Berawal dari saya mengamati Sahara sering menangis dan cranky saat pertama bertemu orang yang baru dikenal atau jarang bertemu. Katanya ini namanya stranger anxiety, kalau dari yang saya baca sih normal untuk usia 7-9 bulan. Tapi tetap saja bermasalah ya rasanya. Akhirnya saya mencoba solusinya satu-satu, salah satunya mempertemukan bayi dengan anak-anak seusia. Berhubung di rumah tidak ada anak seusianya yang bisa diajak main--juga ceritanya dalam rangka ulang bulannya yang ke-8--saya pun mengajak Sahara bermain di daycare yang tidak terlalu jauh dari rumah.
Tidak disangka ternyata anak yang dititipkan cukup banyak. Awalnya seperti biasa, Sahara cranky, mau nangis, tidak mau didudukkan. Tapi lama-lama mau duduk diam dan memainkan salah satu mainan. Lalu sementara saya mengobrol dengan para pengasuh, dia mulai melihat sekelilingnya. Mungkin sedang belajar mengenal suasana.
Bayi sepantaran Sahara berusia lebih muda 5-6 bulan dan belum merangkak, sementara yang lainnya sudah di atas 1 tahun dan sudah bisa jalan. Jadi akhirnya Sahara merangkak ke sana kemari sendirian, tampak menikmati, mengganggu kakak-kakak, mengemut (pastinya) mainan-mainan yang bertebaran.
Dan sambil mengawasi Sahara, saya pun mengamati keadaan sekitar (isn't this what we mothers always do?). Daycare ini termasuk cukup buat saya, tidak terlalu sempit, kamar tidur bayi dipisahkan dari toddler, mainan fokus di satu ruang, sementara dapur dipisahkan di luar. Mainannya juga cukup banyak, saya malah agak norak paksa Sahara coba semua mainan yang tidak ada di rumah--hanya mungkin mainan standar daycare seperti ayunan, jumperoo, dorongan, kuda-kudaan, area mandi bola, tenda, dan sebagainya.
Tapi rasanya hanya ada satu yang kurang: kita, ibunya.
Karena saya tidak berminat memasukkan Sahara ke daycare, jadi saya tidak mengharapkan salah satu pengasuh untuk mengasuh Sahara, jadi saya selalu ada di dekatnya. Dan terkadang, ada momen anak-anak bermain di dalam sementara pengasuh-pengasuh sedang mengobrol di luar. Tidak jauh sih, tapi mereka tidak melihat apa yang saya lihat: ada anak yang jatuh lalu berdiri lagi, ada anak perempuan yang berkeliaran sambil sesekali menyapa Sahara, ada anak yang tidak mau lepas dari mainan sepeda atau ayunan, ada anak yang baru bangun tidur dan duduk diam saja.
Saya yakin, buat pengasuh, aktivitas itu biasa dialami oleh anak-anak. Tapi bagi saya--ibunya--hal-hal itu lebih dari biasa. Jadi stay-at-home mom sepertinya membuat saya agak posesif pada anak dan berusaha tidak mau kehilangan satu momen pun dari perkembangan anak. Sehingga bagi saya, jika saya titipkan Sahara, saya akan kehilangan momen sosialnya. Misalnya, bagaimana dia menghadapi anak lain, bagaimana dia bangkit lagi setelah jatuh, bagaimana dia berbagi mainannya, atau bagaimana dia menikmati waktu bermainnya.
Dan bagi saya, itu semua penting.
Akhirnya, selama kira-kira setengah hari saya menghabiskan waktu di daycare, I didn't come out with nothing. Ada beberapa kiat untuk Mommies yang berminat memasukkan anak ke daycare.
Trial, trial, trial. Kalau tidak ada fasilitas free trial--biasanya daycare rumahan seperti yang saya coba ini--sebisa mungkin minta waktu datang sehari atau setengah hari dan bayar harian. Trial penting bukan cuma untuk melihat apakah anak cocok dengan suasana daycare, tapi juga melihat karakteristik pengasuh. Sering dibilang kan, kita bisa tahu karakter orang setelah kita menginap di rumahnya. Misal nih, setengah hari ini saya sudah menemukan pengasuh yang galak (mungkin moody-an, namanya juga menghadapi anak), pengasuh yang lelah (cenderung ignorant) karena anak yang diasuh tidak tidur juga, pengasuh yang berbohong pada anak (semacam white lies, bohong yang terkadang menurut kita orang dewasa tidak masalah dikatakan pada anak).
Hal yang paling berkesan buat saya hari ini adalah saat anak yang tidak bisa tidur (akhirnya bermain dengan Sahara, yang tidak bisa tidur juga) ajak ngobrol saya. Bukan ngobrol sih, hanya ocehan pertanyaan tapi sudah dimengerti, misalnya: "Kakak tidur?" (Kakak kembarnya memang sedang tidur) "Ini bola warna apa ya?" Sama ada satu lagi pertanyaan yang saya malah diam mikir dan bukannya menjawab. Agak sedih saja kalau misalnya itu anak saya yang mengajukan pertanyaan tapi tidak ada jawaban yang bisa memuaskan. Atau mungkin saya memang cenderung posesif, ya?
But I'm not against daycare. Choose wisely, moms!
*thumbnail dari sini