Sorry, we couldn't find any article matching ''
Percaya Diri Pada Anak Tumbuh Secara Alami?
Ada pendapat yang mengatakan kalau rasa percaya diri pada anak tumbuh secara alami, namun ada juga yang sebaliknya. Benarkah demikian?
Dalam proses pengembangan rasa percaya diri pada anak, kita sebagai orangtua pun dituntut untuk memberikan stimulasi yang tepat. Jangan sampai melakukan hal yang justru akan membuat anak kehilangan rasa percaya diri. Contoh gampangnya, jangan deh membandingkan anak kita dengan anak yang lain, termasuk dengan saudaranya sendiri. Biar bagaimanapun setiap individu itu kan unik, perkembangan dan karakter satu dengan yang lain juga pasti tidaklah sama. Tapi apa memang seperti itu cara untuk menumbuhkan rasa percaya diri secara alami?
*Gambar dari sini
“Pada dasarnya, setiap anak itu punya potensi kepercayaan diri yang baik, yang dibentuk pada 3 tahun pertama kehidupannya. Memang ada perbedaan tahapan perkembangan di antara bayi dengan anak usia 1 hingga 3 tahun ataupun remaja. Jadi sebenarnya tidak benar kalau ada anak yang lahir dengan memiliki percaya diri yang alami dan tidak. Anak punya kesempatan yang sama untuk punya rasa percaya diri yang baik, tergantung dari penanganan orangtuanya sendiri,” ungkap Anna Surti Ariani, S. Psi.,M.Si.
Walaupun rasa percaya diri pada anak– baik tinggi maupun rendah– tidak dibawa dari lahir, psikolog anak dan keluarga ini menjelaskan ada beberapa hal yang memengaruhi proses perkembangannya. Misalnya, ketika seorang ibu sedang mengandung kemudian merasa depresi selama fase kehamilan, maka anak yang dikandungnya akan punya peluang untuk merasa lebih depresi. Dengan demikian, menurut Mbak Nina, untuk membangun tingkat rasa percaya diri pada anak-anak seperti ini memang tidak semudah anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang selama hamil tidak merasa depresi. Namun, jika sejak hamil kondisi sang ibu sehat, baik fisik dan mental, maka semua anak-anak punya kesempatan yang sama untuk punya rasa PD yang baik. Hal ini semakin menegaskan kalau perempuan hamil memang sebaiknya tidak merasakan stres atau depresi.
Mengingat proses pembentukan rasa percaya diri pada anak sangat berpengaruh pada lingkungan, Nina menegaskan kalau proses tahapan pengembangan ini memang harus disesuaikan dengan usia anak yang tentunya harus dimulai sejak tahun pertama. “Di tahun pertama, bayi itu kan apa-apa tergantung pada Ibunya karena tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Manusia itu sendiri juga sebenarnya merupakan mahluk yang relatif paling tergantung dengan yang lain. Bayi saat lapar, buang air, atau sakit, akan butuh bantuan orangtuanya. Jika orangtua tanggap dan tepat menangani kebutuhan bayinya, maka anak pun merasa dimengerti dan dianggap penting.”
Hal inilah yang menjadi dasar bahwa mereka nyaman dengan dirinya sendiri dan merasa percaya dengan orang lain di sekitarnya. Anak-anak yang orangtuanya tidak sensitif dan peka akan cenderung lebih suka tantrum karena merasa kebutuhannya tidak bisa dipenuhi. Jika anak sudah merasa nyaman dengan dirinya atau orang lain maka akan membangun rasa percaya pada lingkunggan yang disebut sebagai basic trust, sebaliknya missed trust. Anak-anak yang dari awalnya punya missed trust ini akan lebih sulit mengembangkan rasa percaya dirinya. Bisa dibilang ini jadi rangka percaya diri, karena anak sudah percaya dengan lingkungannya.
Kemudian meningkat ke anak usia batita, di mana anak-anak sudah mulai belajar mandiri. Misalnya, anak ingin mencoba mengambil makanan sendiri, maka ia akan berusaha untuk mengambilnya. Perasaan anak batita yang menganggap kalau mereka bisa melakukan sesuatu secara mandiri, mampu menumbuhkan kepercayaan diri. Jika berhasil maka anak pun akan merasa senang.
Lalu apa yang akan terjadi pada anak usia balita?
*Gambar dari sini
Selanjutnya masuk pada tahapan anak usia balita. Saya pernah membaca sebuah artikel yang menuliskan bahwa anak usia 5-6 tahun seperti Bumi, sudah memasuki fase inisiatif. Di mana mereka mulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru. Tidak heran, kalau usia balita sangat aktif melakukan beragam aktifitas. Bahkan, anak-anak yang menginjak usia prasekolah ini sudah mulai mengaitkan tingkat kepercayaan diri dengan penerimaan pujian, cercaan, kritik penghargaan ataupun apresiasi. Ah, pantas saja ya, kalau anak usia ini mulai senang berkompetisi.
Kalau selama ini banyak yang menganggap pemalu sebagai salah satu indikator anak yang kurang percaya diri, Nina menjelaskan bahwa pemalu bukan berarti tidak percaya diri. Orang yang berani tampil pun belum tentu percaya diri. “Ini sebenarnya perlu dibedakan. Tapi memang secara awam banyak yang mengatakan kalau anak pemalu itu tidak percaya diri.”
Percaya diri bisa diartikan bagaimana diri kita yakin bahwa kita mampu melakukan sesuatu dan mampu mempertahankan apa yang kita pikirkan. Jadi, percaya diri itu sebenarnya tidak terlalu berhubungan dengan orang lain melainkan bagaimana kita memandang diri kita sendiri. Seberapa yakin kita bisa melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan sendiri.
Jadi, jika kita ingin anak kita memiliki kepercayaan diri yang baik, kita sebagai orangtua harus mampu menciptakan kondisi yang tepat. Hilangkan rasa stres pada ibu hamil, beri perhatian yang tulus untuk si kecil dan berhenti membandingkan si kecil dengan orang lain. Sudah siap mommies memiliki anak yag percaya diri?
PAGES:
Share Article
COMMENTS