Penulis: Ainun Chomsun, Budiana Indrastuti, Mia Amalia, Rani Rachami Moediarta
Penerbit: Buah Hati
Tahun: 2012
Halaman: 99 halaman
Harga: Rp35.000
Akhir tak terduga dari sebuah pernikahan, sekaligus menyakitkan adalah perpisahan, apa pun alasannya tentu meninggalkan luka yang mendalam. Sesaat mungkin didera kebingungan terutama perihal pengasuhan si kecil agar tumbuh kembangnya maksimal, tidak terganggu walaupun tanpa sosok ayah.
Berbeda dari buku serupa yang sempat saya baca belum lama ini, buku berisi kisah inspiratif para single moms. Isi tulisan dalam buku ini tidak sekedar curhat tapi bagaimana peran dan suka duka menjadi mama sekaligus papa untuk anak.
Mama yang memilih nenek sebagai pendamping si kecil adalah pilihan aman namun dilematis karena bagaimana pun seorang nenek lebih memanjakan anak dibanding sebagai pembimbing. Beda pendapat tidak terelakkan, Mama yang mulai menerapkan teori parenting modern terbentur nenek dengan pola pikir lamanya. Pola pikir yang secara tidak sadar memanjakan anak. Misal soal tangisan bayi, balita atau anak yang bersifat manipulatif. Solusinya tentu diskusi dan saling pengertian.
Ada juga kisah seorang mama yang memilih resign dari kantornya dan memilih jadi freelancer dengan risiko jumlah pendapatan tak menentu, pasang surut, padahal kebutuhan tak mengenal kata surut. Alasan mama tentu saja agar memiliki lebih banyak waktu dengan anak. Agar quality time dengan anak terjamin. Pertemuan seperti apa, sih, yang dimaksud berkualitas? Mommies bisa menemukan jawabannya di dalam buku ini. Dan mungkin quality time setiap mama memiliki versi berbeda.
Ada saat sosok Papa dibutuhkan kehadirannya terutama dalam acara-acara sekolah di saat bersamaan papa sudah memiliki kehidupan lain yang tidak bisa dibaginya. Secara tidak langsung anak menuntut penjelasan dan ini bukan hal mudah untuk dijelaskan. Sekelumit duka sesaat karena pada detik berikutnya para mama ini bahagia melihat anak tumbuh dengan sikap yang membanggakan.
“Nggak apa-apa, Bu, nggak ada kue ulang tahun.” Aku malah ingin menangis mendengar jawaban polosnya. Dan tak kuasa aku pun menumpahkan air mata antara haru dan sedih. (p.39)
Tapi yang lebih sulit dari status single moms adalah menghadapi stereotip negatif lingkungan sosial.
Kata-kata seperti ini mungkin kerap terlontar: “Hati-hati, dia janda, lho.” Atau “Tapi ... dia janda. Jadi agak gimanaaa ....” perlu mental ekstra untuk menghadapi stigma sosial ini.
Lalu kisah seorang single moms dengan empat anak dengan penghasilan hanya sepersepuluh pengeluaran karena tabungan terkuras oleh investasi yang menipu di saat bersamaan mama ini sedang patah hati. Tapi ditulis dengan tuturan yang segar jadi tidak terkesan mengasihani dirinya sendiri.
Pada akhirnya tugas seorang ibu bukanlah tempat bersandar, melainkan seorang yang menjadikan seseorang tak perlu bersandar, tulis Rani Rachmania yang mengutip dari Dorothy Canfield Fisher. Mama yang menuliskan kisahnya di bagian akhir buku ini. Seorang mama yang berhasil membuktikan kisah happy ending-nya sebagai seorang single mom.
Ya, buku yang bukan sekedar curhat dari para single moms tapi tulisan yang mengispirasi layak dibaca para Mommies dan calon Mommies.