Bukan, bukan saya. Belum, kok, hehehe.. Masih kepala 2 juga umurnya! *Padahal tinggal sebulan lagi masuk kepala 3, hahaha* Ini tentang ibu saya menghadapi fase tersebut. Sungguh, yang mengalami secara fisik adalah ibu, tapi secara emosi, kami semua sekeluarga bisa merasakannya. Memang bagaimana rasanya?
*Gambar dari sini
It was all started around 2 years ago. Ketika tiba-tiba berat badan ibu naik drastis. Berat badan yang tadinya berada di kisaran 55-60 kg, melonjak ke angka 90 kg! Menurut Mommies, bagaimana coba rasanya kalau BB tiba-tiba naik? Pasti stres dan sedih kan. Perubahan fisik ini juga ditandai dengan siklus haid yang mendadak berantakan. Terbiasa dengan siklus 25-28 hari tiap bulannya, tiba-tiba haidnya bisa berhenti selama dua bulan, lalu muncul lagi dan terus keluar hingga 2.5 bulan lamanya.
Selain itu, Ibu yang saya kenal tidak mudah marah, sekarang emosinya mudah sekali naik. Akibatnya kami semua berusaha menjaga mood beliau. Kami? Iya, Alhamdulillah suami sangat pengertian dan bilang "Sayang, karena kondisi ibu begini, kayaknya kalau kamu ada di rumah ibu, akan membantu proses menopause ini, deh. What do you think?" Baik, ya, suami saya :') Jadilah hampir setiap hari saya menemani ibu alias kembali ke rumah di Dago, dan weekend baru pulang ke rumah (itu juga dengan berbagai catatan).
Keputusan ini dirasa tepat, karena saya bisa membantu ibu kapanpun beliau butuh. Saya hanya mengaca pada keadaan sekarang: Menik butuh apapun akan saya sediakan, sama seperti waktu saya kecil dulu, kan? Ibu selalu siap sedia. Jika bukan saya, siapa yang akan membantu beliau melewati masa transisi yang tidak saya sangka akan sulit dan dramatis. Jujur saja, selama ini saya sudah sering membaca artikel soal menopause. Tapi saya tidak pernah tahu kalau proses terhentinya siklus menstruasi atau dikenal dengan Perimenopause akan menjadi masa yang emosional.
Beberapa tanda lainnya yang saya perhatikan setiap ibu mencoba menjabarkan perasaannya adalah:
Lalu apa saja yang saya lakukan? Lihat di halaman selanjutnya, ya.
Hanya satu, sih, yaitu melayani dan berusaha menyediakan kebutuhan beliau.
Beberapa kali saya konsul ke dokter kandungan saya via WhatsApp, karena ibu susah sekali diajak ke dokter. Dokter RidwanSpOG bilang "Keadaan emosi yang tidak stabil memang akan dirasakan oleh perempuan yang sedang menuju menopause. Jika rasa cemas terlalu berlebih atau dirasa terjadi pendarahan, baru boleh dipaksa untuk ke dokter. Karena dokter bisa memeriksa kondisi rahim dan bisa memberikan resep obat penenang jika dibutuhkan. Pokoknya temani, Saz. Jika terlihat sangat beda, baru bawa ke dokter, ya!"
Sekali waktu saya menemani ibu ke dokter kulit karena gatal-gatalnya tidak bisa ditahan, ketika dicek tensi sebelum masuk ruang dokter ternyata ibu cemas sekali. Tensinya di angka 160/100! Di ruang dokter, pun, akhirnya ibu menceritakan perasaannya. Dokter bilang beliau beruntung ada saya yang menemani. Waktu itu hidung saya kembang kempis, tapi kemudian saya jadi berpikir. Benar juga, ibu beruntung ada anaknya. Terbayang ketika nenek saya dulu ada pada masa ini. Menurut cerita ibu, walau anaknya 8 orang tapi semua berpencar, nenek saya hanya sendirian. Ada satu anak lelakinya yang menemani, tapi karena anak laki jadi tidak terlalu terlibat saat masa perimenopause. Saat ini sepertinya ibu masuk masa transisi akhir. Intensitas sakit kepala dan gejala lainnya hanya terasa saat siklus menstruasi datang. Berat badannya sudah turun 20 kg, persendian tidak sekaku dulu, dan kaki sudah sakit kalau dipakai jalan.
Mudah-mudahan masa perimenopause ini cepat berlalu seperti yang ibu inginkan. Jadi kondisi fisik bisa kembali prima, sholat pun tidak terganggu. Banyak pelajaran yang bisa saya ambil saat menemani ibu di masa ini. Saya jadi tahu banyak hal soal perimenopause.
So have you getting in touch with your mom while she on perimenopause phase? She needs you, her daughter. Jika jarak memisahkan, menghubunginya setiap hari juga akan sangat membantu. Your voice will help calm her down, your touch will help to soothe her, your presence will make her happy, sama ketika dulu beliau merawat kita disaat kecil. Sekarang perannya dibalik, saja, dan tanpa pamrih.
I love you, Bu. Semoga masa perimenopause ini cepat berakhir, ya!