Suatu ketika saya pernah bilang, "Nambah anak nggak menambah jumlah lengan kita"
Well even if it does, I can't imagine my reaction when meeting my paternal grandmother. She has 11 kids. I must have freaked out like hell. BUT, brain is an amazing thing, it allows us to re organize everything so we can utilize both hands to the max.
Berikut catatan mikro mini, on Ibu Mimut's adventure in handling her 2 toddlers. With her 2 hands.
On sleeping.
Wait until they are TIRED. seriously...
Anak anak saya jolted in joy kalau sekamar sama orangtuanya di malam hari, mungkin akibat dari kecil sudah pisah tidur. PLUS dua printil ini tidur dalam satu kamar yang sama. Ya, sudah, deh ....
Tak akan jadi masalah kalau salah satu sudah tidur lebih dulu, masalah akan timbul kalau keduanya mau sama mama, jadi manalah ijk bisa menidurkan mereka satu per satu.
Minta tolong suami ikut mengasuh, nggak beres juga. Suatu hari saya minta tolong suami untuk menidurkan Kinan. Tapi mungkin karena gemas, anaknya diuwel-uwel terus. Dan akhirnya anaknya marah ... kembali lagi mencari mama. Si kakak, Arka, yang sudah lemas sambil mata merem melek 5 watt, duduk lagi, bediri lagi, ketuwilan lagi sama adiknya.
Ppfffttt...
Ahirnya, ya, kita biarkan mereka capek. Ketika sudah habis sebotol susu tapi belum ada tanda-tanda lemas, kita bawa lagi ke lantai bawah, baca buku, pasang Baby TV yang isinya gambar pattern bergerak pelan (malah saya yang ngantuk!) Kalau mereka sudah tidur-tiduran di bantal, baru ajak ke atas, mpok-mpok sedikit, usap punggung, cium, nyanyi, and we're done.
Apalagi Kinan, kalau sudah ngantuk banget nggak peduli posisi, kepala baru menyentuh kasur saja badannya sudah lemas. Jadi suka ketiduran sambil ngampleh di pinggir kasur, kepala di kasur, badan di lantai.
eh, you DO understand ngampleh rite?
On eating
Sebenernya hampir sama dengan tidur, let them starve!
Terdengar salah, ya, kok anak dibiarkan lapar, hehehe. Tapi intinya, sih, badan manusia, kan, ada alarm-nya, kalau ada yang ngga nyaman pasti "bunyi", begitu juga anak-anak. Kalau lapar, pasti minta makan.
Growing up as a child who despise any meal time, of course menyuapi anak makan bukan saat yang saya nantikan. Apalagi pola kasih makan anak-anak memang sudah rada salah. Dari dulu ngga "dipaksa" makan duduk di meja, jadi seringnya, ya, disuap sama pengasuh. Tapi setelah beberapa sesi makan di luar, yang mengharuskan mereka manis duduk di high chair, ternyata bisa, kok, anak-anak makan tanpa disuap.
Ini tahapnya:
Berhubung cuma punya 1 high chair, kalo di rumah ngga ada yang pake, itu biang rebutan!
Biarkan saja mereka duduk di kursi makan, ganjal sama bantal, kasih sendok-garpu, siapkan makanan di depan hidung masing masing.
Buat saya ini PENTING IN CAPITALS!
I hate water spills, even if it's water, nggak lengket-ngga bernoda, tetap saja ribet mengelapnya. Belum lagi Kinan belum lancar minum dari gelas standar, duhhh, bajunya basah teruuus, dan anaknya suka tersedak. Jadi saya sediakan 2 botol minum pakai sedotan, isinya cuma setengah botol, dan diumpetin dulu. Supaya apa? Supaya mereka makan dulu, baru minum. Kalau nggak, itu air sebotol dijamin habis duluan, deh ....
This is the crucial time, ketika saya bilang, "Sudah makannya? Kalau masih lapar ngga ada susu, ya."
Pada Arka, karena sudah lebih mengerti, saya sudah terapkan: no meal - no nothing else. Kalau makan nggak habis, ya, nggak boleh minum susu, makan kue, nggak boleh apa pun. That's that. Lebih gampang diatur, karena dia tahu no milk means no milk, and he hates that. Makanya dia mau duduk manis sampai piringnya kosong.
Kadang pengasuhnya suka merasa punya kewajiban masukin sepiring penuh ke perut anak. Nggak salah, sih ... mubazir, ya, kalau dibuang. Tapi akibatnya, venue makan jadi pindah-pindah, dari meja-tempat main-rak buku, kadang makan bisa sampai 1 jam 45 menit, that makes me unhappy. Apalagi bentuk makanan jadi nggak karuan. Makanya batas makan 30 menit itu cukup, kalau mereka masih setengah kenyang, nanti disambung lagi setelah sejam-dua jam. TAPIII, jangan dikasih susu atau camilan di tengah tengah.
