Mungkin banyak dari Mommies di sini yang punya anak yang masih suka mengompol atau BAB di celana padahal anaknya sudah cukup besar, misalnya sudah duduk di bangku SD. Wah pasti risih dong kalo punya anak yang sudah besar tapi masih suka ngompol dan BAB di celana? Jangankan ibunya, anaknya sendiri juga pasti malu dan risih karena akan diketawain dan diejek, bahkan dijauhi sama temen-temennya. Sebenernya apa sih yang menyebabkan anak-anak itu masih suka ngompol dan BAB di celana padahal sudah diajarin toilet training? Apa akibatnya untuk anak tersebut dan gimana ya cara mengatasinya?
Masalah buang air yang bukan pada tempatnya ini dalam istilah Psikologi disebut dengan Elimination Disorder yang artinya gangguan yang berpusat pada eliminasi feses atau urin dari tubuh yang pada umumnya tidak disadari. Penyebabnya dapat berasal dari fisik maupun psikologis. Elimination disorder ini terbagi menjadi 2, yaitu enuresis (mengompol) dan encopresis (BAB di celana). Yuk mari kita bahas satu per satu!
Enuresis
Pada umumnya, anak masih sering mengompol hingga usia 5 tahun, oleh karena itu hingga usia 5 tahun anak belum didiagnosis memiliki gangguan enuresis. Menurut DSM-IV-TR (kriteria untuk klasifikasi gangguan mental), anak didiagnosis memiliki gangguan eliminasi enuresis apabila masalah tersebut muncul secara berulang (paling tidak 2 kali dalam seminggu selama 3 bulan berturut-turut), disertai dengan stress atau gangguan dalam bidang sosial, akademik, atau bidan-bidang penting lainnya, dialami saat anak sudah berusia lebih dari 5 tahun, dan mengompol tersebut bukan disebabkan karena kondisi medis. Enuresis ini dibagi menjadi 3, yaitu:
Ada 3 penyebab dari enuresis. Apa saja? Lihat di halaman selanjutnya!
*Gambar dari sini
Pertama, kurangnya antidiuretic hormone (ADH) selama tidur. ADH ini membantu mengkonsentrat urin selama waktu tidur sehingga urin lebih sedikit mengandung air yang mengakibatkan volume pipis juga semakin berkurang. Menurut Norgaard, Pederson, & Djurhuus, pengarang artikel diurnal antidiuretic hormone levels in enuretics, anak yang mengalami enuresis tidak mengalami peningkatan ADH seperti anak normal lainnya, melainkan volume urin mereka yang meningkat hingga melebihi kapasitas kandung kemih mereka selama tidur, dan apabila mereka tidak terbangun maka mereka akan mengompol. Kedua, pada umumnya anak yang sudah lebih besar atau remaja dapat merasakan apabila kandung kemih mereka sudah penuh pada malam hari yang kemudian mengaktifkan impuls saraf yang menghubungkan kandung kemih dan otak. Impuls saraf ini dapat memberikan sinyal berupa mimpi tentang air atau pergi ke toilet yang biasanya dapat membangunkan mereka. Namun, menurut Ornitz, pengarang artikel prepulse inhibition of startle and the neurobiology of primary nocturnal enuresis, anak yang mengalami enuresis kurang memiliki sinyal yang terproses di otak tersebut. Ketiga, enuresis ini juga bisa diturunkan dari orang tuanya. Apabila kedua orang tua mengalami enuresis maka 77% besar kemungkinan anaknya juga mengalami, apabila hanya salah satu dari orang tuanya yang mengalami maka 44% besar kemungkinan anaknya juga mengalami.
Sebenarnya apa saja sih akibat psikologis yang bisa ditimbulkan dari enuresis?
Apa ya yang bisa dilakukan untuk mengatasi enuresis ini?
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah memasangkan alarm di piyama atau seprai yang terkena pipis anak. Apabila anak pipis maka alarm tersebut akan berbunyi. Walaupun anak belum tentu terbangun oleh alarm tersebut, biasanya secara refleks mereka akan menghentikan pipisnya selanjutnya orangtua akan membangunkan dan mengarahkan anak ke toilet untuk melanjutkan pipisnya. Ketika anak sudah selesai membersihkan diri, mereka kembali ditidurkan dan alarm disetel ulang. Cara lain adalah orangtua memberikan hadiah apabila anak berhasil bangun dengan keadaan kering, dengan begitu anak akan termotivasi untuk pipis dulu sebelum tidur dan terbangun saat ingin pipis.
Bagaimana dengan Encopresis? Simak penjelasannya di halaman berikut!
*Gambar dari sini
Sama seperti enuresis, encopresis juga ada kriteria tersendiri untuk mendiagnosis apakah anak menderita encopresis atau tidak. Kriterianya adalah:
Faktor apa saja ya yang dapat menyebabkan enuresis?
Encopresis ini dapat memberikan dampak fisik maupun psikologis pada anak. Dampak fisiknya adalah apabila anak secara sengaja menahan fesesnya untuk keluar, feses akan menumpuk di usus besar dan membentuk megacolon. Apabila tidak terselesaikan, feses yang berada di usus akan menjadi besar, keras, dan kering yang menyebabkan BAB anak menjadi menyakitkan. Seiring waktu, otot dan urat yang biasa berkontraksi akan semakin jarang mengirimkan sinyal kepada anak untuk menandakann bahwa mereka harus BAB.
Sedangkan dampak psikologis yang dialami sama seperti yang dialami oleh anak yang mengalami enuresis.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi encopresis. Pertama, memberikan serat atau obat-obatan seperti enemas, laxatives, dan lubricants agar BAB anak menjadi lancar. Kedua mengajarkan toilet training dengan tepat, seperti membimbing anak untuk mendeteksi dan merespon tanda-tanda ingin BAB, menghargai anak ketika mereka tidak BAB di celana dan menggunakan toilet dengan benar, dan secara rutin menjadwalkan waktu ke toilet setelah makan.
Yuk Mommies, coba kenali tanda-tanda apakah anaknya mengalami enuresis atau encopresis apa tidak biar bisa cepat-cepat diatasi :)