Sebelum menikah, saya perokok yang bisa dikategorikan cukup berat. Jangan ditanya alasannya, ya. Setelah menikah, kebetulan langsung hamil, jadi, ya, berhenti begitu saja. Eh, sempat, sih, di awal-awal kehamilan saya masih membawa kotak rokok hanya sebagai sugesti saja.
Kawan-kawan saya sempat terheran-heran melihat saya mampu berhenti merokok. Dan selama hamil dan menyusui, herannya, nggak sedikit pun keinginan untuk merokok itu datang. Saya sempat browsing sana-sini untuk sekedar cari tahu boleh apa nggak, sih, sebenarnya merokok saat hamil atau menyusui? Bukan karena ingin merokok, lho, tapi penasaran saja.
Ini beberapa fakta yang saya temukan dari hasil browsing:
13% ibu dari anak-anak yang mengidap autisme mengaku hobi merokok di masa kehamilan. Tapi, profesor yang memimpin penelitian ini mengatakan bahwa hasil riset ini tidak menyebutkan bahwa merokok merupakan faktor utama dari autisme. Namun jelas menunjukkan bahwa ada kaitan antara bahaya merokok dengan autisme.
Jika ibu hamil yang merokok berhenti merokok, dalam 48 jam setelah berhenti merokok, darahnya membawa 8 persen oksigen lebih banyak ke janin.
Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia berbahaya, saat ibu hamil merokok, maka racunnya akan terbawa ke aliran darah yang merupakan satu-satunya sumber oksigen dan asupan bagi janin
Nikotin dan karbon monoksida dalam rokok bisa mengurangi suplai oksigen ke janin. Nikotin menghambat oksigen ke rahim dengan menyempitkan jalan darah termasuk ke tali pusat yang menuju ke janin. Lalu, karbon monoksida terbawa bersama sel darah merah sehingga membuat ‘jalan’ darah yang sudah sempit tadi semakin sulit menerima oksigen.
Minimnya oksigen yang didapat oleh janin, memengaruhi perkembangan bayi dalam janin. Hal ini berisiko berat badan lahir rendah, kelahiran prematur atau bayi meninggal.
1-2 batang rokok memang lebih aman daripada satu pak rokok :D tapi tetap saja berisiko terhadap kehamilan. Tubuh seorang perokok sudah dasarnya sensitif terhadap nikotin, jadi biarpun sesedikit mungkin rokok yang dihisap per hari, efeknya lebih besar daripada nonperokok.
Bagaimana kalau Mommies tidak merokok, tapi berada di lingkungan perokok? Perlu diketahui, bahwa hanya 25% zat berbahaya rokok yang masuk ke dalam tubuh perokok, sementara sisanya beredar di udara bebas termasuk orang yang ada di sekitarnya.
Untuk ibu menyusui, saya mengambil dari situs AIMI, seorang ibu yang tidak bisa berhenti merokok seharusnya tetap menyusui bayinya. Penelitian telah membuktikan bahwa ASI menurunkan risiko efek sampingan yang secara negatif ditimbulkan oleh asap rokok, seperti penyakit paru-paru pada bayi. Memang akan jauh lebih baik apabila ibu tidak merokok, namun jika ibu tidak bisa berhenti merokok, maka lebih baik ibu merokok dan menyusui daripada ibu merokok tapi memberikan susu formula kepada bayi.
Bayi yang disusui oleh ibu perokok, lebih rentan kolik dan umumnya lebih rewel dibanding yang tidak perokok.
Anak-anak yang terekspos dalam lingkungan perokok memiliki kadar HDL (lemak baik) rendah dalam darah.
Masih banyak hal lagi seputar merokok, ibu hamil dan menyusui. Tapi mudah-mudahan, segelintir fakta di atas yang disajikan di Hari Tanpa Tembakau ini, kita sebagai orangtua bisa memulai hidup lebih sehat untuk masa depan anak-anak kita.
*sumber dari babycenter dan kellymom