Waktu saya kecil, mama saya bukanlah tipe rabid mom yang perfeksionis. Bahkan ia tergolong ibu yang santai, termasuk untuk urusan bekal makanan anak-anaknya. Saya ingat sekali, waktu saya TK, bekal saya rata-rata hanya roti tawar + mentega + mesis, bahkan pernah dibawakan hanya sebutir telur rebus.
Mama saya juga tipe yang membebaskan anaknya jajan apa saja. Makanya makanan favorit saya waktu kecil ya berkisar antara mi instan, Chiki dan wafer Superman. Belum lagi lontong sayur, aneka gorengan dan berbagai jajanan di kantin dan pedagang kaki lima di sekolah. Hahaha.
Saat saya besar, saya jadi iri setiap menonton iklan sebuah produk keju di TV tentang seorang anak yang membawa bekal sempurna buatan ibunya, yang sangat menggugah selera. Lalu teman-temannya ngiler dan meminta makanan yang ia bawa. I really wanna be like her! Tapi berhubung sudah telat, saya pun mengubah cita-cita. Saya ingin jika suatu hari saya punya anak, saya ingin anak saya membawa bekal cantik seperti dalam iklan itu.
Saat melahirkan Nadira, saya langsung teringat cita-cita itu. Makanya saya mati-matian belajar masak, supaya Nadira bernasib seperti si bintang iklan keju, juga tidak kecanduan jajanan seperti saya dulu.
Setelah bisa masak sedikit, saya paham kelemahan saya adalah dalam urusan prakarya. Asli, deh, nilai prakarya saya dari dulu minimalis! Padahal saya sadar betul, untuk anak tidak hanya gizi dan rasa makanan saja yang dibutuhkan. Namun juga penampilannya, terutama jika si anak tipe anak yang visual.
Beberapa bulan sebelum Nadira masuk sekolah, saya ikut bento class yang digelar oleh Milis MPASI Rumahan. Di situ saya belajar bahwa ternyata membuat bento yang cantik nan keren itu bisa dilakukan oleh siapa saja, termasuk saya yang minim kreativitas ini. Yang penting hanya satu, yaitu niatnya. Langsung, deh, saya bersemangat. Sampai rasanya ingin berkunjung ke Daiso atau menyatroni online shop khusus bento tools setiap hari.
Minggu kemarin adalah minggu pertama Nadira sekolah. Dari jauh-jauh hari saya sudah lebay sendiri memikirkan mau masak apa untuk bekalnya nanti. Yang pasti, supaya terlihat agak cantik, saya harus menggunakan alat bantu andalan, tak lain dan tak bukan cookie cutter dan bento tools seperti rice molder.
Hari pertama, saya membuat nasi uduk dan ayam goreng. Lalu saya juga mencetak roti tawar dengan cookie cutter bentuk Minnie Mouse yang hanya diisi susu kental manis, serta onde-onde dari acara di rumah saudara. Untuk minuman, selain air putih, saya sertakan juga jus kotak.
Hari kedua, saya masak sayur bayam dan fish cake goreng. Sayur bayam dikemas tanpa kuah, sementara fish cake setelah digoreng, saya bentuk bulat-bulat dengan cookie cutter. Sisanya saya gunting kecil-kecil. Untuk sarapan, saya bawakan roti tawar aneka bentuk yang hanya diisi dengan selai blueberry. Supaya terlihat colorful, saya masukkan juga cokelat warna-warni.
Di hari ketiga, sekaligus hari terakhir masa orientasinya, saya bekali Nadira dengan nasi, sayur sop dan tuna goreng tepung. Seperti kemarin, sayur sop dikemas tanpa kuah, lalu saya letakkan di dalam silicon cup supaya lebih rapi. Nasi saya bentuk hati dan bintang karena saya baru ingat ternyata pernah beli rice molder bentuk ini. Tuna goreng dibentuk panjang-panjang dan disisipkan di sela-sela nasi.
Selain itu saya juga membuat pancake sederhana, yang digoreng di pan berbentuk kepala beruang. Pancake ini disiram saus blueberry dan ditemani oleh biscuit oreo serta jeli yang saya letakkan dalam silicon cup supaya rapi. Gampang kan?
So far, Nadira selalu lahap menyantap bekal yang saya bawa. Dan, saya lihat di sekolah, teman-teman sekelasnya juga melirik antusias pada bekal Nadira. Aduh, saya jadi GR, deh, hihihi..
Padahal menunya sederhana banget, kan? Hanya menu sehari-hari yang dikemas lebih menarik. Kuncinya, ya, itu tadi. Punya niat dan siapkan peralatan bantu untuk menghias bekal anak.
Jadi, siapa yang bilang membuat bekal anak itu susah?