Makan Apa, Sih, Selama Hamil?

Health & Nutrition

miunds・21 Jan 2013

detail-thumb

Sejak Shera lahir, ada dua pertanyaan yang paling sering saya dapatkan. Pertama adalah: “Rambut Shera tebal banget! Waktu hamil makan apa, nih, ibunya?”  dan yang kedua adalah: “Mbak, cepat amat langsingnya. Diet, ya?”

Karena menjawab di Twitter satu per satu itu tidak mungkin saya lakukan, lebih baik dijawab di sini saja, ya.  Jadi begini, pertanyaan pertama dulu: kalau kata dokter saya, sih, rambut tebal atau tipis itu ada faktor genetik.  Tapi memang, saya pernah bilang bahwa saya ingin bayi saya berambut tebal pada ibu saya dan sejak itu ibu bilang, saya harus makan sayur dan buah sebanyak mungkin saat hamil.

Ngomong memang lebih mudah daripada menjalankan. Tapi saya menjalankan semua nasihat ibu dan dokter saya, mengingat juga kondisi saya yang diabetes tipe 2 atau diabetes mellitus. Sejak pertama didiagnosa sekitar 2  tahun lalu sampai sekarang, saya tidak dibantu obat-obatan apa pun.  Ahli Endokrin yang menangani saya hanya menyarankan untuk diet dan berolahraga. Sejak pertama didiagnosa sampai sebelum hamil, saya sudah kehilangan 10 kg berkat mengatur pola makan dan olahraga teratur. Jadi saya sudah biasa banget, sih, menjaga makanan, sehingga saat hamil yang nggak susah-susah amat.

Mungkin akan lebih mudah kalau saya gambarkan contoh menu makanan saya sehari-hari saat hamil.

Sarapan (antara pukul 06.00 – 08.00)

Makanan: Roti gandum dan keju. Dibuat grilled cheese sandwich dengan sedikit butter.

Minuman: blender bayam rebus (1 genggam), apel fuji (setengah buah), pir xiang lie (1 buah), wortel besar (separuh), tomat (1 buah), es batu yang banyak dan sedikit air mineral.  Minum dengan ampas- ampasnya karena bagus buat pencernaan. Saya tidak memakai gula atau pemanis sedikit pun karena apel dan  pir sudah cukup sebagai pemanis alami.

Snack (antara pukul 09.00 – 11.00)

Makanan: 1 buah pisang (saya suka makan pisang dengan keju. Aneh, tapi enak!) atau beberapa keping biskuit khusus diabetes.  Ya, kadang memang ingin yang manis-manis, kok.

Minuman: bubur kacang hijau.  Pakai pemanis khusus diabetes tentunya. Sedikit saja.

Makan siang (antara pukul 12.00 – 13.00)

Makanan: Nasi coklat atau nasi merah, ayam goreng, lalap ketimun dan selada,  sambal terasi (boleh, deh, sedikit saja buat rasa).

Minuman: Jus seperti yang diminum pagi hari.  Komposisi isi bisa berubah-ubah tapi harus ada sayur dan buahnya.

Snack (antara pukul 15.00-17.00)

Makanan: Roti cokelat (yaaa, bandel, sih, kalau yang ini. Tapi, kan, nggak banyak- banyak.  Habisnya gimana, sukanya ngidam ini kalau sore-sore … hihihi)

Minuman: Fresh orange juice.  Nah, ini mesti hati-hati memilih,  karena walau banyak jus kemasan yang katanya “fresh”, yang paling fresh, ya, yang  langsung diperas di depan mata kita.  Ada, kok, di beberapa supermarket. Sekali lagi:  nggak pakai gula atau pemanis apa pun.

Makan malam (antara pukul 18.00-20.00)

Makanan: Nasi coklat atau nasi merah, telur balado (nggak pedas), tumis labu siam, kerupuk.

Minuman: Jus seperti yang diminum pagi dan siang hari tadi.  Sekali lagi komposisinya bisa berubah-ubah tergantung buah apa yang sedang tersedia.  Jenis yang tidak pernah saya ganti adalah bayam, apel dan wortel. Sisanya ganti- ganti.  Ingat, ya, tetap nggak pakai pemanis apa pun.

