Sorry, we couldn't find any article matching ''
Apa Itu Head Lag?
*Gambar dari sini
Anak saya bisa dikatakan telat motoriknya karena ia baru bisa tengkurap umur 4.5 bulan. Setelah itu, perjalanan deg-degan pun dimulai. Bulan ke-5 dan ke-6 terlewati, tapi kepala anak saya belum terlalu tegak. Puncaknya adalah ketika saya melakukan imunisasi pada anak saya pada usia 6,5bulan. Dokter saya melakukan tes yang membuat saya kaget dan sedih…(saya new mom, jadi semuanya adalah hal baru bagi saya). Dalam posisi telentang, anak saya ditarik kedua tangannya oleh dokter menuju ke posisi duduk dan terlihat leher anak saya tidak terangkat ke arah duduk, tangannya tidak otomatis menekuk dan menarik tubuh ke arah duduk melainkan leher anak saya lemas dalam posisi terlentang.
Dokter mengatakan anak saya mengalami keterlambatan motorik dalam hal head lag. Menurutnya, head lag seharusnya sudah tidak ada lagi pada usia 6 bulan dan dia merujuk saya ke dokter fisioterapis, karena harus ditangani dengan segera. Dokter anak saya sedikit memberikan dorongan positif kepada saya, bahwa head lag ini bisa ditangani dengan fisioterapi dan bisa melampaui perkembangan motorik anak normal lainnya.
Setelah itu, saya langsung bertemu dokter fisioterapis. Dokter tersebut meminta data-data anak saya. Mulai dari berat lahir, penyakitnya, proses kelahiran dan sebagainya. Setelah itu dokter melakukan serangkaian tes fisik sederhana. Kesimpulannya adalah memang anak saya mengalami keterlambatan motorik dan dalam kasus ini termasuk terlambat sedang, jadi bisa dikoreksi dengan cara melakukan fisioterapi seminggu dua kali.
Menurut dokter, keterlambatan motorik bisa disebabkan dari genetika atau pola asuh yang salah. Sepertinya yang terjadi pada anak saya adalah pola asuh yang salah, anak saya selalu digendong setiap saat, mau tidur pun harus digendong baru bisa terlelap. Parahnya lagi, saya juga jarang menstimulasi anak, misalnya rutin menengkurapkan anak dan sebagainya. Saya memang tidak berani rutin menengkurapkan dia karena saya terlalu takut dengan Sudden Infant Death Syndrome.
Hari pertama fisioterapi, saya diperbolehkan masuk ke dalam ruangan, melihat apa yang dilakukan terapis terhadap anak saya. Wah, sedih rasanya melihat anak saya nangis meraung-raung karena tidak suka harus melakukan serangkaian terapi. Terapi yang dilakukan sangat sederhana tetapi tidak terpikirkan oleh saya sama sekali. Untuk membantu proses perkembangan, saya juga diminta mempraktikannya di rumah. Terapi di rumah sakit berlangsung 45 menit dan saya bertekad mempraktikannya 10 menit sebelum saya bekerja dan 15 menit sebelum anak saya tidur di malam hari.
Hari kedua, saya tidak diperbolehkan masuk ke dalam ruangan terapi. Jadi hanya ada anak saya dan terapisnya saja. Tapi orangtua bisa melihat kegiatan terapi tersebut dari sebuah jendela kecil. Kenapa harus berdua saja dengan terapisnya? Menurut terapis, apabila orangtua terlibat, maka si anak akan menjadi manja dan selalu meminta pertolongan ke orangtuanya, sehingga dalam hal ini si anak diajarkan agar lebih mandiri dan berani dengan orang tidak dikenal (dalam hal ini terapisnya). Hari kedua anak saya pun masih meraung-raung. Terapi ini kami jalankan selama 3 bulan.
Bagaimana hasilnya? Lihat di halaman berikutnya, ya!
Saya lihat, setelah dilakukan terapi, perkembangannya makin pesat. Lambat laun kepalanya mulai tegak meskipun masih ada sedikit head lag. Pinggulnya makin lincah berotasi untuk ke posisi duduk. Di rumah saya pun rajin melakukan stimulasi terutama saat weekend karena saya adalah ibu bekerja. Selain itu, kasur juga saya turunkan ke lantai kamar, dinding-dinding saya alasi busa dan di sisi yang lain saya taruh meja yang sudah dialasi busa. Ternyata setelah tempat tidur dimodifikasi, anak saya jadi bisa rambatan! Merambat pada meja busa tersebut dan bahkan bisa naik ke atas meja! Benar-benar mengagetkan! Guling dan bantal yang biasa saya letakkan sebagai halang rintang pun bisa ditembus dengan mudah oleh anak saya. Semakin lincah saja dia!
Ini tempat anak saya 'latihan' sehari-hari
Menurut terapisnya lagi, anak saya harus sering-sering diletakkan di atas karpet tipis agar dia cepat bergerak dan setelah itu diletakkan di atas lantai langsung. Biarkan si anak bereksplorasi dengan pantauan orangtua tentunya. Kemudian agar dia bisa memahami tekstur, biarkan selama beberapa detik si anak berdiri (kalau sudah bisa berdiri) di atas batu-batuan, aspal, karpet berbulu dan sebagainya. Saya jadi mendapatkan banyak ilmu yang bermanfaat untuk stimulasi dari terapis anak saya ini.
Lalu pada akhirnya, terapis saya mengatakan bahwa di usia yang 10,5 bulan ini anak saya tidak terlihat memiliki keterlambatan motorik. Alhamdulillah!
Walaupun demikian, apakah saya selesai melakukan fisioterapi? Saya tetap meneruskan fisioterapinya sampai anak saya bisa jalan, sekalian anak saya bersosialisasi bertemu dengan kakak-kakaknya di tempat terapi. Jadi bisa dikatakan, terapi ini juga sebagai sekolah buatnya :D
PAGES:
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS