I Love My Brother In Mama's Tummy

Parenting & Kids

MirahMuhamad・08 Nov 2012

detail-thumb

Saat ini saya sedang hamil 29 minggu dan anak pertama saya sudah berusia 5 tahun. Awalnya saya dan suami khawatir putri kami jadi rewel dan merasa kehilangan kasih sayang jika saya hamil lagi, jadi kami menunda-nunda keinginan untuk tambah anak. Namun akhirnya menyadari terlalu lama juga, ya,  ketika anak saya hampir 5 tahun dan belum berani punya anak kedua. Jadi akhirnya kami merencanakan program anak kedua dan bikin strategi agar putri kami merasa siap kedatangan anggota baru keluarga ini. Maklum, anak perempuan kami ini sangat dekat dengan ayahnya, dan memang dimanja juga oleh ayahnya :P (salah kami juga, sih ...)

Sebelum saya hamil, putri saya selalu bilang "nggak mau"  setiap ada yang bertanya padanya  tentang keinginan punya adik. Akhirnya saya dan suami saya kompak menjalankan beberapa strategi supaya putri kami mau punya adik lagi. Nah, ini adalah cerita tentang proses trial and error mengajak putri kami menyambut kedatangan adiknya dengan hati gembira.

*gambar dari sini

Jadi kakak itu seru!

Sebelum saya hamil, kami pindah ke Tokyo. Lingkungan kami cukup berimbang, banyak manula namun banyak juga keluarga muda yang punya anak lebih dari satu yang bermain di taman dekat rumah.  Setiap bermain di taman kami sering bertemu dengan anak sebayanya yang bermain dengan adiknya, jadi siapapun yang menemani putri saya bermain di taman selalu mengobrol ringan tentang serunya bermain di taman dengan adik.  Kami selalu bilang padanya bahwa dia bisa menunjukkan pada adiknya cara bermain sepeda sepintar dia bermain sepeda, atau mengajak adiknya bersenang-senang di taman seperti teman-teman lainnya yang dia temui di taman atau di sekolah.

Selain itu, saya coba mencarikan buku-buku bacaan dan film anak-anak yang berkaitan dengan serunya jadi kakak.  The Little Princess Story adalah salah satu seri buku kesukaannya, juga film Ipin Upin.

Ayo, kita liat adik di perut mama!

Sejak awal kehamilan jika ada kesempatan kami selalu membawanya serta ke dokter kandungan. Kami cukup beruntung karena kami mendatangi dua dokter kandungan yang cukup menyenangkan untuk berbagi informasi ringan yang bisa membuat anak saya excited dengan kehadiran adik bayi yang muncul di layar USG. Sesampainya di rumah, sambil memangku putri saya, suami menunjukkan foto USG dan mengobrol ringan tentang adik bayi yang tumbuh di perut mama sama seperti dirinya yang sangat kami sayang dan kami tunggu-tunggu. Biasanya setelah itu anak saya banyak bertanya tentang apa yang calon adiknya lakukan di perut mamanya sambil membawa album foto kecilnya :D

Saya sangat bersyukur atas peran suami saya yang banyak berperan sejak trimester pertama kehamilan saya untuk menyediakan segudang senyum, pengertian dan banyak informasi yang bisa putri kami pahami, termasuk menjawab pernyataan anak saya yang keberatan punya adik  setiap melihat saya mual-mual dan sering terbaring lemas di awal kehamilan. Mmmm ... terima kasih, ya, A`.. :)

Adik bayi di perut sayang Teteh

Kami berdua mencoba mulai melibatkan kehadiran adik dalam kehidupan kami sekeluarga. Kami mencoba meyakinkan pada putri kami bahwa adiknya menyayangi dia seperti halnya kami menyayangi dia, dan orang yang menyayangi dia pun bertambah dengan kehadiran adik dalam kehidupannya. Misalnya saja jika dia makan dengan lahap semua hidangan yang saya sediakan. Di saat itu sambil memuji dia saya selalu bilang, "Teh, Kakang nanti kita kasih tahu, ya, kalau makan musti dihabiskan, pintar kayak Teteh. Sekarang saja Kakangnya dengar Teteh pintar makannya. Apalagi nanti kalau sudah keluar, adik, kan, sayang sama Teteh pintar". Ya, mencoba berbagai usaha untuk melibatkan dirinya sebagai "asisten" ayah dan mamanya dalam pengasuhan adiknya. Seperti jika kami membahas sesuatu kejadian yang menimpa anak seorang teman dan anak saya bertanya, suami dan saya biasanya menjelaskan sebab akibatnya secara sederhana (mencoba sesederhana mungkin :P ) jika terjadi pada dirinya atau adiknya nanti, hingga dia berhati-hati.

