Siapa yang (nggak) pernah ngalamin? :p
Di suatu siang di hari Minggu yang cerah, saya baru kurang lebih 3 minggu melahirkan anak yang ke-2, Ainikko atau biasanya kami panggil dengan nama NikNik. Siang itu saya berargumentasi hebat dengan sebut saja namanya Rini, baby sitter andal, usianya sekitar 24 tahun.
Rini sudah 4,5tahun tinggal bareng kami. Rini mengasuh anak saya yang pertama, Hanami, sejak usia 3 bulan. Dia memang baby sitter profesional. Waktu baru pertama kali sampai di rumah saya, dia sudah menunjukkan bahwa dia berpengalaman. Hal ini dibuktikan dengan dia sangat proaktif menanyakan di mana rumah sakit terdekat, dan bila saya tidak di rumah, di mana pangkalan taksi terdekat. Apakah Hanami punya kartu asuransi atau tidak, dan hal-hal lainnya seputar penanganan kalau Hanami mengalami kondisi darurat saat saya sedang bekerja atau tidak ada di rumah.
Rini juga bekerja dengan andal, meski sebelumnya tidak pernah mengasuh anak yang minum ASIP, dengan cepat Rini menerapkan semua langkah-langkah yang ia peroleh dari Kelas Edukasi yang diadakan oleh AIMI. Kami berdua ikut kelas ini dan Rini lihai mengatur ASIP mana yang harus diturunkan dari freezer dan berapa jumlahnya sesuai dengan berapa jam saya akan meninggalkan Hanami waktu itu.
Ketika sudah mulai toilet training, Rini men-training Hanami dengan sukses. Seingat saya, paling hanya 2-3 kali ngompol dan sisanya lancar jaya sampai hari ini. Urusan disiplin seperti jam makan, mandi dan sikat gigi, Hanami lebih tertib daripada saya :p. Berkat Rini juga tentunya.
Rini jago masak. Sampai suatu saat, ketika Hanami sudah selesai MPASI dan makan table food alias makanan keluarga, Rini yang memasak untuk semua orang, bukan untuk Hanami saja. Bukan cuma masakan, sempat-sempatnya dia juga memasak cemilan, misalnya puding, roti atau sekadar pisang goreng.
Saya mengompensasi kinerja Rini sesuai kesepakatan. Gajinya naik Rp. 50.000 tiap 6 bulan dan tambahan gaji karena dia masak untuk keluarga saya ditambah uang pulsa karena dia harus membalas sms-sms saya saat saya tidak di rumah dan mendapat pilihan hari libur yang disepakati bersama.
Intinya, Rini adalah baby sitter yang bisa dibilang ideal. Meski sesekali terlihat bad mood, judes atau lagi jenuh, saya pikir wajar aja (walau kadang sebel juga :p).
Kedekatan Rini dengan Hanami apakah membuat saya cemburu? Nggak juga, sih. Oiya, soal cemburu, coba cek link berikut ini “Bersaing dengan Pengasuh Anak” dari 24hourparenting.com. Bermanfaat nih, buat ibu yang yah, mungkin kadang terselip perasaan ini :)
Balik lagi, ya, sampai datanglah siang itu, di saat saya mungkin juga belum dalam kondisi fit karena masih masa pemulihan dari operasi sesar melahirkan NikNik, dan sebagai ibu dari seorang bayi, tentunya punya banyak kekhawatiran tentang pengasuhan NikNik, saat itu terutama soal pemberian ASIP.
Saya ingin NikNik minum ASIP dengan cupfeeder, tidak dengan botol dot. Memang Hanami dulu minum ASIP oleh Rini dengan botol dot dan tidak mengalami bingung puting dan tidak ada masalah juga dengan giginya. Tapi, untuk NikNik saya dan suami memutuskan untuk NikNik mumpung mulai lagi dari awal, untuk menggunakan cupfeeder. Kami sudah riset kecil-kecilan baca beberapa referensi dan juga cek video di Youtube dan yakin dengan pilihan ini.
Tapi, ada 1 hambatan, yaitu Rini.
Sejak sebelum NikNik lahir, Rini sempat beberapa membahas soal pemberian ASIP dan terus mempertanyakan gimana nanti kalau NikNik sedang saya tinggal menyupiri Hanami ke sekolah, akan minum ASIP pakai apa, kenapa dan beberapa pertanyaan teknis lainnya.
Saya tetap dengan rencana, kita coba dengan cupfeeder. Saya pun sudah meminta bantuan teman yang bayinya berhasil minum ASIP dengan cupfeeder untuk mengenalkan dengan pengasuh bayinya, sehingga bisa membantu Rini. Kami pikir dengan cara ini lebih efektif. Ada penolakan dari Rini untuk ide ini. Entah mengapa. Mungkin ego. Rini selalu bilang, “Saya coba sendiri aja.”
Balik lagi ke siang itu, kami berargumentasi di tangga rumah saya. Saya hendak turun dari kamar karena saya dengar NikNik nangis sudah cukup lama, Rini mencegah saya di tangga. Alasan dia, suami saya sedang mencoba memberikan ASIP ke NikNik dengan cupfeeder. Ketika saya tanya, kenapa bukan dia yang memberikan karena yang perlu banyak latihan kan Rini, dia bilang dia ingin suami saya tahu seperti apa memberikan ASIP dengan cupfeeder. Rini emosi.
OK, saatnya ngobrol.
Saya ajak Rini ke kamar dan ngobrol, kami ngobrol panjang lebar. Rini mendebat saya soal cupfeeder dan mengatakan saya dan suami saya terlalu banyak mengikuti teori. Waduh. Mungkin ini waktunya untuk melepaskan dia. Obrolan berakhir dengan baik-baik saja.
Keesokan harinya, Rini mengundurkan diri lewat surat. Saya langsung mengiyakan tanpa ragu-ragu. Walau ada rasa khawatir, gimana cara dapet baby sitter yang seperti Rini lagi, dan gimana menjalani hari-hari tanpa Rini padahal selama ini sudah sangat terbiasa (atau mungkin tergantung) sama dia.
Kalau menurut teman baik saya, hal ini terjadi karena melahirkan saya banyak di rumah sehingga saya jadi memperhatikan hal-hal detail yang biasanya bisa saya maklumi, tapi karena terasa dan terlihat di depan mata, jadi lebih emosi menghadapinya. Mungkin ada benarnya.
The show must go on, right Mommies?
Saya menerima keadaan Rini sudah nggak tinggal di rumah saya lagi. Mulai mencari penggantinya dan saya dapatkan sebulan kemudian. Belum secanggih Rini, tapi ya itulah intinya, nggak ada pengasuh yang sempurna sebagaimana nggak ada orangtua yang sempurna. Hal ini saya dapatkan dari “10 Hal Saat Seleksi Nanny?” di 24hourparenting.com.
Pengganti Rini, mau menerima tawaran untuk belajar memberi ASIP dari pengasuh bayi teman saya. Proses belajar berjalan baik dan dia lancar memberikan ASIP dengan cupfeeder ke NikNik.
Happy ending kali ini. Tapi, dengan pengalaman ini saya jadi siap untuk drama-drama lainnya yang mungkin terjadi dan tidak bisa dihindari.
Yulia Indriati adalah content manager di 24hourparenting.com. 24hourparenting.com adalah adalah situs parenting yang memuat how-to-parenting, singkat dan to the point, juga membahas tentang menjadi orangtua, dan ide kegiatan ortu-anak. Dilengkapi visual yang semoga asik. Diasuh oleh psikolog dan orangtua.