Tujuan Mommies menikah apa, sih?
Umumnya setiap orang memiliki tujuan 'normatif' saat memutuskan untuk menikah. Sebut saja ingin punya memiliki keturunan, karena cinta dengan pacar atau bahkan membahagiakan orangtua? Hihi.
Adakah yang menjawab tujuan menikahnya adalah untuk menjadi bahagia?
Kalau ada, good for you! Sudahkah kebahagiaan seperti yang diidamkan sebelum menikah dulu tercapai?
Membaca buku karya Indra Noveldy ini membuat saya merenung. Banyak sekali kalimat yang menurut saya #jleb dan diam-diam ngebatin, "Gue banget, nih". Haha.
Berikut saya kutip beberapa kalimat yang 'ngena' banget di hati saya, ya. Yuk, kita renungi bersama.
Setiap orang memiliki impian dalam hidupnya. Ketika menikah, kita harus bisa membagi dan yang terpenting, menyelaraskan impian itu dengan pasangan. Nah, bisa nggak kita menerima dan mewujudkan impian pasangan tanpa harus mengalahkan impian kita sendiri?
Istri sang penulis, Nuniek Noveldy, menulis di kata pengantar bahwa ia pernah nyaris mengandaskan impian suami tercintanya. Tahukah apa impian dari Indra Noveldy saat itu? Menjadikan pasangannya sebagai soulmate. Impian yang kedengarannya sederhana tapi complicated, lho. Bahkan hal ini sempat hampir menjadi inti masalah dalam pernikahan mereka.
Ya, Indra Noveldy, penulis buku ini dan sekarang menjadi relationship councelor pernah selangkah lagi di ambang perceraian. Hanya karena sang istri tak memahami impian atau tujuan pernikahan yang dimiliki oleh suami.
Selain masalah impian, ada juga mengenai pembiaran. Ah, saya rasa ini nggak perlu diberikan contoh, ya. Pasti Mommies sudah paham maksudnya. Tapi saya suka dengan analogi yang ditulis di sini. Pembiaran ini seperti kita tahu bahwa ada keran yang bocor. Bukannya segera diperbaiki, tapi malah kita sibuk menambal atau malah hanya menampung air tetesan keran bocor tersebut. Apa yang terjadi? Bocornya makin parah, bisa melebar ke mana-mana dan bikin jelek pemandangan. Solusinya? Jangan-jangan malah sampai ganti keran :(
Di buku ini juga ditulis mengenai durasi aman sebuah hubungan. Saya mengambil kesimpulan, tak ada tahap aman dalam sebuah pernikahan.
Saya sering mendengar bahwa setelah 5 tahun kehidupan rumah tangga akan baik-baik saja. Humm ... lalu apa kabar Anang dan KD, ya, kan mereka bercerai setelah sekian tahun menikah?
Hal ini kemudian dianalogikan dengan pohon bambu. Konon pohon bambu selama 5 tahun pertama hanya akan mencapai lutut manusia tingginya. Setelah itu ia baru akan meninggi bahkan mencapai 20-30m. Pohon bambu, rupanya memang harus menguatkan akar supaya bisa mencapai ketinggian maksimal. Siapapun yang menanam pohon bambu harus SABAR.
Nah, bayangkan pohon bambu itu adalah pernikahan. Justru kita harus menguatkan di akar, kan? Kalau tak sabar atau ingin yang instan, pasti si penanam pohon bambu akan menganggap pohon itu gagal tumbuh sebelum tahun ke lima.
Pernikahan saya tahun ini adalah yang keenam. Sudah amankah saya? Menurut saya belum. Malah saya pribadi merasa kami butuh waktu lebih lama untuk menguatkan akar agar pohon bambu kami bisa menjulang tinggi dengan pondasi kuat.
Buku ini menurut saya wajib dibaca oleh setiap orang yang sudah menikah atau pun belum. Coba, deh, sejak menikah pernah nggak, sih, beli buku yang isinya tentang pernikahan? Ikut seminar pernikahan? Atau bicara hati ke hati dengan pasangan?
Biasanya semua hal di atas akan dilakukan jika salah satu dari 2 orang yang berada dalam lembaga pernikahan merasa tidak bahagia. Nah, masa kita mau nunggu sampai tidak bahagia dulu?
Knock on wood, ah ....
Ingin mendengar langsung kalimat-kalimat #jleb-nya Noveldy? Atau ingin menemukan kebahagiaan yang menjadi tujuan dari pernikahan? Ikut seminar Keys to Happy Marriage, yuk, tanggal 30 Maret 2013. Info detailnya, silakan ke mommiesdaily.com/keystohappymarriage, ya :)