Pada umumnya anak kecil itu suka dan jago banget mengkhayal. Anak perempuan mengkhayal kalau mereka adalah princess dan anak laki-laki mengkhayal kalau mereka adalah superhero, dan jutaan imajinasi lainnya. Waktu kecil saya juga suka banget mengkhayal. Saya punya 5 teman khayalan (Waduh banyak banget ya!), saya juga suka mengkhayal kalau saya adalah artis yang sedang syuting film, dan masih banyak khayalan memalukan lainnya. Saya termasuk anak yang beruntung karena orangtua saya senang-senang saja saya mengkhayal. Bahkan, ayah saya sering bilang, “Hahaha pinter nih Cahyu banyak imajinasinya”.
Namun, tidak semua orangtua senang kalau anaknya terlalu banyak mengkhayal. Mereka takut jika anaknya terlalu sering mengkhayal, anaknya tersebut jadi mengabaikan dunia nyata dan tidak belajar kemampuan menyelesaikan masalah dan keterampilan sehari-hari yang dibutuhkan di dunia nyata. Atau, mereka terkadang takut apa yang dikhayalkan oleh anaknya tersebut, misalkan menjadi penjahat bersenjata, akan direalisasikan oleh anaknya tersebut saat sudah besar nanti. Masih banyak kekhawatiran para orangtua lainnya. Jadi, apakah salah jika anak terlalu sering mengkhayal?
Jawabannya, tidak. Menurut penulis yang mempelajari ilmu Psikologi, Seth Mullins, imajinasi adalah sebuah wadah atau ruang di mana individu dapat berpikir dengan sangat luas dan memikirkan segala kemungkinan yang ada. Tanpa imajinasi, tingkah laku kita terbatas pada apa yang telah kita lakukan sebelumnya atau apa yang telah kita lihat orang lain lakukan. Para orangtua ingin anaknya belajar bahwa dunia itu penuh dengan risiko dan konsekuensi, mengkhayal atau bermain peran dapat menjadi salah satu cara anak belajar mengantisipasi segala kemugkinan jebakan dan kesulitan yang ada.
Selain itu, imajinasi memiliki banyak manfaat positif bagi anak. Para ahli perkembangan anak berpendapat bahwa anak dengan imajinasi yang baik lebih bahagia, lebih waspada, lebih baik dalam mengatasi masalah, dan tumbuh menjadi orang dewasa yang aman dan dapat beradaptasi dengan baik. Menurut trainer Eugene Schwartz, anak yang penuh dengan imajinasi juga akan tumbuh menjadi individu yang kreatif karena imajinasi itu sendiri mengembangkan kreativitas anak.
Apa yang sebaiknya dilakukan orangtua? Lihat di halaman selanjutnya!
Alasan lain para ahli perkembangan anak menekankan pentingnya imajinasi adalah karena imajinasi diperlukan untuk mempelajari manusia dan kejadian-kejadian yang tidak ditemui secara langsung, seperti sejarah atau bagian dunia lain. Menurut psikolog anak, Paul Harris, imajinasi sangat penting untuk memikirkan tentang realitas, tidak hanya tentang fantasi belaka. Selain itu, dengan imajinasi anak juga akan memikirkan tentang masa depannya, seperti apa cita-citanya saat sudah dewasa nanti.
Lalu apa yang sebaiknya dilakukan oleh para orang tua? Menurut web Childtime Learning Centre, ketimbang melarang anaknya untuk terlalu banyak mengkhayal, sebaiknya orangtua mengarahkan imajinasi anaknya dengan cara yang tepat. Cara yang dapat dilakukan oleh orangtua untuk mengarahkan imajinasi anaknya adalah dengan cara bermain, bermain dengan cat, clay, kostum, lem, dan krayon; mengacak-acak barang; bermain di lumpur; berpura-pura terbang seperti burung, dsb.
Satu hal yang harus diingat adalah jangan biarkan anak terlalu lama berada di depan komputer, TV, atau video games. Media membuat mereka menjadi partisipan yang pasif atas cerita orang lain ketimbang memiliki kesempatan untuk membuat fantasi dan cerita mereka sendiri. Apabila anak lebih sering melakukan aktivitas yang memungkinkan mereka untuk berimajinasi dan aktivitas mereka dengan media dibatasi, mereka akan dapat beradaptasi dengan lebih baik pada kehidupan sehari-hari.
Apabila anaknya memiliki teman imajinasi, sebaiknya juga jangan dilarang ya Mommies. Hal yang terpenting adalah anak harus terus diajarkan mana yang baik dan buruk, serta mana yang nyata dan hanya khayalan. Kalau kata Mbah Albert Einstein, “Logic will get you from A to Z; Imagination will get you everywhere.” So let your kid to dream, dream, and dream!