O ow, ternyata istilah Terrible Twos itu benar adanya, ya? Sungguh, walau rasanya sudah khatam baca obrolan Mommies di thread ini , dan selalu bersyukur karena selama 24 bulan belum pernah ketemuan sama si tantrum, akhirnya tamu yang tidak ditunggu itu datang juga. Tapi sebelum cerita soal tamu yang tak diundang, mari kita cari tahu, apa sebetulnya tantrum? Menurut situs BabyCenter, "A temper tantrum is the emotional equivalent of a summer storm – sudden and sometimes fierce, but often over as quickly as it starts." Nah, kondisi datang tak diundang dan pulang tak diantar inilah yang, jujur, membuat saya kaget. Karena selama 24 bulan bersama, Menik belum pernah tantrum. Saya tidak pernah berhadapan dengan drama anak nangis teriak-teriak tanpa sebab yang jelas.
Awal hari itu sebetulnya baik. Saya dan Menik mau pergi ke daerah bernama Kalipah Apo, Menik duduk di booster seat-nya, dan saya ada di kursi supir. Lima menit setelah kami meninggalkan rumah, Menik terlihat gusar dengan seat belt. "Bu, ndak!! Lepas.. Bu!" Kalimat ini diulang 100 kali! Karena saya lihat tidak ada yang salah, saya bernegosiasi (yang biasanya berhasil). "Kenapa Menik? Nggak mau pake seat belt? Nggak bisa, dong. Kita lagi di mobil, harus dipakai sabuknya. Nanti kalau sudah sampai, baru dilepas. Okay?" Lalu si nona yang baru berusia 2 tahun ini menjawab dengan lantang "Ndak, Buuuu!!! NDAAAKK!" Lalu tantrum, dong!! Menik menangis keras, meraung-raung, dan sibuk mau melepas sabuk pengamannya. Saya sempat bengong sepersekian detik, karena ini adalah kejadian untuk pertama kalinya. Di lampu merah, saya coba menenangkan Menik, biasanya kalau ada maunya di mobil dan saya lagi nyetir, Menik saja ajak berpegangan tangan. Kali ini ajakan saya ditolak mentah-mentah, dan Menik tetap meraung. Akhirnya saya sampai pada titik "Ya udah, deh, Menik nangis aja. Nanti paling Menik capek. Kalau mau minum bilang, ya. Ibu mau nyetir dulu.." Dan menangislah Menik di sepanjang perjalanan.
Ketika hampir sampai di tujuan, saya melihat ada kios 'Pisang Ijo' kesukaan Menik. Masih dalam keadaan pekak telinga karena tangisan Menik, saya iseng bilang "Eh, ada pisang ijo! Menik mau?" ZAPPPP!! Berhenti tangisnya dan jawaban "IYA!!" terdengar dari mulut kecilnya. Another 'bengong' moment! Idih Meniikkk, dari tadi ngeraung nggak jelas dan Ibu harus berusaha terlihat biasa saja padahal udah kesal, eh, baru ditawarin pisang ijo langsung beres dramanya. *Tenggak pil sabar*
Malam harinya, si tantrum datang lagi. Kali ini karena anaknya sudah mengantuk, sudah kepengin nyusu sama ibunya.
"Bu, susu!"
"Oke, sikat gigi dulu, yuk!"
"NDAAAKKK! SUSUUUU!"
loh, kok drama lagii? *tenggak 10 pil sabar!!* Kemudian senyum.
"Menik harus sikat gigi dulu, ganti baju, baru nyusu." Karena si sabar tidak cukup panjang, saya langsung angkat Menik ke kamar mandi walau anaknya nangis teriak-teriak. Saya buka bajunya, saya cuci tangan dan ambil sikat giginya. Saat itu, Menik nangis kencang sekali kemudian memanggil ayahnya. Sumpah, kalau dengar suaranya saja, saya yakin orang mikir si Menik lagi dipukulin kali. Nangisnya lebay, banget! Karena dipanggil terus, suami akhirnya masuk kamar mandi dan berusaha membantu. Apakah dengan kedatangan ayahnya, tantrum Menik mereda? Alhamdulillah, berhenti tangisnya dan mau sikat gigi.
Tapi.. kebahagiaan tidak berlangsung lama. Anaknya ingat kalau main air di kamar mandi itu menyenangkan, jadi Menik marah pas sesi sikat gigi sudah selesai. Nangis lagi. Teriak-teriak lagi. Di kamar, anaknya nggak mau pakai baju. Dengan badan dibungkus handuk, Menik sibuk teriak..'
"Bu, ndak bu! Ndak pake baju, bu!! BUANG! BUAANGG!"
Ih, ya ampun, ini niru siapa, sih? *Nangis!!*
Untuk mengembalikan rasa sabar, saya meninggalkan Menik di kamar. Saya duduk di depan tv, berusaha mengatur nafas. Rino masuk kamar untuk mencoba memakaikan baju Menik, tapi yang bersangkutan ditolak, hahaha. 10 menit saya menenangkan diri di luar kamar, akhirnya saya masuk kamar dan memeluk tubuh kecil yang masih dalam bungkusan handuk. Lucunya, Menik tidak menolak dipeluk! Tangannya dijulurkan ke atas bahu saya kemudian menangis terisak, "Ndak pake baju, bu! ndak..." Saya elus punggungnya dan perlahan saya pakaikan celana dan baju. Memberontak sesekali, sih, tapi Alhamdulillah berhasil juga. Beres pakai baju, saya matikan lampu, dan saya susui. Tiga menit saja, Menik langsung tidur. Capek, ya, nak? :')
***
Seru banget, ya, ternyata kalau tantrum datang! Malamnya saya browsing, di thread Terrible Two, cara menghadapi tantrum, ya, (hanya) dengan bersabar. "Diemin aja, asal nggak ada yang membahayakan. Nanti juga berhenti sendiri" Begitu rata-rata saran yang banyak dikemukakan. Di beberapa situs parenting, tantrum bisa dihadapi dengan:
1. Don't lose your cool. Teriakan berbalas teriakan akan menghasilkan ledakan, kan? Jadi jangan berbalas teriak. Hadapi dengan tone suara normal. Jika tantrum datang ketika sedang di tempat umum, dekati si anak, peluk, gendong, lakukan apapun untuk menenangkan dirinya. Kalau bisa, bawa ke tempat yang sepi. Suasana nyaman biasanya bisa meredakan emosi.
2. Ajak anak bicara setelah badai tantrum mereda. Jika memungkinkan, cari penyebabnya, dan berikan penjelasan sederhana.
3. Perhatikan tanda anak kelelahan dan hal-hal yang membuat anak merasa tidak nyaman. Biasanya inilah penyebab awal tantrum terjadi.
Oh ya, perhatikan frekuensi tantrum. Jika tantrum datang setiap hari setelah anak berusia 2.5 tahun, coba konsultasi ke dokter. Jika usianya dibawah 2.5 tahun dan sering tantrum sebanyak 3-4 kali sehari serta tidak bisa diajak berkomunikasi dengan baik soal rutinitas (membereskan mainan atau mengenakan baju), konsultasi juga ke dokter untuk diobservasi lebih lanjut. Dokter akan mencari tahu apakah ada gangguan secara fisik atau psikis yang berkaitan dengan tantrum ini.
Sejujurnya, saya tidak siap dan tidak ingin menghadapi tantrum. Jadi doa saya sekarang adalah: Mudah-mudahan Menik nggak tantrum lagi, ya! Aamiin!! :'D
**
Referensi : http://www.babycenter.com/0_tantrums-why-they-happen-and-what-to-do-about-them_63649.bc
thumbnail dari sini