In our little family, as soon as possible! Soalnya, saat nanti usia Rakata-Ranaka masing-masing genap 5 tahun, suami berniat 'melempar' anak-anaknya ke tengah laut untuk mulai belajar surfing. Jadi untuk Rakata tersisa waktu 1 tahun 6 bulan, sementara Ranaka masih ada 3 tahun 4 bulan lagi.
Untungnya, tidak seperti di Jakarta saat berenang masih merupakan bentuk rekreasi dan 'kemewahan' (karena belum tentu 1x sebulan kami melakukannya), di Semarang kondisinya berbeda. Jarak rumah kami ke club house komplek yang salah satu fasilitasnya adalah kolam renang sangat dekat, benar-benar selempar batu—sekitar 20 meter, lah.
Jelas saja, frekuensi ketemu kolam renang langsung meningkat tajam. Apalagi, dulu kami pindah saat kemarau panjang. Hampir setiap hari Rakata-Ranaka ke kolam renang, bahkan ada kalanya pagi sudah main air, eh, sorenya setor muka lagi. Saking terbiasanya dengan kolam renang, saat usianya baru 16 bulan Ranaka sudah berani jalan mondar-mandir tanpa dipegangi di dalam kolam (dengan ketinggian air sedadanya). Jauh lebih berani dibanding Rakata yang seingat saya baru pede melakukan hal serupa menjelang usia dua tahun.
Awalnya, saya dan suami berniat mengajari sendiri. Apalagi pas ke Gramedia kami menemukan buku yang menerangkan step by step pengajaran renang untuk anak. Bukunya baguuus sekali, dilengkapi banyak gambar pula. Sebalnya, belum sempat saya baca, itu buku malah dihilangkan oleh suami (yang memang semangat ingin cepat-cepat selesai baca, jadi bukunya dibawa ke mana-mana). Hmff... padahal itu buku diambil dari rak diskon, tinggal satu-satunya, dan saya lupa judul maupun penerbitnya :(
Satu hal penting yang paling suami ingat dari buku itu adalah anjuran untuk tidak memakaikan pelampung di badan anak. Bukan hanya pelampung berbentuk life vest, tapi juga pelampung yang dipasang di lengan kiri/kanan. Selain membatasi ruang gerak, pelampung macam ini juga membuat anak ketergantungan dan malas belajar mengapung dengan kemampuannya sendiri. Tapi, ini tentunya dalam konteks mengajari berenang, ya. Kalau sekadar ingin cibang-cibung, ya, monggo saja pakai.
Pelampung yang dianjurkan untuk belajar berenang adalah yang berbentuk papan, karena membantu anak mengapung dengan posisi tubuh lurus di air. Atau, jenis woogle yang terbuat dari gabus dan bentuknya panjang. Karena fleksibel, dengan woogle anak dapat bereksperimen dalam menjaga keseimbangan tubuhnya di air.
Sebenarnya kalau boleh jujur, nih, sepertinya tidak jadi masalah jika bukunya hilang, karena saya dan suami nampaknya tidak ada wibawa buat mengajar, hahaha. Memang, sih, Rakata mau dipegangi, lalu menggerakkan kakinya dengan gaya katak mengelilingi kolam. Namun, tidak bertahan lama. Paling hanya mau tiga putaran, lalu sisanya main-main.
Kebetulan, di kolam renang samping rumah ini ada guru lesnya. Sebulan biayanya Rp 100 ribu untuk empat pertemuan. Saya dan suami pun sepakat agar Rakata ditangani sosok yang lebih profesional saja :D
Sayangnya, saat kepikiran mengikuti Rakata les berenang, bertepatan dengan dimulainya musim hujan. Hampir setiap hari, di pukul 14.00 langit sudah mendung dan turun hujan. Boro-boro ikut les, sekarang saja belum tentu seminggu sekali kami berenang.
Hmmm, gawat.... Nampaknya sisa waktu Rakata untuk menguasai renang sebelum dilempar ke laut jadi terpotong, nih. Bagaimana dengan Mommies, di usia berapa mau mengajari anak berenang? :)