Rasanya sampai sekarang issue malpraktik masih terus bergema, ya. Setiap kali baca berita, baik di media online, koran ataupun tabloid, pasti ada saja, deh, yang berkaitan dengan peristiwa seperti ini. Belum lama ini bahkan kejadian malpraktik dialami salah satu rekan baik saya di kampus dulu. Istri dan anaknya yang baru berusia beberapa hari harus berpulang dengan cara yang cukup tragis gara-gara kelalaian tenaga medis di salah satu rumah sakit. Mungkin detail cerita rekan saya ini nantinya akan saya tulis dalam artikel yang berbeda.
Banyaknya kejadian malpraktik seakan jadi sebuah alarm untuk mengingatkan kita supaya lebih mawas lagi. Bukannya bermaksud mau belain tenaga medis yang melakukan tindakan yang salah, dan nggak sesuai dengan standar profesi ataupun standar prosedur operasional, tapi biar bagaimanapun mereka bukan dewa. Pada dasarnya manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan. Sama seperti kita. Untuk itulah dibutuhkan kesadaran kita sendiri untuk ekstra hati-hati.
Yang paling menyedihkan, ternyata kesalahan tindakan tenaga medis seperti ini masih terus berlangsung secara global. Nggak hanya di Indonesia saja, di negara maju dan berkembang lainnya hal ini pun nggak bisa dihindari dan sering terjadi. Hal ini dipaparkan Barbara McLean seorang Nurse Intensivist dan Critical care Specialist asal Amerika dan Dr Dewi Indriani dari World Health Organization (WHO) dalam jumpa pers ‘Philips Mini Hospital’ yang dilangsungkan di Hotel Mulia, 28 Agustus lalu.
Dalam jumpa pers tersebut dikatakan ada sebuah studi terhadap 4.500 catatan medis pasien dari 15 rumah sakit di Indonesia menunjukan berbagai catatan kasus yang tidak terduga, misalnya 8.0% hingga 98.2% kejadian kesalahan diagnosis dan 4.1 hingga 91.6% kejadian kesalahan pengobatan. Fakta yang sangat menyedihkan, ya?
Dr Dewi Indriani juga bilang kalau di negara maju pasien yang masuk ke rumah sakit pasti memang sudah memiliki risiko yang terjadi karena salah identifikasi, menggunakan alat yang kurang bersih atau salah dalam pemberian obat-obatan. “Dan WHO sudah sangat concern dengan hal ini dan terus mengkampanyekan agar seluruh rumah sakit bisa terus waspada. Paling tidak dilakukan dengan cara yang paling sederhana dulu dengan cara cuci tangan sehingga bisa menurunkan angka infeksi pada pasien. Dan di Indonesia sendiri, kesadaran rumah sakit dalam hal ini sudah sangat meningkat, ” paparnya.
Untuk itulah, Dr Dewi Indriani mengatakan ada 6 langkah yang harus diperhatikan untuk meningkatkan keselamatan pasien. Mulai dari ketepatan identifikasi, komunikasi yang efektif antara sesama tenaga medis dan pasien, pencegahan pasien jatuh dari tempat tidur, kewaspadaan penggunaan obat-obatan yang berbahaya ataupun tidak tepat, memastikan berjalanan operasi secara benar, serta mengurangi segala risiko yang didapatkan dari rumah sakit seperti terjadinya infeksi.
Dalam rangka memberdayakan tenaga kesehatan untuk memaksimalkan pasien inilah akhirnya menggerakan Philips untuk menggelar ‘Philips Mini Hospital’. Sebuah langkah yang dilakukan untuk pelatihan secara khusus yang difokuskan untuk memperlihatkan berbagai cara memaksimalkan keselamatan pasien, khususnya pada ruang intensive care (ICU) dan intensive critical care unit (ICCU).
*Standart tempat tidur yang harus memiliki keamanan untuk mengurangi pasien jatuh
Salah satu tenaga ahli yang didatangkan termasuk Barbara McLean selaku Nurse Intensivist dan Critical care Specialist asal Amerika yang memang telah dikenal di forum internasonal, untuk membantu dalam memberikan informasi terkini akan perkembangan teknologi medis.
“Kami mengerti bahwa fasilitas layanan kesehatan dan kapasitas SDM adalah sebuah tantangan dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Di Philips, bersama mitra ingin membantu meningkatkan sistem kerja bagi dokter, perawat ataupun pasien,” ujar Vincent Chan, General Manager Philips Healthcare ASEAN.
Setelah jumpa pers, saya dan rekan-rekan wartawan sempat diajak keliling area pameran ‘Philips Mini Hospital’ ini. Di sana banyak sekali kemajuan teknologi terkini yang dibutuhkan rumah sakit guna membantu kesembuhan pasien. Teknologi ini digunakan dalam ruang konsultasi hingga ruangan lainnya seperti bagsal ICU, bangsal perawatan atau unit-unit monitoring. Solusi yang dikembangkan Philips dan didesain untuk meningkatkan produktifitas para staf sehingga dapat meminimalisir kesalahan yang bisa terjadi akibat pemasukan data manual, dan meningkatkan hasil akhir pasien.
Mudah-mudahan saja, kegiatan yang menjadi bagian dari program ‘Inovasi Philips untuk Indonesia yang Lebih Sehat” khususnya yang berkaitan dengan pelatihan kapasitas tenaga kesehatan profesional bisa meningkatkan standart medis di dalam negeri, ya. Dengan begitu, kita tingkat kepercayaan kita terhadap tenaga medis dan rumah sakit pun bisa jadi lebih besar. Dan yang paling penting lagi, kita sebagai orangtua yang sudah memiliki anak memang wajib menjaga kesehatan keluarga. Mungkin salah satu cara yang paling mudah diaplikasikan adalah dengan memilih gaya hidup yang sehat atau seperti yang diungkapkan Barbara McLean dan Dr Dewi Indriani, bisa dimulai dengan cara sederhana seperti membiasakan mencuci tangan :).