banner-detik
DAD'S CORNER

Cinta Ayah

author

umnad18 Oct 2012

Cinta Ayah

Jika bisa dilukiskan cinta ayah seperti bintang, tak selalu bercahaya namun dia selalu ada.

*gambar dari sini

Minggu kemarin, saya membaca majalah Ummi edisi Juni/2009.  Tersentuh, hingga akhirnya menuliskan tulisan ini. Ayah adalah sosok lain yang kadang bikin saya terharu selain ibu. Kasih ibu yang sepanjang masa tidak perlu untuk diragukan lagi. Namun, berbeda dengan kasih ayah yang kadang perlu untuk dibuktikan agar tidak perlu untuk diragukan lagi.

Dituliskan, jika sekarang peran ayah dalam keluarga khususnya mengalami pergeseran. Pergeseran yang menjauh dari peran seorang ayah dahulu yang sesungguhnya lebih ideal. Keterlibatan ayah di rumah (di luar urusan ekonomi) kian menipis. Kalau dulu seorang ayah dengan sadar melibatkan diri mereka dalam urusan rumah tangga (mengasuh, mendidik, dan membesarkan anak, membantu tugas kerumah-tanggaan), kini ayah lebih suka bekerja di luar rumah, lalu membawa hasil kerjanya (bersama stresss, marah-marah, capek) ke dalam rumahnya.

[Alhamdulillah, bersyukur, suami saya tipe ayah yang sadar melibatkan dalam urusan rumah tangga seperti yang disebutkan di atas. Aneka pekerjaan rumah kadang diambil alih olehnya *senangnya*. Meski demikian banyak tatapan ‘sinis’ mengarah kemari *baca:diri saya :D * dari mulai istri tega ampe istri ga’ bertanggungjawab -_-‘ .]

Ibu Elly Risman mengungkapkan “Kehadiran ayah itu membuat anak menjadi lebih berarti, menjadi lebih tangguh, mempunyai inisiatif.” Dari ayahlah, si anak belajar memiliki sikap berani dan siap menghadapi risiko. Itu bisa terbaca dari hal sederhana seperti cara ayah bermain dengan anak-anaknya. Permainan seorang ayah lebih bersikap fisik, membuat si anak ‘bekerja’ mengelola kekuatan fisik sekaligus rasa takut dan rasa cemasnya gulat-gulatan, panco-pancoan, tarik-tarikkan, kejar-kejaran. Sementara permainan yang dipraktikkan ibu lebih cenderung bersifat verbal atau dengan menggunakan alat bantu seperti mainan atau boneka.

[Yeaaah right banget. Anak-anak kalau udah main sama ayahnya weeee seru banget mereka. Kadang suka malu sendiri kalau mau mengeluh capek *simpan dalam hati aja*, Nih Abi nggak ada capeknya, yaaa, pulang kantor disambut ceria oleh anak-anak, langsung diajak bermain diiringi dengan berbagai cerita dari mereka dan makan malam. Lari-lari, kejar-kejaran, klitik-klitikkkan hingga waktu tidur malam. Mmhh ternyata banyak gunanya juga ketika ayah bermain dengan anak-anak yang ‘menguras’ tenaga juga emosi mereka :D .  Terima kasih, Abi, love u more. Jadi ingat, dulu Papa juga suka main we called it Buaya-buayaan sama anak-anaknya, dan itu mengasyikkan banget teringat sampai sekarang. Mmhh mungkin pengalaman anak-anak saya bermain dengan ayahnya akan teringat terus hingga mereka dewasa, yaaa :D ]

IMHO, ayah adalah partner ibu, ibu adalah partner ayah. Mereka pasangan yang sudah seharusnya saling bahu membahu dalam mencintai dan mendidik anak-anaknya. Kalau saya bisa gambarkan, ga’ ada istilah ini tugas ayah, ini tugas ibu jika menyangkut anak-anak. Mereka ada karena Allah mengizinkan bertemunya sperma ayah dengan sel telur ibu. Jadi mereka adalah tanggungjawab ayah dan ibu sebagai orangtuanya.

Sebagai pemimpin, ayah memang dituntut lebih. Ia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya, istri dan anak-anaknya, juga dirinya sendiri. Karenanya cinta ayah pada anak-anaknya lebih bersifat “fisik” mengajak anak menghadapi dunia luar dengan berani, mengajarkan tentang arti tanggungjawab dan kewajiban. Sedangkan cinta ibu, ‘menghaluskan’ bagian terdalam mereka.

Dengan adanya cinta dari kedua orangtuanya, terutama cinta ayah, semoga anak-anak kita kelak dapat menjadi generasi penerus yang lebih baik, dan lebih baik lagiiii.

So para ayah, sudah apa saja hari ini dengan anak-anak?! :D

Share Article

author

umnad

-


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan