*Gambar dari sini
Setelah merebaknya wabah SARS hampir sepuluh tahun yang lalu, sekarang ada lagi Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus atau MERS-CoV yang sejak pertama kali dilaporkan tahun 2012 telah mencapai 635 kasus dengan korban meninggal 193 orang diantaranya berdasarkan data WHO sampai dengan 23 Mei 2014. Walaupun tercatat prosentase kematian menurun, dari sebelumnya mendekati 50% jadi 30%, tapi sejauh ini masih lebih tinggi dari SARS yang hanya 10-15%. Namun tingkat penyebaran MERS tidak secepat SARS. Apa yang perlu diketahui dari penyakit ini dan bagaimana penanganannya?
Apa, sih, MERS-CoV?
MERS-CoV merupakan salah satu bentuk penyakit ISPA (infeksi saluran pernafasan atas) yang disebabkan oleh virus corona. Tapi jenis virusnya berbeda dengan corona yang menimbulkan wabah penyakit SARS 11 tahun lalu. Jadi, MERS bukan SARS.
Dari mana asalnya?
Belum diketahui dengan pasti. Namun sejauh ini ditemukan bahwa tes terhadap beberapa unta di Qatar, Mesir, dan Arab Saudi serta satu kelelawar positif atas virus yang sama. Dan beberapa unta di negara sekitarnya positif mempunyai antibodi MERS-CoV yang berarti pernah terjangkit virus tersebut sebelumnya.
Penularannya?
Walau belum ada kepastian, diduga sumber penyebaran ke manusia melalui konsumsi daging atau susu unta. Untuk penularan antar manusia, sejauh ini hanya terjadi di antara mereka yang behubungan dekat dengan penderita, seperti misalnya:
Belum didapatkan bukti bahwa MERS menular dengan cepat melalui interaksi singkat di tempat umum atau berpapasan dengan penderita. Tapi di semua kasus, penderita mempunyai sejarah berkunjung ke Arab Saudi atau salah satu negara Timur Tengah dalam 14 hari sebelum gejala mulai timbul. Beberapa di antaranya tercatat mengunjungi peternakan unta dan ada yang mengonsumsi susu unta selama kunjungan.
Belum ada kasus carrier, dalam arti seseorang membawa virus namun tidak menunjukkan gejala, tapi kemudian menularkan ke orang lain. Si pembawa utama pasti sakit dahulu sebelum menularkan ke orang lain.
Selanjutnya: Bagaimana mengetahui MERS atau bukan? >>
*Gambar dari sini
Gejalanya?
Gejala MERS sangat umum seperti ISPA biasa, di antaranya:
Tapi syarat utamanya adalah riwayat berkunjung/tinggal di Timur Tengah atau merawat penderita MERS dalam selang waktu 14 hari terakhir.
Jadi tanpa syarat utama tersebut, sangat kecil kemungkinan tertular MERS.
Nah, lalu bagaimana mengetahui MERS atau bukan?
Sejauh ini, Pemerintah RI melalui Departemen Kesehatan memberlakukan scanning di bandara terhadap penumpang yang datang dari daerah Timur Tengah untuk memantau suhu badan. Jika didapati penumpang yang demam dan menderita gejala serupa ISPA, akan dirujuk ke RSUD yang ditunjuk.
Cara menentukan positif tidaknya MERS melalui tes laboratorium Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk MERS-CoV. Bila memang ada pasien yang didapati positif MERS, hanya pihak Badan Litbang Kementerian Kesehatan yang berhak memvalidasi dan mengumumkan ke publik. Sampai saat tulisan ini dibuat, di Indonesia kasus MERS masih negatif walau tercatat ada satu warga Indonesia yang positif MERS saat melaksanakan ibadah umroh dan dirawat di Jeddah.
Rumah sakit yang menjadi rujukan pasien terduga MERS tersebar di kota-kota Indonesia. Di antaranya adalah:
Siapa saja yang berisiko tinggi jika tertular?
Semua orang bisa tertular MERS-CoV tanpa ada batasan usia. Berdasarkan data, penderita MERS berusia antara 2 sampai 94 tahun. Mereka yang memiliki resiko kematian tertinggi adalah:
Selanjutnya: Apa yang bisa dilakukan untuk mencegah tertular? >>
*Gambar dari sini
Bagaimana pengobatannya bila positif tertular dan sudah adakah vaksin MERS?
Sebagaimana penyakit yang disebabkan oleh virus lainnya, yang bisa dilakukan hanyalah meringankan gejala seperti menurunkan demam dan mengurangi nyeri. Virus belum ada obatnya dan untuk MERS pembuatan vaksinnya sedang diteliti dan dijajaki.
Apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah tertular?
Seperti pada penyakit selesma atau common cold biasa, pencegahan yang dianjurkan adalah:
Sampai hari ini pemerintah belum mengeluarkan travel warning untuk pergi ke Timur Tengah, demikian pula negara-negara lain. Mungkin karena penyebarannya belum sampai tahap epidemic. Namun para pendatang dari jalur Timur Tengah akan diminta menjalani beberapa tes untuk memastikan mereka dalam kondisi sehat dan tidak ada gejala awal MERS.