Teteh sama Kakang sama-sama anak Mama dan Ayah

Nah, bagian yang ini memang agak sulit buat saya dan suami. Kadang tanpa sadar kami terlalu excited dengan kehadiran calon anak laki-laki, sehingga ada beberapa pembicaraan atau sikap kami yang membuat dia cemburu dan akhirnya ngambek. Untung anak saya cukup ekspresif, jadi biasanya kita langsung menyadari kalau dia tidak suka dengan cara kami. Kalau sudah begini kita, deh, yang speechless, akhirnya dia kami peluk sambil dibecandain sampai dia tertawa. (hilang akal sudah :)))

Sudah memasuki 7 bulan ini saya sudah mulai menyicil kebutuhan bayi, jadi kami sering berdiskusi tentang futon bayi(karena diperkirakan akan lahir di musim dingin) dan beberapa kebutuhan lainnya. Saat ini pun saya sudah mulai iseng menjahit beberapa kebutuhan bayi yang saya bisa. Naaaahhh ... sebelumnya biar dunia damai antara saya dan anak perempuan saya ini, saya iseng menjahitkan baju dan celana untuk si anak kecil yang satu itu, tuh, dan sesudahnya menjahitkan keperluan bayi sambil bilang padanya, "Sekarang Mama mau bikin keperluannya Kakang dulu, ya, Teh ... biar sama. Kan Teteh sama Kakang sama-sama anak Mama sama Ayah."

Waktu itu saya  mengajaknya jalan-jalan untuk membeli baju kaos kesukaannya sambil iseng hunting baju adiknya juga. Dari hari ke hari, anak saya makin sering mulai melibatkan banyak obrolan tentang pilihan dia dan baju adiknya. Misalnya waktu itu ketika kami memilih baju untuknya, anak saya lalu bilang, " Nanti kalau adik kita belikan yang Anpanman saja, ya, Ma, kan adiknya Ain laki-laki. Kalau laki-laki masih bayi, kan, sukanya Anpanman." :D Hehehehehe ... Alhamdulillah.

Dari semua hal yang saya dan suami saya jalankan ini keseluruhannya bukan proses yang mudah juga, mungkin karena dia sudah cukup besar juga buat merasa bahwa ayah dan mamanya adalah miliknya saja. Banyak juga gagalnya atau saat-saat sulit yang membuatnya bad mood dengan perubahan kondisi mamanya yang tidak selalu bisa membawanya ke tempat yang dia suka setiap saat seperti dulu, atau ayahnya yang suka mencium dan mengelus perut mamanya. Perlu kerjasama dan banyak diskusi di antara kami berdua tentang kehadiran adik bagi anak sulung kami.

Perkembangannya dari ke hari semakin baik, si Teteh semakin sayang dengan adik dalam perut mamanya. Dia sering menciumi perut saya dan mulai paham dengan kondisi saya yang mulai terlihat kelelahan jika terlalu banyak berjalan atau kepanasan. Dia selalu bilang, "Nanti kasihan Kakangnya..."  jika saya sudah terlihat kelelahan. Dia pun sangat bahagia setiap melihat foto USG ataupun video bayi dalam kandungan yang ada di aplikasi smartphone. Dan yang pasti karena mungkin semakin besar juga, dia semakin bertanggung jawab dengan kebiasaan-kebiasaan kecil yang dulu sering sekali kami ingatkan setiap saat.

Sejauh ini kami bisa bilang bahwa obrolan-obrolan ringan,  media seperti film dan buku bacaan anak-anak, pelukan dan ajakan untuk terlibat sebagai orang yang lebih dewasa jadi faktor pengubah putri saya dalam proses penerimaan adik yang akan hadir tidak lama lagi. Yang pasti, kerjasama ayah dan ibu untuk mendamaikan hati anak memang penting sekali.

Mmmmm ... mudah-mudahaan proses menyambut adik baru ini cukup lancar sampai nanti-nanti ya, karena pasti waktu si adik sudah hadir di depan mata ada tantangan baru lagi untuk kami sebagai orangtua. Sampai saat ini pun saya masih belum bisa membayangkan nanti ketika melahirkan dan perawatan rumah sakit bagaimana nasib anak saya, yaaa? Selain saya mengkhawatirkan pola makan dan sekolahnya, saya juga pasti merindukan bau rambutnya di malam hari (emak-emak emosional :))) Maklum di sini kami harus melakukan semua berdua saja, walaupun banyak teman-teman yang bisa membantu tapi, ya, lebih baik prepare for the worst, deh :)

Semuanya masih trial and error, sih, kami juga masih harus banyak membaca dan mencari lebih banyak pengetahuan tentang cara membagi kasih sayang yang seimbang bagi anak-anak kami berapa pun itu. Mudah-mudahan pengalaman juga membuat kami semakin banyak belajar. Doakan kami, yaaa .... :D