Sudah cukup lama saya mendengar tentang Goa Pindul yang terletak di Desa Bejiharjo (Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta) tapi baru Oktober 2013 lalu pede mengajak Rakata-Ranaka cave tubing di sana. Maklum, saya dan suami juga belum pernah mencobanya, jadi tidak memiliki gambaran tentang situasi yang akan dihadapi selain fakta kami akan duduk di atas ban, mengapung di air, lalu masuk ke dalam goa.
Ternyata, tidak seperti bayangan kami sebelumnya, obyek wisata ini sudah tertata dan dikelola cukup baik—meski sempat ada sengketa mengenai kepemilikan lahan maupun kecaman pihak tertentu yang mengganggap goa ini overeksploitasi.
Terlepas dari gonjang-ganjing tersebut, cave tubing di Goa Pindul merupakan alternatif liburan keluarga yang menyenangkan, kok. Setidaknya ada enam alasan yang membuat aktivitas ini sangat memungkinkan untuk mengajak anak (bahkan balita dan bayi sekalipun).
1. Jarak dari jalan utama tidak jauh
Dari parkiran operator tur, untuk menuju goa bisa naik mobil bak terbuka lanjut jalan kaki beberapa menit dengan medan yang tidak berat—belum sempat pegal meski sambil gendong anak plus ban sekaligus :D
2. Bebas arus
Tidak seperti arung jeram, body rafting, atau river tubing yang memanfaatkan arus sungai, air di sini berasal dari mata air di dasar goa. Ban cuma bisa bergerak bila ditarik/didorong pemandu.
3. Rutenya pendek
Panjang goa hanya 350 meter, dan durasi tur tidak sampai 30 menit.
4. Tidak melulu gelap
Goa terbagi menjadi tiga zona, yaitu zona terang, zona remang, dan zona gelap. Tidak lama berada di zona gelap, tahu-tahu sudah masuk zona remang dan zona terang lagi untuk menuju ujung goa satunya.
5. Banyak yang dilihat
Saya sempat khawatir Rakata-Ranaka akan takut di dalam goa, tapi ternyata tidak. Mungkin karena di dalamnya ada sarang kelelawar, stalakmit dan stalaktit (salah satunya merupakan yang terbesar ke-4 di dunia!), batu kristal yang berkilauan bila disinari cahaya senter, dan berbagai hal yang bisa nge-distract perhatian mereka.
Tapi jika anak sudah gelisah sejak awal, sebaiknya tidak maksa untuk lanjut hingga selesai. Bukan hanya kasihan anaknya, jadinya malah egois karena berpotensi menganggu pengunjung lain. Bagaimanapun, selain melongok isi goa, hal yang 'dijual' cave tubing di antaranya adalah meresapi kesunyian dalam kegelapan abadi. Kebayang, dong, betapa menyebalkannya bila malah terdengar tangisan anak kecil?
6. Standar harga resmi
Meski ada banyak operator tur, semua mematok biaya sama dan tertulis di pamflet resmi, yaitu Rp 30.000 per orang dewasa (Rakata-Ranaka masing-masing Rp 15.000 karena masih dipangku, belum pakai ban sendiri). Biaya segitu sudah termasuk jasa pemandu, sewa ban, life-vest, dan sepatu karet. Operator tur saya bahkan menyediakan free-flow teh manis hangat.
Berhubung sambil nenteng anak, tentu ada beberapa hal yang mesti lebih diperhatikan. Berikut kiat dari saya, semoga membantu Mommies yang juga mau mengajak anaknya cave tubing, ya :)
- Pakai lotion anti nyamuk
Saya kurang tahu apakah di dalam goa ada nyamuk atau tidak (karena sebelumnya sudah mengoles anti nyamuk). Yang jelas, di dalam goa akan bertemu dua jenis kelelawar yang salah satunya adalah jenis pemakan serangga (termasuk nyamuk).
- Bawa baju ganti
Tadinya saya kira Rakata-Ranaka tidak akan basah karena posisi mereka dipangku, tapi tahunya basah juga sedikit. Meski di sekitar lokasi ada beberapa kamar mandi (dengan kondisi super-sederhana), saya malas ribet dan membersihkan Rakata-Ranaka pakai tisu basah saja di dalam mobil.
- Hindari jam padat pengunjung
Berhubung Goa Pindul lagi hits, pengunjung yang datang lumayan membludak pas weekend, apalagi kalau libur panjang. Kami beruntung meski datang hari Minggu tapi tidak perlu antre. Hanya ada satu rombongan kecil di depan kami. Mungkin karena datangnya menjelang sore, ya (sekitar pukul 15.00). Pemandu kami cerita, beberapa jam sebelum kami datang, pengunjung sangat ramai sampai-sampai sempat macet di dalam goa :D
- Lepas life-vest anak
Ya, saya tahu jadinya malah mengindahkan faktor keamanan, apalagi kedalaman air berkisar 5-9 meter, bahkan di beberapa spot mencapai 12 meter. Tapi, life-vest yang disediakan ukurannya masih terlalu besar untuk dipakai balita, sehingga saat duduk di ban jadi kurang nyaman. Karena itu, kami melepas life-vest Rakata-Ranaka dan hanya menyampirkannya di paha mereka.
- Bawa senter
Meski pemandu sudah pegang senter, tapi anak-anak pasti akan senang bila bisa menyinari dinding-dinding goa dengan senter di tangannya sendiri.
- Tidak bawa kamera
Posisi duduk setengah tiduran di atas ban (sambil mangku balita pula) merupakan posisi sulit untuk mengambil foto. Lagipula, kehadiran kamera takutnya malah membuat kita lebih fokus menjaga kamera (kalau kamera nyemplung, servis mahal... kalau anak nyemplung, paling basah doang, hahaha). Untuk dokumentasi, saya pilih bawa ponsel yang dibungkus plastik kresek dan dimasukkan ke saku life-vest. Tapi itu kalau bawa dua balita, ya. Kalau cuma satu, tentu yang tidak memangku anak bisa leluasa memegang kamera.
Oh, ada satu hal penting lain yang tidak boleh dilupakan. Jika ke sini bersama suami, pastikan suami mengikuti petuah pemandu untuk memegang batu yang bentuknya menyerupai kelamin laki-laki. Begitu malamnya saya coba 'test drive', batu yang dipercaya dapat meningkatkan keperkasaan laki-laki tersebut sepertinya menunjukkan khasiatnya, hahaha. Tahu begitu, dibanding sekadar ngelus, seharusnya saya suruh suami untuk peluk-peluk batunya sekalian, deh :D