banner-detik
PARENTING & KIDS

Family Friday: Dian Sastro – Tantangan Sebagai Istri Mengajak Suami Terlibat Mengurus Anak

author

?author?03 Apr 2015

Family Friday: Dian Sastro – Tantangan Sebagai Istri Mengajak Suami Terlibat Mengurus Anak

Keterlibatan ayah dalam mengasuh anak kadang masih dipandang sesuatu yang kurang lumrah, padahal memiliki manfaat yang luar biasa untuk investasi perkembangan psikisnya selama seumur hidup. Dian Sastro membuktikannya bersama Indra, mereka tidak takut salah karena menjadi orangtua adalah proses belajar.

ZWITSAL

 Suasana saat acara berlangsung, Dian mengajak rekan jurnalis pria untuk mencoba demo memandikan bayi.

Gambar dari IG @therealdisastr

Pertengahan Maret lalu, Mommies Daily memenuhi undangan dari Zwitsal untuk menghadiri acara yang bertempat di bilangin Cikini, tepatnya di Hotel Double Tree. Hari itu, Zwitsal meluncurkan gerakan “Suamiku, Ayah Luar Biasa,” yang menitikberatkan bahwa suami juga harus berperan aktif dalam mengurus si kecil (hayooo, suami-suami Mommies sudah ikutan turun tangan 'kan? :D). Karena dengan mengurus langsung dan menyentuh si kecil, keterlibatan ayah dapat menstimulasi sistem sensorik sentuhan, keseimbangan, gerak antar sendi, penciuman, visual, pendengaran, dan pengecapan.

Dian Paramita Sastrowardoyo yang lebih akrab dengan panggilan Dian Sastro datang sebagai brand ambassador membagi kisahnya membujuk Indraguna Sutowo, suaminya, untuk hands on mengurus dua buah hati mereka (Shailendra Naryama Sastraguna Sutowo dan Ishana Ariandra Nariratana Sutowo). Simak obrolan santai Mommies Daily dengan Dian berikut ini.

Suami Mbak Dian hands on-nya selain mandiin apa lagi?

Suami saya lebih sering nemenin main memang. Saya banyak belajar dari narasumber hari ini, Anne Gracia (praktisi Neurosains Terapan), bahwa hands on-nya suami tuh jangan pas main saja. Jadi, suami saya biasanya pas anak-anak sudah rapih, sudah makan, baru, deh, dia temenin main, itu juga terhitung jarang. Kalau sudah sampai rumah dan capek seharian kerja, kadang-kadang maunya main game atau baca koran – seperti me time untuk dia. Tapi sekarang untungnya sudah mulai bisa aku ajak, tantangan kita sebagai istri adalah mengajak suami hands on dalam mengurus anak-anak – karena efeknya anak-anak bisa lebih happy dan juga lebih dekat dengan bapaknya. Jadi pada saat mereka remaja, saat diajak ngobrol aja bisa lebih nurut. Nanti saat di usia yang sudah bisa melawan, mereka akan lebih nurut dan patuh, karena lebih dekat dengan bapaknya. Bapak 'kan lebih tegas dan otoriter. Di kesempatan hari ini, saya juga banyak belajar dari dokter Anne, jangan cuma main, justru bapak itu banyak bonding tuh kalau mandiin, mijetin. Ternyata bonding dan perkembangan neurosains, saraf dan development keseimbangannya, taktil, auditori dan segala macamnya justru terjadi di kegiatan-kegiatan bersiap-siap setiap hari. Seperti mandi, pakai baju, digosok pake minyak.  Itu 'kan kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan sama kita-kita para ibu, nih. Dan justru penting banget itu dilakukan oleh bapak-bapak.

Sejauh mana usaha Mbak Dian membujuk suami untuk hands on dalam perawatan anak?

Saat anak pertama kami, saya pernah memaksa suami saya untuk mandiin bayi. Pada akhirnya dia jadi mau, tapi untuk anak kami yang kedua 'kan perempuan, nah suami saya lebih takut karena anatominya juga berbeda. Tapi aku seneng banget tadi dapet dari dokter Anne bahwa, justru anak perempuan lebih perlu merasakan sentuhan ayah supaya kalau sudah besar harus bisa membedakan sentuhan orang laki-laki yang iseng yang datang dari pihak keluarga, dibandingan dengan sentuhan orang laki-laki yang mempunyai niat jahat. Itu sentuhannya rasanya pasti berbeda. Nantinya diharapkan si anak perempuan ini punya insting atau reflek untuk melindungi diri, jadi harus bisa membedakan. Nah, kalau dia tidak pernah disentuh sama bapaknya? Ya nanti dia pikir kalau ada orang laki-laki iseng yang menyentuh dia, dipikirnya itu sentuhan normal. Karena itu tadi tidak bisa membedakan sentuhan jahat dengan sentuhan yang datangnya dari keluarga. Sentuhan ayah itu pastinya melindungi, sifatnya kasih sayang.

