Sorry, we couldn't find any article matching ''
5 Cara Belajar Yang Menyenangkan
Siapa yang anaknya duduk di kelas 1 SD dan mau atau sedang menghadapi UAS alias final exam? Saya ngacung tinggi nih, cari teman. Haha.
Senin depan, Langit bakal menghadapi UAS. Berkaca pada kebiasaan belajar saya waktu sekolah, wah amburadul. Haha. Kebetulan Mama dan Papa saya santai. Mereka bukan tipe orangtua yang menuntut anak-anaknya berprestasi di sekolah. Jadi sistem belajar kami pun serba santai, nggak ada jadwal belajar tiap hari, nggak wajib les, dan sebagainya. Belajarnya kapan? Ya kalau mau ulangan saja. Haha. Alhamdulillah sih, anak-anaknya nggak jeblok-jeblok amat nilai-nilai sekolahnya. Bahkan saya dan kakak saya cukup sering jadi langganan juara kelas.
Karena dibesarkan dengan orangtua yang santai untuk urusan akademis tapi hasilnya kami ini nggak jelek-jelek amat prestasinya, saya pun meniru mereka tentu dengan perbaikan sana sini, ya. Langit nggak punya jadwal belajar yang tetap dan saya nggak mendaftarkan Langit di kursus manapun. Lagian menurut saya, anak umur 6 tahun sudah belajar full di sekolah, eh di rumah belajar juga? Kapan dia mainnya? Otak mereka kan harus dibikin bahagia supaya aneka informasi bisa terserap sempurna.
Walaupun sudah paham alibi tersebut, tapi begitu mau UAS ini, kok tiba-tiba saya deg-degan? Haha.
Melihat anak saya yang kemarin masih ditimang-timang, tidurnya masih peluk-pelukan, masih mau digendong sama saya atau bapaknya, kok sekarang ulangan sih? #lebay
Kayanya dunia dia sudah serius sekali sekarang :’)
*concern-nya lebih karena itu bukan masalah nilai. Haha*
Apalagi banyak teman yang anaknya seusia Langit pada serius-serius banget menghadapi UAS. Memajang nilai anaknya ulangan, mengikutsertakan anak-anaknya les ina itu, memiliki jadwal belajar yang tetap, memiliki peraturan misalnya nggak boleh main kalau PR belum selesai (lah saya, Langit besoknya ada PR malamnya malah diajak nonton Disney Live!).
I’m a #failedMom :(
Walau demikian, ada beberapa cara belajar yang saya anggap efektif untuk Langit. Lihat di halaman selanjutnya, deh!
Sejak balita, Langit tuh suka banget nyanyi. Dia mudah menghapal sesuatu jika hal tersebut dinyanyikan (bahkan cita-citanya setahun belakangan ini adalah jadi penyanyi, hihi). Kebetulan, sistem pelajaran di sekolahnya juga mengadaptasi hal ini. Banyak pelajaran hapalan yang kemudian dijadikan syair lagu. Misalnya ini:
“Surat Al Fatihah, berjumlah tujuh ayat,
Surat Al Fatihah artinya pembukaan
Turunnya di Mekkah, golongannya Makkiyah
Surat nomor satu di dalam Al Quran”
Syair lagu di atas dinyanyikan dengan nada lagu Ampar-ampar Pisang untuk pelajaran Agama Islam. Dari sini, Langit jadi hapal berapa jumlah ayat dalam surat Al Fatihah, turunnya di mana, dan seterusnya.
Nggak jarang hapalan pelajaran lain saya padukan dengan lagu-lagu yang Langit hapal. Belajar jadi bisa di manapun, kan? Nggak harus duduk manis di depan meja belajar dengan kertas dan buku!
Kids love games! Untuk pelajaran tertentu, kami di rumah sering bermain ala-ala kuis. Misalnya, saya yang jadi juri sementara pesertanya adalah Langit dan mbak pengasuhnya di rumah :D Jadi saya akan melontarkan pertanyaan seperti, “Tuliskan contoh makanan sehat” atau “Buat kalimat dari kata ‘bola’”, dan seterusnya.
Langit hobi banget main ini. Kadang sering juga kami bertukar peran. Langit yang jadi juri. Nah, saat dia jadi juri, kadang suka kami berikan jawaban yang rada-rada ngaco, untuk ngetes Langit sebenarnya tau apa nggak bahwa jawaban kami ini salah :D
Wah kalau belajar berhitung malah gampang banget, sebenarnya! Saat belanja, membeli sesuatu, atau bertransaksi jual beli itu merupakan salah satu cara yang paling mudah untuk mengaplikasikan pelajaran berhitung. Misalnya, Langit mau beli roti. Nah sebelum proses pembelian terjadi, maka akan ada dialog seperti ini:
“Langit mau beli rotinya berapa”
“Dua”
“Harga roti itu satunya 9 ribu, kalau beli dua jadi berapa?”
