*Gambar dari sini
Beberapa bulan yang lalu, Fadhlan (lebih sering saya panggil Kakang) mengalami panas tinggi yang entah darimana asalnya. Pilek tidak, batuk juga nggak nggak. Sebelum memutuskan memberikan obat penurun panas, saya memeriksa keadaan mulutnya dan sedikit bertanya pada dia di bagian mana yang sakit. Hanya gelengan kepala Kakang saja yang menjadi jawaban. Saya tanya sekali lagi ada yang sakit atau tidak, anaknya menggeleng lebih kencang dan menjawab “Tidak, Ma!” dengan lantang. Ketika saya ukur suhu tubuhnya berada di angka 39 derajat. Baiklah, saya tunggu satu jam lagi baru kembali memeriksa suhu tubuh kakang dan mengambil keputusan untuk memberikan obat penurun panas atau tidak.
Satu jam kemudian, suhu tubuh Kakang anteng di angka 39 derajat. Setelah berdiskusi dengan suami, akhirnya kami memutuskan memberikan obat penurun panas dan berharap Kakang tidak mendapatkan sakit yang bikin cemas orangtuanya. Herannya, Kakang tidak lesu. Justru, meski panas tubuhnya diatas rata-rata, dia aktif bermain, lompat ke sana ke mari dan makan banyak. Jus buah yang saya buat dan minum air putih pun tetap rajin. Saya juga memantau kejernihan air seninya. Dan menurut pantauan saya saat itu, semua baik-baik saja.
Esok paginya, suhu tubuh Kakang turun hingga 38,5 derajat. Saya agak lega. Melihat kondisi fisik anak yang masih aktif, akhirnya saya biarkan dia tetap bermain meski saat lompat-lompat tetap saya peringatkan agar tidak terlalu lincah. Sayangnya, setelah makan siang, suhu tubuh Kakang kembali naik ke 39 derajat. Oke, saya dan suami langsung sepakat membawa Kakang ke rumah sakit langganan kami.
Setelah dokter melihat keadaan Kakang, secara fisik dokter mengatakan kakang tidak terkena flu untuk hari ini. Melihat anaknya menjawab pertanyaan dokter dengan penuh semangat, saya jadi bingung ada apa dengan Kakang. Sampai akhirnya, dokter meminta izin Kakang untuk melihat kemaluannya. Awalnya saya juga bingung dan Kakang tidak mau menuruti permintaan dokter dengan alasan malu. Setelah diberi pengertian dan saya jelaskan bahwa sayapun mendampingi, Kakang setuju untuk diperiksa ujung penisnya. Sejenak dokter melihat ujung penis Kakang, menarik kulupnya kemudian menatap saya dan suami. “Ini fimosis ya Pak, Bu”.
Kami berdua kaget dan bingung. Saya sendiri baru sedikit mengerti tentang fimosis. Itupun setelah mendengar cerita dari sesama member Mommies Daily, yaitu Mrs. Adi, yang bercerita bahwa anaknya telah disirkumsisi karena mengalami fimosis. Mendengar kesimpulan dokter spesialis anak tersebut, kami berdua langsung bertanya apa yang bisa kami lakukan. Harapan saya, Kakang tidak perlu disirkumsisi sekarang. Sayangnya, anjuran dokter adalah sirkumsisi dan akan dilakukan oleh dokter bedah anak. Mendengar kata dokter bedah, lutut saya lemas. Bagaimana ceritanya anak saya yang belum genap empat tahun akan dikhitan di meja operasi. Meski ngeri, kami menuruti anjuran dokter untuk menemui dokter bedah anak.
Secara umum, dokter spesialis anak ,menjelaskan kepada kami bahwa fimosis adalah kondisi di mana kulup melekat pada kepala penis dan lambat laun akan menutupi kepala penis. Akibatnya, urin tidak bisa keluar dengan normal dan penis tidak bisa dibersihkan dengan sempurna. Umumnya, fimosis terjadi karena tidak berkembangnya ruang di antara kulup dan penis. Fimosis yang seperti ini disebut fimosis bawaan lahir (dan fimosis ini yang terjadi pada Kakang). Namun, ada juga fimosis yang terjadi diakibatkan infeksi terus menerus (peradangan berulang pada kulit depan penis atau disebabkan benturan (menyebabkan trauma).