Pernah merasa khawatir nggak, kalau suami Mbak bisa saja melalukan kesalahan saat terlibat mengurus si kecil, terutama untuk yang perempuan?

Aku nggak merasa khawatir, soalnya sebagai orangtua ada proses belajar, dan kalau ada kesalahan itu normal aja dalam proses belajar tadi. Nggak usah bapak-bapak, kita saja yang ibu-ibu kalau anak baru lahir seminggu atau dua minggu pasti masih takut juga mau pegang anak sendiri. Malah kadang-kadang karena takut salah, mendingan dikasih ke Mama aja, deh. Akhirnya bayi itu lebih banyak dipegang sama eyangnya daripada sama ibunya, sebetulnya itu hal yang menyedihkan. Kita tuh bikin gerakan ini sebenarnya karena ada concern atau ada kekhawatiran makin banyak generasi generasi sekarang anak yang baru lahir tidak disentuh dan dipegang oleh orangtuanya langsung. Kalau nggak sama suster, pengasuh, atau eyangnya – itu 'kan sesuatu yang mengkhawatirkan.

Dokter Anne juga tadi sempat bilang “Kamu pikir ada begal-begal di luar sana itu kenapa?” Maksudnya, saya tidak heran ada fenomena seperti itu, ada anak-anak muda yang menjadi brutal, goyah secara psikologis, karena mungkin mereka tumbuh tanpa disentuh sama bapaknya ibunya, jadi saraf-sarat di dalam tubuhnya tidak balanced. Dan ternyata itu semua berhubungan, secara ilmu pengetahun itu ada penelitiannya bahwa kalau anak  kurang kasih sayang berupa sentuhan dari orangtuanya, kayak ada keseimbangan di otak yang kurang lengkap. Sehingga pas mereka remaja menjadi anak-anak yang nggak bisa diam, yang selalu ngelawan, yang selalu cari onar. Mereka yang seperti ini butuh sensasi itu karena itu tadi ada sesuatu yang tidak seimbang. 'Kan banyak tuh anak-anak yang sekarang hiperaktif , lari-lari terus, dibilangin enggak denger, dipanggil nggak nengok, karena memang banyak sekarang kasus seperti itu. Ya mungkin karena keseimbangannya itu belum lengkap, jadi belum berkembang secara utuh.

Aku juga baru tahu ternyata interaksi selama memandikan dari orangtuanya sendiri membantu keutuhan perkembangan dan saraf-saraf keseimbangan itu. Jadi itu bisa lebih mencegah anak jadi hiperaktif, karena hiperaktivitas itu disebabkan oleh ketidakseimbangan. Aku bertekad harus lebih sering pegang anak sendiri, suamiku juga harus. Walau aku dibantu sama pengasuh, bagaimana caranya kita balanced. Ok memang pake pengasuh, tapi bagaimana caranya kita sebagai ibu-ibu yang sibuk tetap ada waktu untuk tetap pegang sendiri. Kalau kita sedang di rumah seharian, pengasuh di rumah kita minta jalan-jalan. Jadi mau nggak mau 'kan kita pegang anak sendiri.

Di halaman selanjutnya, Dian berbagi cerita tentang pola asuh, kegiatan seputar quality time dengan anak, serta hal-hal baru yang ingin dia lakukan setelah menginjak usia 33 tahun.

IMG_6203

Mengenai pola asuh, suka ada beda pendapat nggak dengan suami?

Untungnya enggak telalu prinsipil, kurang lebih kita sama secara prinsip. Perbedaannya hanya hal-hal yang kecil, misalnya anak enggak mau makan – aku 'kan galak yaa “Ayo makan!” kalau nggak, nanti sekalian aja enggak usah dapat makan sampai malam, biarin anaknya kelaperan. Kadang-kadang aku tegas. Biar anak aku tahu waktunya makan ya makan. Kalau suami saya nggak tega, anak nggak mau makan terus kelaperan, suami saya kasih cemilan, eh akhirnya jadi nggak malam makan.

Pasangan membatasi kegiatan Mbak Dian, nggak?

