A child playing with its father screams louder, laughs harder, jumps more eagerly, and puts more faith in everything.” ― Lydia Netzer
Keterlibatan seorang Ayah dalam pengasuhan sebenarnya sangat penting untuk memberikan keseimbangan psikologis pada diri seorang anak. Dari Ibu, si anak mendapatkan sisi feminin, sementara dari kita – Ayah – dia bisa mendapatkan sisi maskulin. Sialnya, karena “aturan” budaya timur dan timpangnya relasi gender, seorang ayah seakan dilarang masuk dalam ranah pengasuhan anak. Pembagian tugasnya jelas, Ayah sebagai kepala keluarga ada di luar rumah untuk mencari nafkah, sementara ibu sebagai kepala rumah tangga berada di dalam rumah untuk mengurus anak dan mengurus rumah. Dan sialnya, banyak para lelaki yang berpegang teguh pada “aturan” turun temurun ini.
*gambar dari sini
Adanya “hukum” ini menjadi salah satu penyebab banyak para Ayah yang akhirnya memilih untuk tidak mau ikutan repot mengurus anak. Atau, ini yang paling sering terjadi, karena sudah malas sama cerewetnya si istri, dengan berbagai alasan akhirnya memilih mengerjakan hal lain. Cowok dengan egonya memang udah kaya amplop sama prangko, nempel terus, merekat sempurna. Antara memang enggak mau diajarin atau ingin menunjukkan bahwa kita punya gaya sendiri dalam mengurus anak, meski dalam banyak hal, nggak sesuai dengan "aturan" parenting yang ada. But hey, at least we try!
Mungkin banyak para istri di luar sana yang enggak paham gimana kita harus menurunkan ego kita sekian puluh derajat untuk mengganti popok, memandikan anak dan hal lainnya. Sudah mau menurunkan ego saja sebenarnya sudah bagus, jadi nggak perlu ditambah dengan komentar, "Pa, nggak gitu cara mandikannya!", atau "Yah, gimana, sih, memakaikan popok saja nggak bisa, masa terbalik begini!" Yo, emak-emak, hargailah usaha kita meski kurang benar. Adalah usaha yang luar biasa untuk menurunkan ego kita, komentar yang negatif, meski kita tau itu salah, cuma akan menambah alasan kita untuk nggak mau melakukannya. Kalo memang sudah tau cara yang benar, ngapain nyuruh kita? Hehehe.
Dalam jangka panjang, seorang istri yang enggak tahan melihat cara suami mengurus anak akhirnya sebel sendiri, daripada bikin senewen dan deg-degan akhirnya memilih mengerjakannya sendiri. Di sisi lain, hal ini akhirnya membatasi ruang gerak Ayah untuk terlibat dalam pengasuhan anak.
Gue mau share sedikit gimana sebenarnya kita mengurus anak:
Meski bikin bete dan deg-degan ketika megang anak, biarkan kita berinteraksi dengannya. Kalo sama sekali nggak dilibatin, kita nggak punya kesempatan lagi. Waktu kita sudah terbatas dengan bekerja, bisa jadi pas pagi si anak belum bangun dan malam udah tidur. 7 tahun pertama adalah waktu yang penting buat kita, ketika anak sudah masuk sekolah SD, SMP dan SMA, waktu mereka sudah sama teman-temannya.
Ya beginilah kita, para suami, mari bikin pengasuhan anak jadi menyenangkan :)
Salam Metal
@a_rahmathidayat–
Co-Founder of @ID_AyahASI