Untuk mendorong anak Indonesia lebih berani menjelajah imajinasi mereka serta menciptakan kreasi positif dari ide-ide inspiratif dan segar, Alpenliebe meluncurkan kampanye “Alpenliebe Kreasi Imajinasi Indonesia” di tiga kota di Indonesia (Jakarta, Bandung, dan Medan).
Kompetisi yang berlangsung sejak 16 Mei hingga 3 Juni 2013 ini bisa diikuti oleh anak-anak SD berusia 8-12 tahun, dalam tim yang terdiri dari 2-3 anak dengan supervisi guru pembimbing sekolah. Kreasi disyaratkan berbahan utama kardus bekas, dengan aplikasi barang bekas lain seperti kemasan plastik bekas pakai, stik permen bekas pakai dan bahan-bahan lainnya. Nantinya peserta akan diminta untuk mengunggah foto hasil karya kreasi tim mereka ke website Alpenliebe Lollipop di www.alpenliebelolliland.com.
“Melalui Kreasi Imajinasi ini, Alpenliebe Lollipop ingin mengajak anak-anak Indonesia untuk aktif berkompetisi dan kreatif mewujudkan imajinasi mereka melalui kreasi barang bekas,” demikian penjelasan Senior Brand Manager Alpenliebe Lollipop Kuswantoro di acara media visit yang bertempat di SD Negeri Menteng 02. “Kami sangat berharap kegiatan ini akan dilakukan secara berkelanjutan dan bisa memberikan dampak yang positif dan juga keceriaan bagi anak-anak Indonesia.”
Mbak Roslina Verauli, M.Psi, psikolog anak yang akrab dipanggil Mbak Vera, menjelaskan bahwa imajinasi berbeda dengan khayalan. Di saat khayalan hanya berhenti pada angan-angan, imajinasi berlanjut ke rencana dan pelaksanaan. Nah, elaborasi ide, pendetilan rencana ini, sudah bisa dikatakan kreatif karena memenuhi ciri-ciri atribut kreatifitas.
Beliau juga menambahkan bahwa pintar, cerdas, dan kreatif itu sifat-sifat yang berbeda-beda.
Pintar adalah kompetensi di satu bidang saja. Misalnya pintar matematika.
Cerdas adalah kemampuan mengatasi kesulitan.
Sedangkan kreatif adalah kemampuan berpikir out of the box untuk mengatasi masalah.
Jadi, anak yang cerdas belum tentu kreatif, tetapi anak yang kreatif akan bisa memanfaatkan bakat dan kecerdasannya secara efektif dan efisien untuk mengatasi tantangan dan menjadi lebih unggul dalam persaingan.
Lalu apa yang bisa dilakukan untuk memancing kreativitas anak terutama dalam mengolah bahan bekas? Diantaranya adalah:
Peran orang tua dalam merangsang kreativitas anak bisa berbeda-beda tergantung usia anak. Untuk anak yang lebih kecil, orang tua cenderung bertindak sebagai fasilitator, penuntun. Jelaskan tentang bahan (misalnya kertas, kardus, plastik) beserta sifat-sifatnya. Lalu terangkan juga tentang alat kreasi, untuk apa dan bagaimana cara menggunakannya. Pastikan bahan dan alat yang digunakan aman dan sesuai umur anak, ya. Terakhir, apa yang bisa dilakukan dengan bahan dan alat tersebut. Dampingi anak saat belajar mengelola material.
Sementara untuk anak yang lebih besar, yang sudah bisa mandiri berkreasi, orang tua tinggal berperan sebagai supervisor. Hanya mengawasi saja, dan memberi masukan bila dimintai. Kurangi intervensi dan mengatur apa yang harus dilakukan bisa anak menghadapi kesulitan, karena ini justru membungkam proses kreativitasnya. Belum tentu, lho, solusi yang Mommies tawarkan lebih baik dari solusi anak :)
Dari pengalaman saya sendiri, Youtube sangat membantu menggali ide dan menjelaskan tentang cara membuat sesuatu. Kadang anak datang sudah punya bayangan ingin membuat apa, tetapi tidak tahu harus menggunakan bahan dan alat apa serta memulai darimana. Masalahnya sering kita yang bengong mendengar ide anak :D. Di sinilah aplikasi seperti Youtube dapat membantu orang tua menjelaskan. Jangan lupa, tekankan pada anak bahwa apa yang bisa dibuat tidak harus sama persis dengan yang ada di video.
Ada Mommies yang anaknya seperti anak saya suka menghabiskan kertas, selotip, lem, karton, kertas origami, dan berbatang-batang pensil warna, spidol, dan crayon? Coba tawarkan ikut kompetisi ini. Lumayan, lho, hadiah pertamanya 10 juta rupiah!