Aku bersyukur Indra itu orangnya suportif banget istrinya berkarier. Indra tuh merasa cewek yang seksi itu adalah cewek yang berkarier. Cewek mandiri menurut dia seksi banget, justru dia lebih seneng walaupun aku sudah menikah, sudah jadi ibu-ibu, justru tetap disuruh main film dan berkegiatan. Karena menurut dia, itu hal yang keren. Jadi tetap naksir sama saya (tersenyum lebar :D).

Biasanya ngapain aja untuk spend time atau quality time bareng anak?

Aku biasanya lebih banyak di rumah. Soalnya kalau pergi ke mall itu 'kan jatuhnya anak kita jadi lebih banyak lihat segala sesuatunya di dalam mall itu, jadi nggak fokus sama kitanya. Aku lebih senang di rumah karena bisa ngobrol, atau mandiin, pake baju, gantiin diapers atau makan dan nonton TV bareng. Tapi sambil ngobrol juga dan dibahas, misalnya: “Iiiih, princess-nya lagi nangis tuuu”, jadi ada proses komunikasi di situ dan mengajarkan dia bicara. Nonton TV, sih, boleh, tapi dibatasi.

IMG_5939

Mbak Dian dalam social media sedang sering-seringnya menyebut “lembaran baru,” cerita dong Mbak tentang apa itu?

Jadi sekarang aku sudah 33 tahun. Kadang-kadang orang mikir kalau sudah berumur, jadi ibu-ibu, anak udah dua, umur udah 30 sekian kayaknya momen ulang tahun jadi meredup. Terus jadinya hidup jadi begitu-begitu aja, nah aku nggak mau itu terjadi. Justru kalau di luar 'kan, contohnya Gwyneth Paltrow, Jennifer Aniston makin tua main sehat, karena mereka olahraga melulu. Di umur aku yang sekarang dan nanti akan bertambah tua, aku ingin melihat diri aku dengan perspektif yang berbeda, jangan kayak gitu-gitu doang, dong.

“Ayo tetap ciptakan sesuatu baru dalam dirimu!” aku tuh punya tekad seperti itu. Jadi aku lagi punya niat melakukan banyak hal yang mungkin belum pernah aku lakukan sebelumnya. Misalnya olahraga baru! Panjat tebing mungkin? Hahahahaa, atau mungkin pencak silat. Apapun sesuatu yang baru, soalnya suamiku juga senang. Dia bilang “Umur kamu boleh semakin tua, sayang, tapi kamu harus semakin seksi, dong” karena Indra juga olahraga dan sangat menjaga kesehatannya. Atau saya juga harus melakukan lari marathon 42 kilo? :D. Jadi saya lagi merenung mau melakukan sesuatu yang baru. Semua posting itu saya pakaikan hashtag #lembaranbaru karena pingin ngajak cewek-cewek yang seumuran saya gini nih, ibu-ibu. Mentang-mentang kita sudah semakin bertambah umurnya, udah ibu-ibu dan bekerja dan keluarga, bukan berarti jadi nggak ada sesuatu yang baru dalam diri kita. Harus, dong, kita menciptakan sesuatu yang baru pada diri kita!

Dengar-dengar Mbak Dian tiger mother, cerita dong Mbak!

Nggak juga ternyata, ternyata saya agak cemen. Dulu, sih, rencananya saya mau menjadi tiger mother. Pingin disiplin, menjadi ibu-ibu yang ambisius, yang anaknya harus ranking satu. Kayaknya saya sekarang mau ngajakin Syailendra bikin PR aja kalah melulu. Kadang-kadang dia lebih bisa merebut hati saya untuk nggak ngerjain PR langsung. Saya agak kalah nih, perlu saya ubah lagi strategi mengajaknya bikin PR.

Bagaimana, Mommies, inspiring sekali bukan pembicaraan dengan Dian ini? Semoga semakin banyak ayah yang rela hands on terhadap anak-anaknya. Dan tentu saja, tetap belajar banyak hal baru walau sudah menjadi ibu-ibu. :)

 

 

 

 

PAGES:

Share Article

author

-

Panggil saya Thatha. I’m a mother of my son - Jordy. And the precious one for my spouse. Menjadi ibu dan isteri adalah komitmen terindah dan proses pembelajaran seumur hidup. Menjadi working mom adalah pilihan dan usaha atas asa yang membumbung tinggi. Menjadi jurnalis dan penulis adalah panggilan hati, saat deretan kata menjadi media doa.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan