Kiat-kiat Menjadi Ibu yang Sabar

Parenting & Kids

umnad・12 Feb 2015

detail-thumb

2015-01-29 13.21.28

"Menjadi ibu yang lebih sabar bukan berarti tidak pernah marah sama sekali. Masalahnya bukan persoalan “boleh marah atau tidak”, melainkan apa yang perlu dilakukan setelah kita marah." — Maharani Ardi Putri Msi. Psi.

Judul di atas adalah tema diskusi #MDLunch Kamis, 29 Januari 2015 lalu. Waktu @mommiesdaily woro-woro di twitter tentang acara #MDLunch satu minggu sebelumnya, kok yaaa pas banget dengan kondisi saya saat itu tentang menjadi diam atau “silent”, lalu pas tahu #MDLunch akan diadakan di Bekasi tambah senang lagi, its like dream come true! Saya segera meluncur ke forum dan daftar lewat email. Kenal MD selama 5 tahun, baru kali ini bisa ikutan acara offline-nya, biasanya cuma ikutan acara online nya terutama #MDQuiz yang beberapa kali memenangkannya, salah satunya adalah kado untuk suami :D

#MDLunch diadakan di De Lekker Café Bekasi Square. De Lekker hadir dengan variasi menu khas Indonesia ada Mie Godok Jawa, Nasi Goreng Rawon, hingga Tongseng bisa Mommies nikmati di sana. Dan beberapa menu internasional, misalnya aneka olahan Waffle. Tak hanya menjual aneka kuliner khas Indonesia, bagi Mommies penggemar Almond bisa membelinya di sini loh, rasanya enak dan berkualitas impor. Selain di Bekasi Square Mommies bisa menyambangi gerai De Lekker di Tamini Square, Cimahi Mall, Festival Citylink Bandung, Teras Kota BSD dan  Cipinang Indah Mall.

2015-01-29 12.44.44

Acara yang dimulai menjelang makan siang itu dipandu oleh  Maulita Iqtianty (Managing Editor MD) yang akrab dengan sapaan Lita sebagai moderator, dan Maharani Ardi Putri Msi. Psi psikolog anak dan keluarga dari Universitas Pancasila sebagai narasumber yang setia mendengarkan curahan hati para Mommies.

Bagi saya, bertemu para ibu bertukar cerita tentang apa yang kita alami adalah cara kita untuk selalu bersyukur,

“Bersyukur saya tidak sendirian…”

“Bersyukur saya tidak mengalami kejadian yang seperti belum mampu saya hadapi...”

“Bersyukur bisa menimba ilmunya, mungkin saja suatu saat nanti giliran saya yang mengalaminya...”

Dan banyak banyak bersyukur untuk hal-hal lainnya :)

Bagaimana jika kelepasan marah? Temukan cara mengatasinya di laman berikutnya

angry2Gambar dari sini

Ibu juga manusia biasa, dan terkadang pernah ‘kelepasan’, seperti marah, memukul, mencubit, menjewer, dan lain sebagainya. Hal ini terjadi ketika ibu sedang banyak beban, letih, lelah atau ada masalah lainnya. Selain hal tersebut, yang membuat kita jadi marah alias tidak sabar adalah ketika apa yang kita mau, anak tidak mau. Dan sebaliknya apa yang anak mau, giliran kita yang tidak mau, lengkap sudah ya tidak nyambungnya.

Kalau sudah begini apa yang perlu dilakukan oleh seorang ibu supaya menjadi lebih sabar? Ada dua pilihan untuk Mommies:

1. Tetap berpegang pada idealisme sebagai ibu

2. Berdamai dengan keadaan

Dari dua pilihan di atas, ibu perlu tahu masing-masing konsekuensi dari keputusan yang diambil. Untuk pilihan pertama, iya sih senang kalau semua berjalan sesuai dengan idealisme kita – apapun yang terjadi semua “nurut” sama ibu, konsekuensinya ibu perlu punya usaha yang lebih agar semua bisa berjalan pada mestinya. Untuk pilihan kedua, berdamai dengan keadaan yang ada, konsekuensinya ibu perlu untuk menurunkan sedikit bahkan lebih banyak idealisme yang ibu punya. Tentu saja dari dua pilihan tersebut ada kelebihan dan kekurangan, tapi sebagai ibu yang mau menjadi lebih sabar kita perlu tahu untuk mengukur seberapa banyak stok sabar yang kita punya.

Kalau saya, sudah pernah berada dalam dua pilihan di atas. Contohnya, sesuai idealisme saya, kalau anak makan, jangan berantakan, males banget bersihin sisa makanan yang akan berantakan kalau mereka dibiarkan makan sendiri. Konsekuensinya logisnya saya perlu usaha ekstra untuk nyuapin mereka satu-satu, iya kalau satu anak, ini tiga anak! Apa dengan nyuapin anak lantai jadi bebas dari sisa makanan juga? ternyata tidaak juga, jadi yang terjadi adalah stressfull, nyuapin iyaaa, bersihin lantai juga :D . Kemudian seiring berjalannya waktu, berdamailah saya dengan yang namanya keadaan, saatnya anak makan sendiri, memang agak panjang menceritakan tentang ‘aturan’ makan di depan, namun memudahkan untuk selanjutnya, konsekuensinya saya perlu menurunkan idealisme saya dengan bertanya kembali sama diri sendiri, emang kenapa sih kalau sisa makanan berantakan, bisa dibersihkan kan, lagipula anak-anak sudah tahu ‘aturan’ nya. Dan ternyata berdamai dengan keadaan ini membuat hidup saya stressless :D . Jadi untuk saat ini, kalau memang enggak kenapa-kenapa juga saya lebih memilih untuk berdamai dengan keadaan saja.

Menurut Putri Langka, panggilan akrab narasumber hari itu, berdamai dengan keadaan bisa juga dipraktikkan ketikaa keadaan sudah sangat kacau, “Ketika marah bukan lagi menyelesaikan masalah, ketika nasi sudah jadi bubur, kalau sudah begini kita sebaiknya berdamai saja dengan keadaan yang ada, sambil berpikir apa yang selanjutnya kita lakukan.” Jelas Putri.

Seperti yang pernah saya alami, di suatu pagi yang sangat sibuk, anak pipis di celana terus jalan-jalan, keadaan seperti ini sudah cukup kacau ditambah dengan rentetan kalimat panjang dari suami. Yang saya lakukan saat itu adalah menolkan segala rasa, posisi emosi, strategi dan sebagainya dalam posisi nol, berdamai dengan keadaan di pagi yang cukup sibuk tadi. Selanjutnya melakukan yang perlu diselesaikan, meminta semua anak untuk masuk kamar mandi, lalu mulai mengepel lantai rumah.

Lalu kalau (masih) mau marah, bagaimana mengatasinya?  Dan supaya enggak meledak-ledak marahnya? Temukan jawabannya di halaman kedua.

 

2015-01-29 11.14.39

Menurut Putri Langka Mommies bisa melakukan tiga tahapan untuk mereduksi level kemarahan:

1. Tarik nafaaas dalam-dalam

2. Beritahu anak kalau kita butuh waktu untuk sendiri atau kita sedang marah

3. Bicara pada anak ketika emosi sudah mereda

Tarik nafas dalam-dalam bisa membuat kita punya waktu untuk berpikir, berpikir tentang:

“Perlu marah atau tidak?”

“Kalau pun marah, apakah bisa menyelesaikan masalah?”