Langit belum bisa perkalian, jadi saya masih menggunakan tambah-tambahan. Namun, dia sudah mengerti konsep kalau ribuan, yang ditambahkan hanya bilangan depannya saja.
“Delapan belas ribu, bu!”
“Nah, ini uangnya 20 ribu, jadi nanti akan ada kembaliannya. Berapa?”
Langit sibuk menghitung..
“Dua ribu!”
Yah memang sih, bakal agak lama proses pembeliannya dan butuh kesabaran ekstra. Tapi buat kami ternyata efektif!
Selain 3 poin di atas, kadang belajar yang dilakukan sambil duduk manis juga perlu. Bagaimana caranya? Simak di halaman selanjutnya, ya!
Nah kalau ini agak serius belajarnya. Jadi setiap hari Sabtu, saya mengumpulkan catatan pelajaran Langit lalu membacanya bersama-sama. Setelah itu, kami akan menulis ulang catatan selama seminggu.
Menulis ulangnya tak hanya berupa tulisan lho. Berhubung Langit doyan menggambar, jadi kadang pelajarannya kami tulis ulang berupa gambar, mind map, lengkap dengan pensil warna!
Ini juga lebih serius daripada poin lainnya. Saya sering memberikan soal-soal dari pelajaran sekolah tapi dengan pendekatan lewat kehidupan sehari-hari. Misalnya, soal cerita matematika menggunakan nama Langit dan sepupunya, “Nadira memiliki 3 Barbie, kemudian Bude (ibunya alias kakak saya) membelikan lagi 3 Barbie. Berapa banyak Barbie yang dimiliki nadira sekarang?”. Yah, semacam itu deh :D
Ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh kita sebagai orangtua supaya anak belajar. Yang pertama harus diingat adalah, jangan terpaku pada metode belaar harus duduk manis di meja belajar. Anak-anak butuh bermain, justru dari permainan itulah kita masukan nilai-nilai pelajaran sekolah.
Mungkin saya beruntung karena Sekolah Dasar yang saya pilih sesuai dengan pola asuh saya yang nggak terlalu menuntut prestasi akademis. Jadi semuanya balik lagi sih, dalam memilih sekolah jangan tercengang sama fasilitas dan lain-lainnya dulu. Tapi justru samakan visi dan misinya, mau jadi seperti apa anak kita nanti?
Mommies sadarkah kalau saya selalu menggunakan kata 'kami' di setiap aktivitas belajar? Hal ini karena memang saya selalu memosisikan diri sebagai pembelajar juga. Jadi anak merasa saya, orangtuanya, terlibat dalam urusan sekolah. Keterlibatan orangtua di sekolah anak terbukti penting lho. Beberapa riset menunjukkan bahwa orangtua yang terlibat dalam urusan sekolah akan menjadikan anak memiliki sikap dan attitude yang positif, jarang terlibat masalah di sekolah, dan sebagainya.
Oh ya, satu kiat penting untuk para Mommies (dan Dad, tentunya) jangan sering-sering bertanya "Gimana belajarnya tadi di sekolah?" atau "Kamu main melulu, kapan belajarnya?" atau "Coba sini ibu mau tanya soal ya, kamu jawab". Sekolah itu lumayan berat lho, buat anak-anak.
Terus, masa nggak boleh nanyain tentang sekolah? Ya boleh dong. Yang harus diperhatikan adalah cara kita menyelipkan pertanyaan. Kalau saya biasanya bertanya, "Langit tadi pas makan siang duduknya dekat sama siapa?". Atau kalau bosan, saya bertanya hal-hal lain di luar sekolah, seperti yang pernah saya tulis di sini.
Nah, jadi ngelantur, kan.
Intinya sih, buat anak dalam kondisi bahagia dulu, setelah itu baru kita bisa memasukkan pelajaran sekolah ke otak mereka. Yah, sama lah dengan kita, kalau otaknya nggak bahagia pasti ngerjain kerjaan kantor atau pekerjaan di rumah juga nggak beres, kan?
Jadi yang anaknya mau UAS hari Senin besok, cemungudh eaaaaaa :D
PAGES:
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS