*Gambar dari sini
Test pack menunjukkan tanda positif. Malam itu kami bersyukur, anak ke-2 yang kami nantikan kehadirannya akan segera hadir. Tapi sejujurnya, dalam hati saya khawatir. Bisa nggak ya nanti saya mengurus semua? Anak yang besar nanti akan pindah sekolah, rumah tangga, pekerjaan baru, dll. Oh wow, deg-degan.
Entah pengaruh hormon atau tidak, tapi sepanjang masa kehamilan anak ke-2 ini saya sering mengalami khawatir. Khawatir yang nggak jarang lebih terasa egois. Setelah 4,5 tahun nggak mengurus bayi, tidur pun sudah lempeng dari malam sampai pagi, rutinitas sehari-hari sudah begitu nyaman pengturan antara bermain dengan si kakak, bekerja dan rumah tanggak. Main! Oh ya, main pun sudah tertata dengan baik. Dan, sekarang mau ada bayi lagi. Galau.
Saya sempat mikir, yang saya rasakan ini sesuatu yang wajar dan manusiawi, atau tanda ketidaksiapan saya dengan konsekuensi punya anak lagi atau saya takut menerima kalau saya ternyata bukan supermom? Pergulatan seperti ini terjadi cukup, lama, lho. Sekitar 3-4 bulan dalam keseluruhan masa kehamilan, dan lebih intens di masa akhir kehamilan.
Di masa akhir kehamilan saya banyak menjalani aktivitas dengan modus “mumpung”. Pulang kerja, mampir dulu, jalan-jalan sendiri, makan atau sekedar duduk baca buku. Kalau ada waktu luang, saya lakukan hal-hal yang saya khawatirkan nanti masih lama lagi baru bisa dilakukan karena akan ada bayi. I took this seriously. Hahaha.
Kehilangan kebebasan, hal yang paling saya khawatirkan. Padahal kalau dipikir-pikir, drama banget. Tapi kalau kita lagi drama kan, kita nggak ngerasa itu drama ya. Hahaha. Padahal aneh banget, deh, mengkhawatirkan kebebasan itu, karena toh saya sudah mengalami punya bayi sebelumnya, menjalani prosesnya, dan semua itu selalu berujung pada manajemen waktu aja sih.
Tapi, yang membuat saya sangat kecewa pada diri sendiri adalah kenyataan bahwa saya mengalami galau gini. Saya kan harusnya tough dan siap menjalani ini semua, toh saya dan suami yang milih mau punya anak ke dua. Harusnya kan saya menjalani dengan hati lega tanpa kekhawatiran. Ternyata saya nggak sesuper itu.
Dan lahir lah anak ke dua, dan semua berjalan membahagiakan sepaket dengan tantangan-tantangannya. Senang ada bayi lagi, yang lucu dan bisa digendong-gendong, disusui, sepaket dengan capeknya, kurang tidurnya, muka leceknya :p. Kakaknya pun senang punya adik, senang lihat dua anak beinteraksi, sepaket dengan kakak terkadang cemburu, atau saya sedih karena kangen kakak dan waktu dengannya jadi berkurang.
Lalu, apa kabar supermom? Baik-baik aja. Hahaha.
Saya pada akhirnya menyesuaikan diri dan menjadi super versi saya sendiri, dan itu udah cukup membuat hati saya tenang. Antar kakak sekolah di pagi hari, lalu ngantor dan fokus bekerja, lalu ganti mode jadi ibu lagi dengan jemput kakak sekolah dan antar dia pulang. Sampai rumah langsung menyusui adiknya, briefing dengan pengasuh untuk rutinitas anak-anak sampai sore, lalu balik lagi ke kantor dan kembali ke mode bekerja. Sepulang kantor kembali menjadi mode ibu dan berinteraksi dengan anak-anak sampai mereka pulas, dan setelah itu kembali meneruskan pekerjaan yang belum selesai sampai tengah malam.
Secara fisik lumayan demanding, secara psikologis saya sejujurnya merasa fulfilled dengan format ini, dan sebagai penyeimbang saya (berusaha :p) menyempatkan lari seminggu 2x.
Melt down dan ngerasa capek? Oh, pasti. Terutama pas PMS. Haha. Tapi, suami saya alhamdulillah selalu support, kami menganut aliran relationship seperti yang disarankan oleh 24hourparenting.com di sini. Semoga bisa begitu terus. Sesungguhnya kesuperan itu bisa terwujud dengan support yang tepat, hati yang lega dan enjoy the ride.
Yulia Indriati adalah content manager di 24hourparenting.com. 24hourparenting.com adalah adalah situs parenting yang memuat how-to-parenting, singkat dan to the point, juga membahas tentang menjadi orangtua, dan ide kegiatan ortu-anak. Dilengkapi visual yang semoga asik. Diasuh oleh psikolog dan orangtua.