Sorry, we couldn't find any article matching ''
(You're Not ) A Perfect Mom
Malam, kantuk dan penat bercampur jadi satu. Kedua putri saya, si sulung (9 tahun) dan si anak tengah (6 tahun) masih asyik berbalas rhyme di ruang tamu. Suara tawa mereka terdengar riuh rendah. Kebiasaan mereka selepas salat Maghrib, usai mengerjakan semua tugas yang tersisa dari sekolah siang tadi dan mengaji, mereka akan bermain-main sejenak sebelum waktu makan malam tiba, dan bermain-main dengan kata-kata berima (rhyme) adalah salah satu favorit mereka. Adik bayi mereka (9 bulan) masih mondar mandir merangkak keliling ruang tamu, sambil sesekali mengeluarkan ocehan ala bayi. Ah, cerianya mereka, sementara saya di sini, berdiri di ambang pintu kamar tidur rasa-rasanya hampir menyerah. Hari ini terasa amat panjang dan melelahkan. Sepertinya, akan selalu ada satu hari seperti ini bagi para ibu. Saat kondisi tubuh kurang sehat, segalanya jadi terasa berat, alhasil manajemen waktu saya jadi berantakan sekali >.<.
kakak bersama dua adiknya, ia paling rajin memberi contoh bijak bagi keduanya ^^
Seharusnya, saat ini kami sudah duduk mengelilingi meja makan untuk makan malam bersama. Hanya saja, sekalipun hati dan pikiran menyuruh saya bergerak, tubuh ini serasa tak mau diajak kompromi. Pening dan demam merambat. Ah, saya sakit :(. Di meja hanya tersisa semangkuk sop dan beberapa potong perkedel kentang sisa makan siang tadi, tak akan cukup buat kami semua. Melihat saya yang tampak lemas bersender di muka pintu kamar, si sulung menghentikan candanya sesaat lalu berkata, "Bunda, sakit, ya?" Saya mencoba tersenyum dan menggeleng, "Nggak, Kak, cuma capek," sahut saya tak ingin ia cemas, sebab sekilas saya lihat di matanya muncul rasa khawatir. "Kita makan apa, ya, malam ini?" tanya saya mengalihkan perhatian. Kedua putri saya terdiam sesaat, sebelum akhirnya si sulung berseru, "Hei, aku saja yang siapkan makan malam, Bun. Aku, kan, bisa buat scramble egg. Itu, lho, telur plus susu yang digoreng acak itu," katanya antusias. Si adik mengangguk-angguk, "Aku bisa bantu kocok telurnya dan kakak yang goreng," katanya bersemangat.
Wah, kejutan yang menyenangkan, batin saya, bahagia melihat mereka berebut menawarkan bantuan. "Lho, lalu Bunda ngapain dong, Kak?" saya balas bertanya pada si sulung. Sambil tersenyum ia menjawab, "Bunda, kan, capek, jadi istirahat saja dulu. Nanti kalau sudah siap makanannya, kita panggil, ya, kan, Dek?" katanya sambil melirik adiknya yang segera merapikan kertas-kertas dan mainan yang berserakan di ruang tamu. Adiknya mengangguk-angguk. "Serius, kalian tidak perlu bantuan Bunda?" tanya saya ragu. Si sulung menggeleng dan berkata lagi, "Just take a little rest then, Mom. It's ok , you're not a perfect. It's ok if you're tired. Really...we can help you. Trust me."
Ah, ya, anak-anak baru saja mengingatkan saya, bahwa sebagai manusia, saya memang tak sempurna dan tak harus sempurna. Ada kalanya saya merasa lelah dan tak bisa menyelesaikan tugas saya dengan semestinya, karenanya saya harus berhenti sesaat. Persis seperti itulah biasanya saya menyemangati mereka saat mereka melakukan sesuatu dengan hasil yang mereka anggap kuang memuaskan. Selama mereka sudah berusaha keras melakukannya, saya tak lagi mempermasalahkan hasil akhir yang mereka dapatkan. Bukankah kesempurnaan itu semata milik Allah saja, dan sebagai manusia kita hanya bisa melakukan yang terbaik dalam batas kemampuan kita.
Sambil berbaring sejenak bersama sang adik bayi di tempat tidur saya yang hangat, saya mendengar celoteh riang si sulung dan adiknya yang sibuk membuatkan kami sekeluarga menu makan malam yang istimewa. Hmmm, sudah semestinya saya berterima kasih pada Allah Yang Maha Baik, yang telah mengizinkan saya mengasuh anak-anak yang manis dan bijak ini. Alhamdulillah ... hari ini saya belajar lagi satu kebijaksanaan yang saya dapat dari anak-anak dan ketulusan mereka.
Adelaide, 28 Juni 2012
awal musim dingin
Share Article
COMMENTS