Empati, Sebuah Rasa Yang Perlu Dipelajari

Behavior & Development

nenglita・24 Mar 2014

detail-thumb

Beberapa waktu lalu, di timeline Twitter beredar foto ini:

Tiga orang yang (terlihat) sehat, asyik duduk di kursi penumpang prioritas (ibu hamil, perempuan dan penyandang disabilitas), sementara di sebelah mereka, pria penyandang disabilitas malah duduk di lantai.

Ada juga foto ini yang saya ambil dari sebuah forum:

Ibu hamil duduk di lantai, sementara yang (tampak) sehat ga sedikit pun menunjukkan rasa peduli

Bagaimana dengan yang ini?

Ga perlu pakai caption ya, foto ini. Cukup menjelaskan :(

Bagaimana menurut pendapat Mommies?

Saya pelanggan angkutan umum, dan sering sekali menemukan kasus ini. Nggak hanya satu dua kali, tapi berkali-kali. Pernah suatu kali saya naik Trans Jakarta yang penuh. Saya berdiri di deretan kursi penumpang perempuan bersama banyak perempuan dan terselip satu dua lelaki. Ketika salah satu penumpang berdiri, Mommies tau, ada satu penumpang pria yang berdiri cukup jauh dari kursi tersebut, bergerak secepat kilat menuju ke kursi kosong tersebut! Semua penumpang perempuan yang berdiri terperangah, nggak sanggup mengeluarkan sepatah kata pun. Si penumpang pria itu dapat duduk dengan santai, memasang earphone, lalu memejamkan matanya.

Oh my god.

Sudah terkikiskah rasa empati kita terhadap orang lain?

Saya, nggak mau anak saya tumbuh jadi anak yang kurang rasa empatinya. Saya ingin ia dipenuhi rasa empati, rasa peduli ada sekitar, tak hanya manusia lain tapi juga lingkungan.

Empathy is the ability to understand the feelings of others, feel what they feel, and respond in helpful, compassionate ways.- dari situs ini

Empati termasuk kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang lain. – dari situs ini

Empati bukan hal yang diturunkan secara genetis, seperti fisik atau kepintaran seseorang. Empati harus dipelajari. Bagaimana mempelajarinya? Sudah pasti lewat kita, orangtuanya.

Selanjutnya: Belajar empati dari kita, orangtuanya! >>

Bagaimana kita merespon saat anak masih newborn dan menangis bisa menjadi basic si kecil belajar empati. Apakah kita merespon dengan penuh kasih? Menghampirinya saat ia menangis? Atau malah ‘nyuekin’ sampai ia lelah dan tertidur lagi?

Nggak mau mengambil kesimpulan sendiri, saya pun sempat menanyakan hal ini ke Mbak Irma Gustiana, psikolog keluarga yang praktik di Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia dan Klinik Rumah Hati.

Menurutnya, menumbuhkan empati atau rasa kepekaan terhadap orang lain, biasanya melalui contoh dan tindakan nyata/dipraktikkan. Hal ini dikarenakan fase perkembangan anak yang konkret dan praktis.

Banyak sekali kegiatan yang bisa dilakukan dengan tujuan menumbuhkan empatinya antara lain mengajak anak ke panti asuhan pada saat ulang tahun atau syukuran, melibatkan anak pada kegiatan supportif dan ketika anak menang, dia diajarkan untuk membesarkan hati teman yang kalah.

Selain memberi contoh, orangtua juga bisa menumbuhkan rasa empati lewat dongeng atau peristiwa sehari-hari kemudian meminta anak untuk menyatakan perasaannya terhadap masalah yang ada dalam cerita. Mbak Irma menambahkan, mengajak anak untuk mengunjungi teman atau keluarga yang sakit, atau bila di rumah, salah seorang anggota keluarga sakit, anak diminta untuk membantu misalnya membawakan minuman.

Selain itu, seperti yang diajarkan Ibu Elly Risman waktu saya ikut seminar dengan tema Disiplin dengan Kasih Sayang, menamakan sebuah emosi atau perasaan juga merupakan salah satu latihan anak mengenal apa itu empati. Menamakan emosi, juga merupakan hal baru bagi saya, yang baru 6 tahun jadi ibu ini. Apakah saya sudah berhasil? Belum. PR besar bagi saya, yang memang secara emosi cukup datar ini.

“Sedih itu apa sih, bu?”, pas banget semalam Langit menanyakan hal ini ke saya. Bagi kita, yang sudah terbiasa merasakan sedih, pasti sudah tau, ya. Tapi bagaimana menjelaskannya ke bocah usia 5,5 tahun apa arti dari sedih? Saya cek KBBI pun, isinya hanya “terisak-isak”. Gimana coba, menjelaskannya?

Mengajari anak untuk berbagi, bergantian saat main sebuah barang, dan seterusnya, juga salah satu pelajaran agar anak bisa berempati. Banyak bermain dengan anak lain juga menurut saya bisa menumbuhkan rasa empati. Tapi Mbak Irma menyarankan agar variasikan kelompok pertemanan si kecil. Hal ini supaya anak ngggak hanya nyaman pada satu dua anak aja. Dari sini, akan lebih terasah kepekaannya dan keluwesannya berinteraksi.

Above all, orangtua merupakan tokoh paling berpengaruh dalam kehidupan seorang anak. Untuk mengajari anak agar tumbuh menjadi orang yang penuh perhatian dan empati terhadap orang lain, maka kita harus menunjukkan pada anak bahwa kita pribadi yang penuh empati. Ingat, anak meniru lebih banyak daripada mendengar, persis seperti yang pernah saya tulis di artikel ini.

Jadi, ingin anak menjadi pribadi yang berempati? Harus dari kitanya dulu, nggak bisa ditawar-tawar!

*thumbnail dari sini