Memang sulit untuk konsisten dengan diet sehat ini dan saya akui, ada, kok, hari- hari saya makan fast food juga atau jajan ini itu. Tapi itu saya usahakan untuk hanya terjadi pada saat  akhir minggu. Senin sampai Jumat, disiplin banget, deh, pokoknya. Saya bukan health buff yang menghitung kalori gila-gilaan juga,  asal angka gula darah saya baik yang sewaktu maupun yang puasa masih di range normal, saya sudah cukup senang.

Kalau dilihat-lihat, sebenarnya pola makan saya cukup normal, kan?  Nggak seekstrem bayangan orang tentang diet diabetes. Karena gini,  sebagai diabetes itu, ada aturan 3 J: Jam, Jumlah, dan Jenis.

Jam itu artinya kita makan harus pada jamnya.  Nggak boleh telat, nggak boleh juga terlalu cepat. Soal Jumlah, nah, ini  yang awalnya agak sulit untuk big eater seperti saya.  Intinya adalah jumlah nggak perlu terlalu banyak. Secukupnya saja, karena, toh, ada snack time di sela tiap waktu makan.  Sementara yang dimaksud dengan Jenis adalah: di  setiap waktu makan besar (bukan snack) harus ada serat, protein dan karbohidratnya.  Sederhana, kok.

Saya memang nggak doyan makan kambing dan jerohan sama sekali baik saat hamil atau tidak, jadi nggak terlalu masalah di bidang ini.  Paling susah adalah ... menghindari sushi! Karena saya doyan banget sementara mengonsumsi makanan mentah atau setengah matang, kan, tidak dianjurkan, ya.  Jadi, ya, cuma itu, sih, yang jadi kendala sepertinya. O, ya, dokter saya pun tak merekomendasikan untuk minum susu apa pun saat saya tanya sebaiknya minum susu apa mengingat saya juga menderita lactose intolerance. Lalu kalsiumnya dari mana? Dari sayuran, katanya. Ya sudah, deeeh, makan sayur yang banyak.

Nah itulah pola makan saya selama hamil, mungkin itu yang membuat rambut Shera tebal, tapi jelas itu yang membuat kami berdua sehat dari awal kehamilan hingga Shera lahir.

Pertanyaan kedua, soal langsing kembali begitu cepat.Nah, ini juga saya yakin faktor keberuntungan, deh. Soalnya selama hamil saya memang hanya boleh naik maksimal 12 kg. Saking nurutnya sama dokter, saya hanya naik 10 kg dan sejak melahirkan saya turun 12 kg.  Kalau ditanya diet atau nggak, duh, nggak tega, deh, mau diet.  Kan, saya menyusui Shera secara eksklusif, jadi kalau asupan makan saya nggak bagus karena diet asal-asalan, kasihan anak saya.  Nah, yang saya lakukan adalah …

… memelihara pola makan seperti saat saya masih hamil.

Terus, jadi beban nggak, sih, makan kayak gitu? Minum jus sayur-buah yang nggak jelas rasanya itu, apa enak?

Jawabannya mudah sekali buat saya.

Dikasih kesempatan memperbaiki gaya hidup dengan diagnosis diabetes mellitus saja, saya sudah bersyukur banget, belum lagi diberi kesempatan untuk menjadi ibu.  This is way beyond my wildest dreams! Jadi, saya akan memelihara kepercayaan ini dengan sebaik mungkin.  Kalau caranya semudah makan makanan yang sehat-sehat, walau rasanya kurang pas menurut selera umum, ya, hayuk saja. Anggap saja sebagai bentuk rasa syukur sudah diberi nikmat luar biasa oleh Tuhan. Ya, nggak, sih?

Satu hal, sih yang jelas: sebelum memulai pola makan baru, konsultasikan dulu, ya, dengan dokter masing-masing karena apa yang cocok buat saya, belum tentu cocok untuk semua orang.

Ada yang mau share soal pola makan selama hamil?