banner-detik
PREGNANCY

Ya, Saya Nggak Siap Jadi Ibu

author

sanetya03 Dec 2013

Ya, Saya Nggak Siap Jadi Ibu

Selamat, ya, Man. Salut, deh, mau mengulang siklusnya. Begadang, atur ulang keuangan ... ah, kalau gue belum tahu, nih, kapan siap lagi.”

Kalimat di atas saya terima dari seseorang saat ia tahu kabar terbaru dari saya. And then it hit me. Mungkin poin pertama kenapa saya menunda tambah anak adalah itu ... saya takut mengulang siklus jadi “ibu baru”. O, ya, sekarang saya sedang mengandung anak kedua, baru mau masuk bulan ketiga. *nyengir

Saya pernah terlibat percakapan santai dengan Lita di kantor mengenai peran kami sebagai istri dan ibu. Lita bilang dia tidak pernah membayangkan dirinya jadi istri, beda halnya dengan menjadi ibu. Saya menimpalinya dengan berkata kalau saya berkontradiksi dengannya. Saya nggak pernah bisa membayangkan diri saya jadi ibu. Saya dan suami melalui masa pacaran lama. Dari awal kami pacaran, saya sudah yakin kalau satu hari nanti kami akan menikah. Saya bisa membayangkan diri saya jadi seorang istri tapi menjadi seorang ibu tidak pernah terlintas dalam pikiran. Mungkin saya merasa saya kurang bisa momong anak, ya. Saya moody, kurang bisa berbasa-basi, dan egois ... kombinasi mematikan. Apa jadinya kalau punya anak? Haha.

Lucunya, saya baru ngeh soal perasaan itu ketika Igo hadir dalam hidup saya. Telat, ya. Biarpun saya nggak pernah bayangkan diri jadi ibu, bukan berarti saya lantas memutuskan untuk tidak punya anak. Dulu, saya hanya menganggap punya anak adalah fase hidup yang harus dijalani setelah menikah. Mosok menikah tapi nggak mau punya anak? Begitulah pemikiran dangkal saya. Waktu setahun pertama menikah belum kunjung hamil, saya supersantai. Saya betul-betul menikmati waktu berdua dengan suami. Dia juga begitu, nyaman dengan kondisi berdua walaupun kanan-kiri, seperti biasa, sudah kasak-kusuk bertanya. Waktu itu saya pernah membatin, “Enak, nih, begini. Bebaaas, nggak ada tanggungan” dan tanpa disadari saya masuk comfort zone (ternyata kutukan comfort zone bukan cuma soal pekerjaan). Saya itu penghuni comfort zone sejati, butuh dorongan dari luar untuk maju. Dan soal jadi ibu, dorongan apa lagi yang cocok buat saya selain tanda positif di alat tes kehamilan di saat yang tidak terduga?

Apakah lantas saya masuk fase penyangkalan saat tahu hamil? Alhamdulillah tidak. Saya justru berpikir, “Ah, nggak akan semenakutkan itu lah.” Lantas saya menjalaninya dengan maksimal, cari informasi sana-sini. Saya nggak mau anak ini lahir di tengah ketidaksiapan saya jadi ibu. Hari berlalu, bulan dan tahun berganti ... nggak terasa Igo sudah mau 5 tahun. Apakah saya sudah terbiasa jadi ibu? Beluuum. Ketidaksiapan yang dulu saya rasakan kembali hadir saat ditanya kapan rencana kasih adik untuk Igo, kali ini rasa takutnya berhubungan dengan finansial. Wajar, dong? Dari segi mental, saya memang lebih siap tapi materi ...  memang, sih, kondisi sekarang jauh lebih baik ketimbang dulu tapi biaya hidup, kan, juga naik, ya? Terdengar kurang bisa pasrah dan ikhlas? Memang. Itu juga salah satu hal yang saya berusaha ubah mati-matian. Saya kembali masuk comfort zone padahal suami ngebet banget mau tambah anak.

Awal tahun ini kami dapat rezeki nomplok. Kami akhirnya bisa ambil KPR. Prosesnya cepat sekali, sampai detik ini saya masih belum percaya dulu bisa semudah itu. Jodoh memang nggak ke mana, deh. Beberapa waktu setelahnya, saya terbangun tengah malam dan tidak bisa tidur lagi, saat itu entah kenapa saya berpikir soal tambah anak. Idealnya buat saya, anak kedua hadir kalau rumah sudah renovasi dan kami pindah ke sana. Lantas saya berpikir, rezeki dari Yang Di Atas untuk kami banyak sekali, saya jadi merasa kalau saya menunda anak karena ada poin materi yang ingin saya kejar rasanya, kok, seperti menantang Dia. Akhirnya saya memutuskan untuk mendorong diri sendiri keluar dari comfort zone. Saya putuskan untuk stop konsumsi pil KB. Pikir saya, toh biasanya nggak akan langsung hamil. Saya “terjun bebas”, menantang diri sendiri untuk bisa pasrah. Dan kembali, di saat tidak terduga, tes kehamilan itu mengeluarkan dua garis. Kembali takutkah saya? Harus saya akui ada beberapa hal yang saya cemaskan tapi, ya, saya harus bisa pasrah dan ikhlas karena toh usaha kami maksimal.

Doakan proses saya berjalan lancar, ya :)

Share Article

author

sanetya

-


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan