Hari ini tepat seminggu saya berada di Chiba, Jepang.
Selama seminggu, hal yang paling menarik perhatian saya adalah tentang kemandirian yang dimiliki oleh ibu-ibu di sini.
Sebagai pengantar, sangat jarang keluarga yang memiliki asisten rumah tangga, seperti layaknya keluarga di Jakarta, sehingga semua urusan rumah tangga ya dikerjakan oleh si ibu. Dari mulai beres-beres rumah, belanja kebutuhan rumah tangga, mengurus kebutuhan anak seharian termasuk mengantar jemput si anak ke sekolah. Yang lebih serunya lagi, di sini sangat sulit mendapatkan surat izin mengemudi, ditambah mahalnya harga mobil dan harga parkir, sehingga ibu-ibu di sini lebih memilih sepeda sebagai kendaraan sehari-hari.
Sepeda yang umum dipakai oleh ibu-ibu disebut mamachari. Sepeda ini umumnya harganya sedikit lebih mahal dari sepeda biasa karena konstruksinya memang dibuat untuk mampu membawa 2 anak, di boncengan belakang dan boncengan depan.
Jadi pemandangan seperti ini sudah biasa saya temui di jalan-jalan di Chiba.
pic taken from here
FYI, tidak semua jalan raya di Chiba ini mendatar atau menurun, banyak juga tanjakan yang lumayan banget lho, kalo harus sambil gowes bawa 2 anak :)
Ibu dengan 2 anak, biasanya yang besar sudah bisa jalan (walaupun masih balita) dan yang kecil digendong dengan ergo, bisa santai belanja kebutuhan rumah tangga di supermarket. Tidak ada baby sitter dan tidak ada supir untuk membantu memasukkan belanjaan ke mobil.
Selesai belanja, mereka masih harus membungkus dan mengemas belanjaan mereka sendiri, tidak dibantu oleh mas-mas kasir seperti yang kita jumpai di Giant atau Carrefour Jakarta :) Keluar dari supermarket, anak-anak didudukkan ke kursinya, pasangi helm, masukkan plastik belanjaan ke stang sepeda, dan lalu gowes ke rumah.
Jarang sekali saya temui ibu-ibu di sini cemberut dan memarahi anaknya di supermarket, seperti yang sering saya lakukan di Serpong dulu :( mereka sungguh santai menjalani perannya sebagai ibu. Tidak ada beban.
Suatu sore saya berkesempatan untuk mengobrol dengan kumpulan ibu-ibu di taman belakang asrama saya, mereka bilang begini:
Di sini tidak semua perempuan dikasih kesempatan jadi ibu, maka kita-kita ini yang sudah diberi anugerah harusnya memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Toh anak-anak kita tidak akan kecil selamanya, embrace the moment. Nanti kalau mereka sudah besar, kita akan sangat rindu dengan tangisan dan teriakan mereka
Ouchhh, tertampar deh dengar perkataannya...
Saya, waktu tinggal di Serpong termasuk ibu-ibu dengan tingkat kesabaran sangat rendah. Bawaannya spanneng kalo pergi dengan 2 anak ga ajak rombongan ART :) Tapi di sini, saya disadarkan bahwa menjadi ibu itu sungguh suatu anugerah. Jadi seharusnya saya bersyukur masih bisa punya anak 2 meskipun 2-2nya termasuk yang susah diam :) Apalagi sekarang saya terpaksa berpisah sementara dengan kedua anak saya.
Jadi untuk ibu-ibu di Jakarta sana, yang masih bisa memandangi buah hatinya saat terlelap, yang masih bisa menyusui anaknya setiap saat, yang masih bisa melihat keaktifan anaknya yang ga mau diam, syukuri itu...
Mereka ga selamanya jadi anak kecil. Dan terutama karena tidak semua perempuan berkesempatan mengalami itu semua. Embrace the moment....
Ada kalimat terakhir yang bikin saya super haru:
bersyukur dengan tulus....
dan ikhlas itu akan datang dengan sendirinya....