Sekitar tahun lalu, saat Nadira masih duduk di bangku playgroup, ia pernah curhat ke saya tentang seorang temannya. Kira-kira begini isi curhatannya:
N: Bu, bu, masa kemarin Siti bilang Mbak Dira jelek lho.
G: *ndredeg* Masa sih? Jelek gimana kata Siti?
N: Iya, kata Siti Mbak Dira jelek mukanya.
G: Trus perasaan Mbak Dira gimana? Sedih nggak?
N: Nggak, Mbak Dira nggak sedih.
G: Bagus kalo gitu. Di dunia ini, nggak ada orang yang jelek. Semua orang itu cantiikk lho. Inget ya, Mbak.
N: Tapi Toni dan Doni gak cantik Bu.
G: Ya iya laah.. Toni dan Doni kan boys, jadi ganteng :)
Setelah itu, saya membicarakan masalah tersebut dengan guru sekolahnya. Hanya untuk sharing aja sih, supaya sang guru lebih memperhatikan tingkah laku Siti. Saya khawatir, Siti akan melakukan tindakan lain yang lebih parah ketimbang hanya mengatai Nadira jelek.
Ternyata, kekhawatiran saya benar. Baru-baru ini, saya mendapat kabar bahwa korban Siti tidak hanya Nadira seorang. Ada beberapa anak yang sering ia katai “jelek”. Siti juga sering memprovokasi teman-temannya untuk menjauhi beberapa anak. Tentu saja, perilaku Siti membuat resah beberapa ibu di sekolah Nadira.
Saya dan ibu-ibu lain pun sempat bertukar kisah tentang anak masing-masing versus Siti. Kami pun bingung menentukan langkah selanjutnya. Mau mengadu pada si ibu, khawatir akan responnya. Untunglah, anak-anak kami tidak ada yang sekelas dengan Siti. Jadi setidaknya kami agak sedikit lega.
Saya pun mengajak ibu-ibu lain untuk menguatkan anak masing-masing. Sebab, oknum pem-bully itu akan selalu ada di setiap tahapan hidup. Jadi, kalau anak kita kuat, Insya Allah dia akan mampu mengatasi masalah-masalah seperti Siti ini.
Dari situ, saya kemudian mulai memperhatikan sifat dan sikap ibu Siti. Awalnya sih dia terkesan ramah, baik hati, dan memiliki ilmu agama yang dalam. Saya sempat terkagum-kagum dengan perhatiannya kepada orang lain.
*gambar dari sini
Namun, setelah beberapa saat kenal, saya memperhatikan beberapa sifat lain di baliknya. Rupanya, ibunda Siti ini suka sekali bergosip tentang orang lain, termasuk teman dan keluarganya sendiri, berburuk sangka dengan orang, dan memprovokasi orang. Saya pun langsung membatin “Pantas anaknya suka nge-bully. Ibunya ternyata begini toh.”
Boleh dibilang, anak itu ibarat mesin fotokopi orangtua. Apapun yang dilakukan orangtua, pasti akan dijiplak habis oleh anak. Dan herannya, anak-anak itu lebih mudah menjiplak sifat jelek orangtua ketimbang sifat baiknya.
Kejadian dengan Siti dan ibunya itu terus terang membuat saya melakukan introspeksi diri. Apakah saya memberikan contoh baik pada Nadira? Jangan-jangan, ada beberapa tingkah buruk saya yang dijiplak Nadira lalu dipraktikkan diam-diam? Duh jangan sampe deh!
Terus, saya juga pernah dicurhati seorang teman tentang anaknya yang dipukuli oleh teman sekolahnya. Saat teman saya mencoba berkomunikasi dengan orangtua si pemukul, komentarnya hanya begini: “Anak saya nggak akan mukul kalau tidak diprovokasi.” Sounds defensive, right? Padahal, di sekolah itu, si pemukul dikenal suka mem-bully. Jika ada yang berani melawannya, ia akan minta bantuan kakaknya untuk memukuli anak itu. Dan orangtuanya mendukung si anak agar tidak kalah kalau bertengkar. Mendengarnya saja saya sedih. Mau jadi apa anak-anak itu kalau dewasa?
Jadi, menurut saya nih, kalau kita mendapatkan laporan bahwa anak kita mem-bully, mengganggu atau bersikap menyebalkan di sekolah maupun lingkungan, jangan langsung tersinggung, defensif, atau memarahi anak. Pertama-tama, introspeksi diri dulu lah. Jangan sampai keburu marah dan sibuk menyalahkan anak maupun orang lain, padahal sebenarnya, kesalahan ada di diri kita sendiri.
Memang sulit sih memberantas aksi bullying. Tapi kalau kita bisa memberikan contoh yang baik, dan menyiapkan anak untuk menjadi pribadi yang tough, mudah-mudahan anak-anak kita tidak menjadi pelaku maupun korban bullying ya Moms.