain itu juga praktik di Heartsprings di Kelapa Gading. Ada juga yang regular, soalnya Art Therapy itu tidak bisa dilakukan sebentar, harus bertahap – ada assesment, intervention, selanjutnya saya pantau lagi sudah berkembang atau belum. Prosesnya memakan waktu yang lama, anak-anak atau klien itu datang seminggu sekali dan harus konsisten. Jadi, sudah ada jadwal yang pasti untuk setiap pasien saya. Dan keteraturan itu yang sebenarnya diharapkan dari anak juga, dimaksudkan supaya mereka merasa dianggap penting.
Lalu, apa saja yang dilakukan pada saat proses art therapy?
Kalau untuk yang anak-anak, saya sudah bikin semacam lesson plan – kegiatannya sudah saya buat strukturnya. Tapi harus disesuaikan dengan suasana hati si anak hari itu, misalnya baru pulang sekolah dan masih dalam keadaan lelah, jadi saya kasih art material yang bisa membuat mereka semangat, dan santai.
Contoh kegiatannya apa saja?
Playdough, clay, painting, finger print, art and crafts dan masih banyak lagi. Semua kebutuhan material saya yang menyediakan. Jadi kalau hari pertama mereka datang sebagai pasien, saya menyediakan semacam bufee of art therapy material. Nanti mereka terserah mau memilih yang mana, dari tahap ini sudah bisa dilakukan sesi assestment.
Art therapy ini selain untuk penyembuhan, untuk apa lagi fungsinya? Bisa nggak untuk tindakan pencegahan?
Mungkin kami assesment-nya lebih ke project assesment, dimana kami bisa melihat karakter seseorang. Ada trauma atau tidak, kebanyakan kalau di luar negeri, art therapy itu dipakai untuk trauma assesment, sexual abbuse assement, itu bisa sampai dimasukkan ke trial pengadilan sebagai bukti.
Jika Mommies masih penasaran dengan art therapist ini silahkan klik: www.arttherapy-jakarta.com. Seperti yang sudah saya singgung di poin terakhir, metode ini tidak hanya untuk penyembuhan loh Mommies, tapi juga untuk pencegahan. Jadi tidak ada salahnya, Anda mencoba bersama pasangan dan buah hati tercinta.