Nah, di sesi ini, yang lazim terjadi adalah Ibu Mimut mondar-mandir meja makan, ke dapur, ke belakang cek gorengan di atas kompor, ke meja makan lagi. Mengakomodir anaknya yang lagi makan, sambil goreng makanan untuk diri sendiri.
Arka, suatu pagi, lagi duduk tiba-tiba cengengesan bilang ke saya, "Mbak, Mbak ... Aka minta sendok, Mbak." HEH, gile emaknya dikata mbak-mbak restoran.
On eating out
Step pertama, kedua, ketiga tetap sama. Two high chairs, 2 water bottled, 30 minutes time. Kami selalu usahakan pilih makanan yang gampang dikunyah mereka. My current fave is finger foods and noodles. Anak-anak saya gampang banget makan kalau mie dan Kinan bisa ditinggal, menghabiskan sepiring finger foods dengan gampang.
Tambahan untuk makan di luar adalah timing. Usahakan sekali duduk di restoran pas mereka laparrr hahaha ....
DAN, usahakan sekali untuk makan bareng untuk menghemat waktu.
Once upon a busy afternoon, saya bawa anak-anak ke mal, hanya bertiga.
Mau bayar gajian kantor saja sebenarnya, sama makan. Pas antre di bank anak-anak sudah gelisah, they're hungry. Hore! Langsung ke restoran, makannya pada banyak, selain memang sudah pada lapar, Arka semangat makan saat melihat saya menyantap makanan.
Kinan makan sendiri finger foods-nya dan porsi yang saya kasih dihabiskan! It was my glorious moment, lho. My first time eating out with the kids. Pat on my own back.
Setelah makan saya jongkok di kolong kursi Kinan, karena banyak tumpahan makanan yang harus saya pungut pakai tisu untuk dibuang. I want them to be civilized at public. Kalau bawa anak makan di tempat umum, sepertinya bekas makanannya nggak pernah parah, dan memang kami terbiasa meninggalkan tempat makan serapi mungkin.
On strolling
Ketika jalan-jalan sama 2 anak kecil, tadinya saya bingung, bawa stoller atau nggak. Kalau bawa 2 stroller, ya, nggak mungkin. Kalau bawa cuma 1 pasti akhirnya malah rebutan duduk, terus berakhir dengan yang "kalah" minta gendong. Nggak praktis juga.
Paling pas so far, with a 3 yo and a 1.5 yo, adalah jalan biasa. Hanya saja jaraknya harus dipastikan nggak terlalu jauh, kasihan juga kalau pada gempor. Tadinya saya pikir tangan kanan dan kiri saya masing-masing harus menggandeng 1 tangan kecil. Tapi nggak juga ternyata. Saya bilang ke Arka, "Mas, adiknya digandeng, dijagain, ya." Dan dia mengerti. Kalau adiknya mulai wira-wiri berhenti di etalase toko, dia tarik tangannya, jalan ke arah saya. Niatnya, sih, saya ingin membuat Arka to be a responsible older sibling. So far it works, hamdalahhh.
Kalo adiknya mulai gratilan, suka diomeli Arka, "Dek Nan, jangan main itu. Mau ikut Aka ngga? Mau, kan? Ayo, nurut Aka. Jangan main itu." ACKKK! The exact same line that I use. Gilaaa, bisa hafal, lho, dia. Guess I can fully utilize the little supervisor from now on.
On the road
How's driving a car dengan 1 batita dan 1 balita. Berbekal ijazah carseat certified, it was a pleasure ride. Walaupun sempat gentar pas mau berangkat, takutnya mereka minta macam-macam pas saya lagi menyetir. But it didnt happen, they were as sweet as honey. Duduk manis di tempat masing-masing, bersebelahan. Sebelum saya menyalakan mesin, tawarkan dulu susu ke anak anak, jelaskan kalau pas mama menyetir, nggak bisa mengambilkan susu so they have to wait. Ya, sudah, deh, sip banget. Nggak ada yang minta susu, nggak ada yang nangis. Driving a car that day was so therapeutic for me, setelah berhari-hari ngendon di rumah bertiga saja.
Other things
Playdate is an amazing event. Hahaha ....
Waktu itu kami hadir di playdate ceria sama sahabat saya, tempat mainnya juga nggak terlalu besar, saya bisa duduk dan ngobrol sambil mengawasi mereka, lumayan banget. Saya bisa istirahat, berasa lebih segar setelah ketemuan sama teman-teman.
Nah, semua micro mini notes ini do-able with only two hands. Kalau ada Pak Suami, silakan gunakan 2 tambahan tangan beliau. Kalau ditambah nenek-kakeknya anak-anak, silakan gunakan 6 tangan yang ada. Or even 10 hands if you're really lucky to have all the grandparents around. Ibunya ongkang kaki ajah, nge-teh cantik hahaha.