Sorry, we couldn't find any article matching ''
Sekolah Usia Dini, Bagus Untuk Perkembangan Anak?
Mungkin ada 1001 alasan kenapa orangtua memutuskan untuk memasukan anak batitanya ke preschool. Yang jadi pertanyan, perlukah nak masuk sekolah di usianya yang begitu belia? Pertanyaan seperti ini jugalah yang sering saya tanyakan ke diri sendiri dan orang terdekat seperti suami “Perlu nggak, sih, Bumi masuk kelompok bermain?”
Sejak Bumi usia 2 tahun saya memang sudah memiliki keinginan untuk menyekolahkannya. Supaya lebih pintar bersosialisasi dan mandiri, pikir saya waktu itu. Tapi karena niatnya belum mantap dan masih banyak pertimbangan, ujung-ujungnya waktu itu Bumi batal masuk preschool.
Suatu hari, saya juga sempat membaca sebuah artikel yang masih saya ingat sampai sekarang. Di situ salah satu psikolog perkembangan, David Elkind berpendapat, jika orangtua mampu menyediakan pendidikan anak usia pra sekolah di rumah, cukup kompeten serta punya dedikasi, dalam pengertian cukup waktu dan energi untuk menstimulasi anak secara khusus. Sebenarnya preschool tidaklah penting. Terlebih jika lingkungan rumah memungkinkan anak bermain dengan teman sebaya dan bertemu orang dewasa selain orang tua. Namun jika kondisi yang terjadi justru sebaliknya, itu tandanya preschool menjadi hal yang penting.
Jika David Elkind berpendapat seperti itu, lain lagi dengan Faisal M.ED. Selaku praktisi pendidikan sekaligus Vice Principal dari International Islamic School di Kuala Lumpur, Faisal mempunyai pandangan tersendiri. Di mana katanya, sebaiknya anak mulai sekolah saat usianya menginjak 3 tahun. Di bawah itu, sebaiknya ‘sekolah’ di rumah dulu saja, karena tingkat kedewasaan anak-anak untuk menerima segala aktivitas di sekolah belum ada. Saya memang sempat datang ke workshop pendidikan yang digelar SuperMoms dengan pembicara Faisal M.ED yang sudah saya tulis dalam artikel ini.
Waktu itu, ia juga bilang, “Tunggu saja sampai si anak meminta untuk sekolah. Saat ia sudah bosan bermain dengan mainannya, dan butuh orang lain untuk diajak bermain. Biasanya sih, anak-anak dengan ibu yang tidak bekerja lebih cepat meminta untuk sekolah. Mungkin kerena mereka sudah bosan main dengan ibunya terus,” ujarnya sambil berseloroh.
Kata-katanya yang bilang kalau sekolah itu untuk kebutuhan anak, bukan orangtuanya juga seakan-akan terus terngiang di telinga. “Jadi tunggu saja sampai mereka memintanya,” tegasnya waktu itu.
Hingga Bumi berusia 3 tahun, Mei lalu, dia memang tidak pernah mengutarakan keinginannya secara eksplisit untuk sekolah. Tapi, kalau saya pancing dengan mengatakan berbagai hal yang enak kalau dia sekolah, Bumi pun lantas bilang kalau mau sekolah :D Akhirnya setelah mempertimbangkan banyak hal, saya dan suami pun akhirnya memutuskan untuk memasukan Bumi ke kelompok bermain di tahun ajaran ini. Alhamdulillah, ternyata dia sangat menikmatinya.
Sebenarnya, keyakinan saya bertambah yakin untuk memasukan Bumi ke kelompok bermain ketika saya sempat berbincang dengan Rosdiana Setyaningrum, MPsi, MHPEd. Psikolog anak yang sering wira wiri menjadi pembicara di berbagai acara ini memiliki perspektif yang semakin meneguhkan niat saya.
“Banyak sekali, kok, manfaat yang didapatkan jika menyekolahkan anak pada usia dini. Hal ini memang berkaitan dengan fasilitas yang otomatis lebih banyak dibandingkan di rumah. Dengan berkumpul bersama teman-teman seusianya, si kecil juga bisa belajar bersosialisasi dan tentu anak banyak bergerak.”
Ia pun menceritakan pengalaman pribadinya kalau kedua anaknya juga sudah masuk preschool sejak usianya satu tahun. “Saya lihat sendiri perkembangannya sangat bagus. Jika banyak orangtua yang khawatir jika anaknya akan mengalami bosan sekolah, sebenarnya yang terjadi tidak demikian.”
