Sebetulnya jauh sebelum anak mengerti dan penasaran untuk memasak, mungkin tanpa sadar kita sudah menyelipkan dasar-dasar pengolahan makanan. Misalnya belajar memegang alat makan termasuk pisau, mencicip makanan, membedakan tekstur makanan, dll. Yang terakhir malah sudah sejak MP-ASI harusnya, ya. Itulah kenapa saat MP-ASI walau tetap berpegang pada kuliner lokal, tetap disarankan untuk diberikan berbagai macam tekstur dan rasa asli bahan makanan.
Belajar Memegang Pisau
Kalau saat ini Darris dan Dellynn sudah saya bolehkan memegang pisau, bukan berarti mereka langsung pegang pisau tajam dari nol. Sebelumnya mereka sudah pakai pisau roti yang tidak terlalu tajam tapi tetap bisa digunakan untuk memotong-motong kue atau roti. Tapi jangan yang terlalu tumpul juga, karena hasil potongan jadi kayak tersobek-sobek nggak rapi. Pisau yang pas buat belajar saya temukan di ACE Hardware. Bergerigi, cukup tajam untuk roti, kue, dan beberapa jenis buah potong, tapi nggak cukup tajam untuk mengupas apel atau buah lain.
Masih nggak sreg dengan pisau logam, ada juga pisau dari bahan plastik yang agak tebal. Biarpun plastik tajam juga, lho. Bahkan lebih tajam dari pisau roti logam. Hasil potongnya sama rapinya dengan pisau logam yang saya sebut sebelumnya. Tapi namanya plastik, ya, untuk memotong yang keras-keras bisa patah.
Satu lagi pisau yang saya kenalkan pada anak, yaitu pisau khusus pengupas kulit buah atau sayur seperti apel, wortel, ketimun, kentang, pir, dll, biasanya disebut peeler. Pisau ini cukup aman, sih, karena mata pisaunya nggak terbuka seperti pisau biasa.
Saat mulai menguasai pisau, ajarkan juga adab memegang pisau. Misalnya saat:
Kompor dan Perangkat Masak Lain.
*Gambar dari sini
Berinteraksi Dengan Kompor
Jauh sebelum anak memasak, saya sudah menugaskan untuk mematikan kompor atau mengecek sayur yang sedang dihangatkan. Dari situ mereka belajar sistem kompor dan ciri sayur atau air mendidih. Kalau cara menyalakan kompor baru diajarkan kemudian. Kebetulan pemantik kompor saya ada semacam penguncinya jadi nggak gampang diputar. Hati-hati buat Mommies yang pemantik kompornya nggak pakai pengunci, ya. Untuk model seperti itu anak usia TK bisa menyala-matikan dengan mudah.
Karena saya pakai kompor dua tungku biasa yang ditaruh di atas meja dapur yang kebetulan diset cukup pendek, jadi anak setinggi Darris-Dellynn bisa mengaksesnya. Kalau pakai standing stove seperti di rumah Ibu saya mungkin jadi perlu bangku tambahan supaya terjangkau.
Walaupun saya membebaskan anak memasak, tapi ketika saya tidak di rumah tidak boleh ada yang menyalakan kompor walau sekedar memanaskan sesuatu. Kita saja kadang lupa meninggalkan kompor menyala sampai sayur kering atau panci gosong, apalagi anak-anak.
Mengenal Perangkat Masak
Selain kompor, jangan lupa juga memastikan anak mengenal dan paham cara memakai masing-masing alat masak sebelum memakainya. Nggak cuma memakai saja, lho, harus bisa mencuci dengan benar juga, termasuk melepas dan memasang bagian-bagiannya.
Perangkat berlapis teflon atau bahan anti lengket lain TIDAK BOLEH terkena alat masak dari logam. Jadi harus gunakan alat dari plastik silikon tahan panas atau kayu.
Sebelum memasak atau memanaskan sesuatu dalam microwave, pastikan tidak ada alat atau bungkus dari logam yang ikut masuk. Demikian pula untuk alat-alat seperti oven, blender, food processor, air fryer, steamer, dll, pastikan anak memperhatikan saat Mommies memasak dan luangkan waktu mengawasi dalam beberapa kali kesempatan sebelum dilepas mengoperasikan sendiri.
Membantu Memasak dan Mulai Memasak Sendiri.
*Gambar dari sini
Membantu Memasak
Sejak sekitar usia 5-6 tahun anak-anak sudah bisa diajak membantu mengupas bahan masakan. Di usia yang sama juga sudah bisa buat roti sendiri walau...olesannya tebal-tebal ..hahaha. Usia SD sudah bisa bantu kupas bawang dan memotong sayur plus bakso-sosis pakai pisau betulan.
Yang perlu diingat, hilangkan idealisme dan tuntutan. Ukuran potongan anak bisa terlalu tebal atau terlalu tipis. Kerjanya juga lamaaaa..haha. Hasil kupasan juga nggak akan sebersih kita. Ingat bahwa kita sampai di sini setelah puluhan tahun, sementara mereka baru mulai belajar.
Saya juga biasa menyuruh anak mencicip masakan untuk tahu ukuran bumbu. Disini sebenarnya inti dari memasak kalau menurut saya. Kemampuan menyeimbangkan berbagai rasa.
Kemampuan ini hanya bisa didapat kalau anak punya banyak pengalaman kuliner seperti yang saya sebut di artikel sebelumnya. Jadi kalau ajak anak makan di luar jangan burger, fried chicken, pizza melulu ..haha #jleb.
Memasak Sendiri
Makanan instan nggak bagus? Well, ya, nggak bisa digeneralisir juga, sih, ya. Kalau untuk dikonsumsi tiap hari pasti ga baik. Tapi kalau terkontrol setidaknya ini bisa jadi langkah pertama anak belajar memasak. Mendidihkan air, memastikan mi atau pasta al dente alias matang dengan pas nggak kelembekan atau keras masih mentah, mengukur jumlah air atau gula (misal membuat jeli), belum lagi menambah bahan lain seperti telur, daun bawang, bakso, sosis, sawi, tomat, dll.
Anak bisa belajar bahan apa yang cocok dikombinasikan, apa yang tidak. Mana yang lebih cepat hancur saat dimasak, mana yang keras harus dimasak lebih lama.
Telur dan tepung premix juga bisa jadi bahan belajar. Telur bisa jadi apa saja dengan cara masak berbeda-beda. Tepung premix juga sekarang banyak pilihan dari pancake, muffin, sponge cake, dll.
Banyak, yaaa, ternyata yang harus dipelajari. Tapi nggak semua dalam satu waktu, lho, Mommies. Dengan melibatkan anak saat Mommies memasak juga sudah bagian dari belajar. Asal harus tetap fun, ya. Supaya anak juga merasa kalau memasak itu asyik dan seru. Sambil masak juga bisa, tuh, pancing obrolan dengan anak seperti girl's talk saya dengan Dellynn.
Selamat memasak bersama anak!