Waktu Nadira lahir, salah satu masalah yang saya dan suami hadapi adalah urusan cukur rambut. Suami saya menolak keras jika rambut Nadira harus dicukur habis seperti bayi-bayi lain. Padahal di keluarga saya, tradisi mencukur rambut bayi lumrah adanya. Alasannya, jika dicukur, rambut si anak akan tebal dan sehat. Bahkan ada, lho, seorang om yang punya spesialisasi mencukur bayi-bayi di keluarga saya.
Argumentasi suami untuk menolak rambut Nadira dibabat habis ada dua. Pertama, adiknya sendiri saat kecil tidak dibotaki. Sampai sekarang, kondisi rambutnya baik-baik saja, alias tebal dan indah. Kedua, kondisi rambut suami saya, ehm, kurang lebat dan tipis. “Aku takut kalo Nadira nanti botak terus, nggak tumbuh-tumbuh rambutnya. Mana dia anak cewek lagi,” kata suami saya. Hehehe.
Saya sendiri, sih, sebenarnya nggak repot urusan kepala anak plontos atau tidak. Saya selalu berpendapat, jangan hanya percaya pada suatu tradisi tanpa ada alasan logis di baliknya. Untuk urusan mencukur habis rambut bayi, saya pun rajin menjelajah di situs pencari dan juga situs parenting.
Hasilnya, rata-rata penelitian para ahli menyebutkan tidak ada hubungan antara ketebalan rambut anak dan kebiasaan mencukur rambutnya sampai habis saat bayi. Tanpa dicukur pun, rambut bayi akan rontok dengan sendirinya. Pasalnya, rambut ini merupakan rambut sementara atau yang disebut velus. Setelah anak besar, velus akan rontok dengan sendirinya dan digantikan oleh rambut permanen.
Dari situ, segala komentar saudara, mertua, tetangga yang bilang rambut Nadira lebih baik dicukur supaya tebal bla-bla-bla bisa saya tanggapi dengan berbagai hasil pencarian yang saya dapat. Apalagi setelah dokter anak yang menangani Nadira pun mengiyakan pendapat saya.
Namun jangan sangka tantangan yang saya hadapi cukup sampai di situ. Sampai usia 18 bulan, rambut Nadira boleh dibilang tipis dan sedikiiit sekali. Jangankan dikuncir, diponi pun nggak bisa saking minimnya! Saya pun sempat deg-degan. Jangan-jangan ini akibat rambutnya nggak dicukur habis waktu bayi dulu. Sempat deh mempertimbangkan untuk mencukur habis rambutnya, meski akal sehat melarang. Ini foto-foto Nadira, coba perhatikan rambutnya :D
*Nadira first hair cut, usia 1 tahun
Untunglah, menjelang usia 2 tahun, volume rambut Nadira mulai bertambah banyak dan teksturnya juga menebal. Hati saya lega luar biasa. Alhamdulillah, rambut anak saya nggak tipis seperti bapaknya! :D
Jadi sekarang ini, saya bisa dengan hati mantap bilang, mencukur rambut bayi sampai plontos tidak ada hubungannya dengan tebal/tipisnya rambut si anak kelak. Semua lebih tergantung pada faktor genetik dan juga perawatan yang dilakukan oleh orang tua (akan saya bahas dalam tulisan berikutnya, ya).
Tapi memang tak bisa dimungkiri, mencukur rambut bayi hingga plontos merupakan tradisi di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Bahkan di agama Islam, mencukur rambut bayi hukumnya sunnah. Ya kalo menurut saya sih, silakan ikuti apa yang kira-kira pas dengan hati dan nurani Mommies sekalian. Yang pas untuk saya tidak selalu pas untuk yang lain, kan?