Semua berawal waktu Cus Erna datang kerumah. Wanita berumur 25 tahun berdarah Jawa ini orangnya halus, sudah punya satu anak seumur Zahra juga. Jadi walau baru kenal dia sudah bisa mengambil hati Zahra, mereka cepat akrab. Saya juga jadi agak tenang ninggal Zahra ke kantor. Seminggu pertama kerja sama sekali nggak ada keluhan tentang Cus Erna. Orang rajin, ceria, banyak cerita , cerdas, dan tanggap. Hanya sesekali saja saya dengar dia batuk-batuk, ah tapi saya pikir mungkin cuma sakit tenggorokan aja. Tapi kemudian sampai sebulan lamanya batuknya ini nggak sembuh juga. Sudah hampir 2x ke Puskesmas dan saya kasih juga obat batuk yang biasa saya minum tapi nggak ada tanda-tanda batuknya mereda. Cenderung lebih parah. Kondisi badannya pun semakin menurun. Jadi terlihat agak lemas dan sayu.
Akhirnya karena bertepatan jadwal imunisasi Zahra saya sekalian periksakan Cus Erna ke Dokter Umum di RS. Dan oleh dokter langsung dirujuk untuk rontgen. Di sini saya sudah mulai nggak tenang.. Setelah rontgen ternyata Cus Erna positif bronkitis. Bronkitis memang tidak menular, tapi seseorang dengan penyakit ini daya tahan tubuhnya akan menurun dan lebih mudah terkena virus/kuman penyakit. Yang lebih menakutkan sebenarnya adalah apabila si Cus ternyata TBC atau TB atau tuberkulosis.
TBC adalah penyakit berbahaya ketiga di dunia, dan Indonesia masuk sebagai peringkat ke-4 di dunia untuk jumlah penderita TBC. Jadi TBC sudah sangat umum di Indonesia. Yang saya pikirkan dulu bagaimana kalau Zahra tertular?
Sejak saat itulah semua orang yang akan bekerja dirumah saya wajibkan untuk medical check up, hanya untuk beberapa penyakit menular yang meliputi :
Ternyata sangat penting untuk mengetahui rekam medis semua anggota rumah, apalagi yang baru kita kenal. Karena syok divonis bronkitis Cus Erna langsung minta pulang kampung karena ingin berobat di kampungnya saja. Dan 2 minggu setelah kepulangan Cus Erna, Zahra demam 9 hari lamanya, dan dimulailah serangkaian tes yang menguras mental saya sebagai ibunya, saya patah hati dan merasa lalai. Namun manusia hanya bisa berikhtiar, Tuhan yang Maha menentukan. Saya pun mulai mencari tahu apa yang sebenarnya dialami Zahra.
Baru kali ini Zahra demam 9 hari lamanya. Demamnya on-off, tapi hari ke-1 sampai 3 anaknya masih aktif dan nafsu makannya bagus. Begitu hari ke-5 baru dia mulai nggak seceria biasanya. Akhirnya oleh DSA dirujuk untuk tes urin dan darah. Dan karena setelah obat masuk ternyata masih demam juga akhirnya dirujuk lagi untuk rontgen.
Hasil rontgen saya ambil besoknya sepulang kantor. saya pikir pasti hasilnya baik-baik aja karena Zahra sudah nggak demam, batuknya yang berat juga sudah mulai tidak terdengar. Tapi ternyata kt DSA-nya Zahra hasil rontgennya ini lebih baik dilanjutkan untuk tes mantoux, tes untuk indikasi penyakit TB.
Apa, sih, TB itu?
Tuberkulosis – yang disingkat TBC atau TB – adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga disebut dengan Pulmonary TB. Tetapi kuman TB juga bisa menyebar ke bagian/organ lain dalam tubuh.
sumber : disini
Akhirnya googling sana-sini dapatlah referensi profesor spesialis paru anak yang sering memberikan seminar soal TB pada anak. Langsung daftar dan bawa hasil tes darah dan rontgen ke beliau, saat itu kondisi Zahra sudah membaik, tapi obatnya masih belum habis.
Tes darah hasilnya katanya bagus, nggak ada infeksi. Rontgen juga cuma flek dikit, kalau seperti itu pakai antibiotik saja harusnya bisa hilang. Akhirnya dirujuk juga untuk tes mantoux. Saya bilang sekarang Zahra masih minum obat, tapi profesor bilang tes mantoux nggak ada pengaruh sama obat. Ya, sudah, deh langsung suntik tes mantoux, Zahra menjerit kesakitan. Kasihan anakku :___(((
Aneka tes lab ini menjadi pengalaman tak menyenangkan baik bagi saya terutama untuk Zahra. Nanti akan saya ceritakan lebih lanjut observasi serta hasil tes Zahra, ya.