Beritahu anak kalau kita butuh waktu untuk sendiri atau kita sedang marah. Ini suka saya lakukan untuk menghindari ribut sama anak. Biasanya saya akan bilang:

“Ummi mau di kamar dulu”

“Ummi lagi enggak enak banget deh bawaaannya, mau marah terus, kamu boleh ya, enggak dekat-dekat Ummi dulu”

Bicara pada anak ketika emosi sudah mereda membuat kita bisa bicara dengan baik sama anak, lengkapi dengan senyuman, kalau ternyata anak menyadari kesalahannya. Ataupun kalau mereka tidak menyadarinya kita bisa menceritakan letak kesalahan mereka ada dimana dengan baik.

Yang perlu diperhatikan ketika kita sedang bicara atau marah sama anak adalah kita perlu satu suara sama pasangan atau kalaupun ternyata tidak satu suara hal tersebut tidak ditunjukkan dihadapan anak-anak. Intinya adalah kita dan pasangan kita adalah satu team, jadi jangan sampai kita dan pasangan malah jadi lawan. Karena itu perlu ada kesepakatan dengan pasangan mengenai pola asuh dan pola mendidik pada anak. Kalaupun memang tidak terjadi kesepakatan, diharapkan untuk tidak ikut campur akan keputusan yang telah dibuat ketika di depan anak-anak.

Naah kadang, seperti yang telah dibahas sedikit diatas tentang “kelepasan” marah, mukul dan seterusnya sama anak, jangan pernah gengsi untuk minta maaf sama mereka. Kalau saya selain minta maaf, tentu saja menawarkan ganti rugi yang perlu saya bayar karena sudah buat mereka tidak nyaman akibat “kelepasan” saya tadi. Bagaimanapun juga anak adalah makhluk visual, mereka belajar dari melihat berbagai macam ekspresi kita.

Kiat Lain Menjadi Ibu Yang Sabar

Adapun kiat lain untuk menjadi ibu yang lebih sabar, yaitu dengan mengajarkan kedisiplinan dan juga konsekuensi yang diperlukan konsistensi yang terus menerus. Dengan mengajarkan kedua hal ini, ibu bisa lebih “santai” sedikit, karena anak yang disiplin, dan anak tahu konsekuensi atas kesalahan yang diperbuat membuat ibu tidak perlu keluar urat untuk terus mengingatkan alias bawel :D. Misalkan disiplin waktu tidur malam, kebayang kan kalau anak masih mengajak main hingga tengah malam, apa enggak uring-uringan ibunya, karena kurang istirahat. Tahu konsekuensi tidak dapat bermain jika mainan tidak dirapikan kembali, sehingga ketika anak tidak merapikan kembali mainannya, anak tidak bisa bermain lagi untuk selanjutnya.

Selain itu, agar marah tidak menjadi serial tanpa akhir, ibu bisa melakukan aksi diam. Dalam kondisi ini anak biasanya malah lebih peka ketika ibu mulai diam atau bisa juga melakukan kesepakatan-kesepakatan (negosiasi) dengan anak tentang berbagai hal. Dan yang terpenting adalah bekerjasama dengan ayah untuk sesekali menjaga anak, membiarkan ayah punya quality time dengan anak-anak. Biarkan ayah pergi berdua saja dengan si kecil, sementara itu Mommies bisa menggunakan waktu senggang itu untuk “me time”, meluangkan waktu sejenak untuk diri sendiri tanpa ada gangguan dari anak-anak. Biasanya kalau ibu sudah melakukan ‘me time’, keadaaan bisa normal kembali.

Yang perlu diingat oleh para ibu adalah, ibu juga manusia, kadang bisa marah, kadang bisa salah, dan semua itu adalah wajar. Dan yang terpenting – bagaimana marah yang kita punya menjadi marah yang baik, marah yang efektif, marah yang bisa menyelesaikan masalah, jika pada praktiknya kita tidak bisa melakukan marah sesuai dengan kriteria barusan, maka itulah tanda waktunya kita untuk diam atau berdamai saja dengan keadaan yang ada.

So, are you ready to be more and more patient Mother?