Sorry, we couldn't find any article matching ''
Belajar Tentang Demam di Pesat 5 Tangerang
Anak demam? Ah, itu sih, biasa. Bahkan saya menganggapnya sebagai salah satu penyakit langganan Bumi selain batuk dan pilek. Saya baru mulai panik kalau memang demam Bumi sampai di atas 38 derajat dan lebih dari tiga hari.
Biasanya, sih, kalau Bumi sudah deman, justru nyokap saya yang panik dan heboh melihat kondisi ini. Panas sedikit, langsung, deh, menitahkan saya memberikan obat penurun panas. “Adis... Bumi anget, tuh, kasih paracetamol, dong. Nggak kasihan, ya, lihat anak sudah lemes gitu?” Sambil sedikit kesal, dan supaya nggak tambah ribet, biasanyanya saya langsung jawab, “Iya, mam... nanti juga dikasih, kok,”. Padahal, sih, nggak :D
Waktu saya mengikuti Pesat 5 Tangerang sesi 1, dr. Yoga Pranata, SpAn juga mengatakan bahwa selama ini masih banyak sekali orangtua yang langsung panik kalau anaknya demam. Demam sedikit, langsung ke dokter, heboh dan terobsesi menurunkan suhu ke normal, bahkan ½ dari para orangtua salah memberikan dosis dan 15% nya lagi orangtua memberikan dosis yang berlebih.
Jadi, bisa dibayangkan kalau selama ini masih banyak yang menganggap kalau demam itu sebagai salah satu musuh orang tua. Memang, sih, kalau anak panas, otomatis kita jadi punya PR. Anak akan lebih rewel, susah tidur dan nggak mau makan. Kalau Bumi demam, ujung-ujungnya pasti minta digendong dan ini berarti saya dan suami harus bergadang semalaman. Pengalaman seperti ini, pasti juga banyak yang merasakan, ya.
*gambar dari sini
Dr. Yoga juga menjelaskan bahwa saat anak demam itu sebenarnya merupakan mekanisme alami tubuh untuk melawan infeksi mengurangi pertumbuhan virus dan bakteri, meningkatkan produksi netrofil dan limfosit serta membantu tubuh anak kita lebih cepat sembuh dari infeksi virus. Jadi bisa dibilang, demam itu justru anugerah karena tubuh anak kita sedang memberikan sinyal. Dan demam ini bukan sebuah penyakit, namun justru merupakan terapi alami tubuh.
Lantas, apa saja, sih yang harus dilakukan saat anak kita demam? Pria yang kerap disapa dokter Yoga ini mengatakan, hal pertama yang harus lihat adalah memperhatikan kondisi anak secara umum; apakah anak masih mau bermain dan beraktivitas, masih mau minum, warna kulit masih normal dan secara keseluruhan masih terlihat baik-baik saja? Kemudian, kita juga harus memantau tanda bahaya dan memantau kecukupan cairan tubuhnya. Soalnya, bahaya demam justru adalah anak mengalami dehidrasi.
Dalam kondisi demam, anak baru perlu ke dokter jika:
O, ya, apalagi kalau demam yang menetap lebih dari 72 jam tanpa adanya gejala lain.
Kalau selama ini banyak yang beranggapan jika demam tinggi dan kejang bisa menyebabkan anak jadi bodoh, hal ini ternyata hanya isapan jempol saja, ya, Mommies. Sebuah penelitian pada 431 anak menunjukan tidak ada perbedaan kemampuan belajar antara anak yang pernah kejang demam sederhana dan anak yang tidak pernah kejang demam. Sedangkan risiko epilepsi baru ada jika memang ada riwayat epilepsi dalam keluarga, terjadi kejang demam pertama sebelum usia 12 bulan, dan ada riwayat kejang demam berulang.
Materi demam yang diberikan dokter Yoga pun membahas soal gejala tifus. Apakah demam tersebut merupakan demam tifoid atau tifus? Demam tifoid ini gelajanya memang serupa dengan tifus, endemik di Indonesia, menular melalui makanan atau air yang tercemar kuman. Gejalanya antara lain demam naik turun lebih dari 5 hari, lesu, sakit kepala, tidak nafsu makan, mual dan perut terasa tidak nyaman, serta diare. Untuk benar-benar memastikan benar atau tidaknya anak kita demam tifoid, dokter Yoga menyarankan agar dilakukan pemerikasaan penunjang dengan melakukan pemeriksaan kultur darah (biakan empedu).