Perempuan yang biasa disapa Mbak Diana ini menjelaskan kalau memasukkan anak ke preschool merupakan salah satu alat bantu yang membantu orang tua untuk memberikan stimulasi yang tepat. Di mana anak-anak usia di bawah lima tahun memang masih membutuhkan kegiatan fisik yang lebih banyak.
“Otak anak-anak usia balita justru memang disempurnakan dari banyaknya mereka bergerak. Jadi belum pada tahap menuntut anak bisa baca dan menulis.”
Kegiatan fisik yang dimaksud bisa lewat aktivitas menari, menyanyi, ataupun bermain di gymnastic di mana anak bisa loncat-loncatan ataupun memanjat. Dengan begitu, tentu akan dapat memberikan stimulasi yang baik untuk si kecil.
Belum lagi dengan stimulasi kognitif yang bisa didapatkan si kecil, serta stimulasi sosial yang bisa mereka rasakan lewat berinteraksi dengan guru dan teman-temannya. Selain itu si kecil juga akan mendapatkan stimulasi emosional sehingga ia akan mampu mengekspresikan perasaannya.
"Bentuk stimulasi akan lebih banyak didapatkan anak-anak yang masuk preschool ketimbang anak-anak yang tidak ikut preschool. Hal ini juga pernah saya buktikan lewat penelitian, ternyata anak-anak yang masuk preshool di Indonesia perkembangan justru lebih baik ketimbang anak-anak yang tidak masuk preschool”.
Namun, perempuan yang mempunyai gelar Master of Health Profession Education dari University of New South Wales, Sydney, Australia ini juga menegaskan bahwa memasukan anak ke preschool, bukan berati orangtua lepas tangan, dengan menyerahkan semuanya ke pihak sekolah. Attachment dengan anak tetap harus dibina, sehingga perkembangan si kecil dapat terpantau.
Mengingat banyaknya preschool yang tersebar di berbagai sudut kota, mau nggak mau memang menuntut kita sebagai orangtua untuk lebih cermat memilih preschool. Berkaitan dengan ini, saya pun sempat bertanya pada Mbak Diana, faktor apa saja, sih, yang paling penting buat kita perhatikan saat memilih preschool?
Berikut beberapa point yang dijabarkan Mbak Diana, mudah-mudahan bisa membantu Mommies lain saat mempertimbangkan preschool mana yang baik untuk si kecil
Program Kurikulum
Hal utama yang harus diperhatikan adalah dengan mengetahui kurikulum yang diterapkan di sekolah tersebut. Preschool yang baik akan menawarkan program yang membiarkan anak-anak menggunakan sebagian besar waktunya untuk bermain. Anak-anak akan diajak mengerjakan material pembelajaran dan bersosialisasi dengan anak lain serta mencoba bermacam-macam aktivitas sepanjang hari.
Selain itu, pastikan sekolah yang dipilih akan menanamkan nilai-nilai yang Anda terapkan untuk si kecil. Mulai dari nilai agama atau etika. Dengan begitu Anda bisa mendapatkan gambaran apakah preschool tersebut memiliki tujuan yang sama dengan dengan Anda. Biasanya, preschool yang baik juga memiliki trial class.
Tenaga Pengajar
Baik atau tidaknya kualitas preschool yang akan dipilih bisa dilihat lewat tenaga pengajarnya. Menurut Diana, guru preschool harus bisa sayang dan memperhatikan anak-anak secara mendetail. Guru juga selayaknya menyadari jika murid memiliki latar belakang dan pengalaman berbeda sehingga mereka tidak bisa mempelajari hal sama dalam waktu sama dan dengan cara sama. Pastikan juga jumlah guru memadai atau tidak dengan anak-anak. Guru dan staff preschool juga sebaiknya orang-oarang yang tidak pelit untuk memberikan segala informasi. Biar bagaimana pun mereka merupakan partner dalam proses pendidikan anak-anak.
Lokasi dan Biaya
Hal lain yang tidak kalah penting adalah memperhatikan faktor lokasi dan biaya. Akan lebih baik jika lokasi yang dipilih tidak terlalu berjauhan dengan rumah. Hal ini tentu dapat meminimalisir si kecil untuk merasakan kelelahan atau stres di jalan akibat kemacetan. Jika anak-anak masuk sekolah dengan kondisi yang tidak prima karena lelah hal ini tentu dapat menyebabkan anak sukar konsentrasi. Kondisi seperti itu juga dapat membuat kondisi emosi cenderung negatif.
Sedangkan untuk biaya harus tetap mempertimbangkan kondisi keuangan keluarga. Jika biaya hanya memberatkan, hal ini tentu tidak baik. Biaya yang besar dengan penawaran fasilitas yang menggoda, toh, tidak menjanjikan program kurikulum yang berkualitas. Bukan begitu, Mommies?
Share Article
COMMENTS