Bagaimana gejala fimosis? Lihat di halaman selanjutnya ya!
*Gambar dari sini
Fimosis sendiri memiliki gejala yang kadang samar. Misalnya, panas tinggi kemudian turun dengan sendirinya. Kemudian panas tinggi berhari-hari tanpa ada penyakit yang keluar (misalnya panas tinggi tanpa disertai flu). Adapun hasil penjelasan dokter spesialis anak, biasanya fimosis memiliki gejala sebagai berikut :
• Ujung kulit penis mengkerut dan tidak bisa ditarik ke atas (seperti lengket atau ada selaput tipis) ketika akan dibersihkan.
• Anak mengejan saat buang air kecil, kemudian ujung penis tampak menggembung. Pada beberapa anak akan menangis setiap kali buang air kecil.
• Air seni yang keluar kadang memancar dengan arah yang tidak dapat diduga. Adakalanya air seni yang keluar tidak deras atau kecil dan menetes perlahan.
• Jika sudah terjadi infeksi, anak akan mengalami demam tinggi. Hal ini bisa terjadi beberapa kali. Infeksi ini bisadiikuti dengan pembengkakan pada ujung penis anak.
Gejala yang dialami Kakang sebenarnya bisa dilihat, hanya kami tidak menyadarinya. Terutama saat buang air kecil, ujung penisnya tampak menggembung. Selama ini, Kakang pun jarang mengalami demam tinggi dan tidak mengejan setiap kali buang air kecil. Ujung penisnya juga belum pernah bengkak. Itu sebabnya, saat ia mengalami demam tinggi tanpa disertai apapun, kami menjadi kebingungan.
Sebenarnya, fimosis tidak hanya bisa diatasi dengan sirkumsisi. Ada cara lain, di mana dokter melakukan pelebaran kulup yang melekat agar tercipta ruangan diantara kulup dan ujung penis. Proses pelebaran kulup yang melekat inipun tidak memakan waktu lama. Meski begitu, setelah dokter bedah anak melihat keadaan Kakang, beliau mengatakan bahwa sirkumsisi adalah solusi terbaik untuknya. Meski belum mengalami infeksi yang parah, namun dokter bedah mengatakan bahwa sirkumsisi dilakukan untuk mencegah pengulangan infeksi yang bisa memberikan akibat yang buruk bagi anak kami.
Dokter yang kami temui pun merinci beberapa akibat buruk, jika fimosis tetap dibiarkan. Di antaranya adalah :
• Dapat memicu timbulnya infeksi berulang pada kepala penis. Hal ini disebabkan, kotoran yang keluar melalui air seni dapat menumpuk di kulup yang melengket dengan ujung penis.
• Fimosis dapat membuat anak kesakitan saat melakukan buang air kecil.
• Jika tidak ditangani dengan tepat, maka fimosis dapat mempengaruhi aktivitas seksual anak saat ia dewasa, yaitu akan merasa sakit saat mengeluarkan air mani dan air mani dapat memancar ke arah yang tidak bisa diduga.
Kami sendiri sekarang bisa berlega hati setelah Kakang disirkumsisi. Perbedaan yang paling mencolok adalah saat berkemih, air seni yang dikeluarkan dapat diarahkan dan ujung penisnya tidak lagi menggembung. Kakang pun berpendapat lebih enak setelah di sirkumsisi karena dia merasa air seni yang dikeluarkan tidak lagi tersendat-sendat. Sekarang, tugas kami selanjutnya adalah mengajari Kakang untuk selalu menjaga kebersihan penisnya. Semoga setelah persistiwa fimosis ini, Kakang makin sehat ya.