Setelah menyimak penjelasan dr. Yoga perihal demam, topik pun berlanjut ke materi kahamilan, persalinan dan bayi baru lahir. Sebagai ibu, pengetahuan soal ini memang wajib kita ketahui. Bahkan sebelum masa kehamilan. Jangan seperti saya dulu, baru cari-cari informasi soal kehamilan saat mengetahui positif hamil. Termasuk cek darah! Padahal, harusnya pemeriksaan seperti ini dilakukan sebelum masa kehamilan. Biar aman.
Kali ini dr. Fransisca Handy, SpA, IBCLC, yang kebagian menjelaskan materi kedua Pesat 5 Tanggerang. Sebagai seorang ibu, kita memang wajib siap fisik, mulai dari memerhatikan kondisi kesehatan umum, untuk itu sebaiknya kita perlu mengetahui apakah ada hipertensi, diabetes militus, penyakit genetik, atau ada infeksi atau tidak (TORCH, PMS, hepatitis B, HIV, dll), kemudian diperlukan imunisasi pra kehamilan, kebiasaan hidup sehat dan suplementasi asam folat 3 bulan pra konsepsi.
Kalau selama ini banyak sekali orang tua yang merasa ketar ketir, takut bayinya kuning (termasuk saya), dokter Sisca mengatakan hal ini tidak perlu dikhawatirkan secara berlebih. Bayi kuning merupakan proses adaptasi normal dari dalam ke luar kandungan. Kuning juga berarti kadar bilirubin meningkat karena pecahnya sel darah merah yang tidak lagi dipakai dan fungsi hati bayi belum sempurna.
“Kuning baru perlu diperiksa dan diatasi lebih lanjut bila terjadi dalam 24 jam pertama setelah lahir, jaundice lebih dari 14 hari pada bayi belum cukup bulan atau lebih 21 hari pada bayi kurang bulan, jaundice berat yang bisa terlihat tampak kuning pada telapak tangan dan kaki bayi, serta berdasarkan tabel atau grafik kadar bilirubin bayi mencapai nilai yang perlu disinar atau dilakukan transfusi tukar,” urai dr. dr. Fransisca.
Oh, ya, ada isu menarik lainnya yang dijelaskan d.r Sisca, yaitu soal Tounge Tie. Ternyata kondisi ini merupakan bawaan sejak lahir, di mana tali lidah bayi yang pendek atau tebal sehingga pergerakan lidah menjadi terbatas. Gejalanya ada yang tahap berat, yaitu gerakan lidah terbatas, nyeri dan luka puting yang tidak teratasi dengan posisi dan pelekatan yang baik, gagal tumbuh pada bayi yang sebagian besar baru bisa dinilai lebih dari dua minggu.
Setelah materi demam dan persiapan kehamilan, materi selanjutnya adalah imunisasi yang diberikan Putri Suhendro.
Untuk lebih memudahkan peserta, termasuk saya, Mbak Putri mengibaratkan imunitas bawaan seperti serdadu yang siap menjaga tubuh kita selama 24 jam, sedangkan imunitas adaptif diibaratkan sebagai perwira yang memiliki keahlian khusus dalam berperang. Dengan begitu, imunitas adaptif ini sangat spesifik karena perwira tidak akan turun tangan jika mereka belum diperlukan (sebelum virus terpapar). Sedangkan vaksinasi merupakan perwira yang bertugas memerangi mikro-organisme yang menetap hingga serangan berakhir dan dapat melindungi dari serangan berikutnya.
Mengingat jadwal imunisasi memang cukup banyak, ada baiknya kita meminta tenaga medis untuk melakukan vaksin simultan, jadi dengan sekali kunjungan ke dokter, bisa vaksin lebih dari 1. Selain bisa menghemat waktu, cara ini juga bisa membuat anak jadi nggak trauma imunisasi.
Mbak Putri Suhendro juga sempat memperlihatkan beberapa penyakit akibat infeksi. Duh, sereeeem benget, deh. Mudah-mudahan anak-anak kita dijauhkan semua penyakit ini. Amiin...
Mommies mau belajar tentang kesehatan bersama? Tanggal 27 April ada sesi selanjutnya Pesat 5 Tangerang. Untuk update informasi terbarunya, Mommies bisa follow akun Twitter mereka @Pesat5Tangerang.
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS