banner-detik
PREGNANCY

Babymoon, Honeymoon Saat Hamil

author

Leija04 Apr 2012

Babymoon, Honeymoon Saat Hamil

Kata instruktur yoga prenatal saya, hamil itu sudah merupakan ‘latihan yoga’ tersendiri.

Dalam yoga, sebenarnya kita bukan belajar kuat-kuatan handstand atau lentur-lenturan kayang, namun belajar ikhlas, dan berserah diri. Begitu juga dalam hamil. Mau muntah-muntah seharian kek, mau sekujur tubuh membengkak kek, seorang bumil ditantang untuk selalu ikhlas.

Termasuk ikhlas absen liburan?

Siapa, sih, yang nggak suka jalan-jalan? Termasuk saya, dong. Tapi trimester pertama menghantam saya dengan sangat keras, sampai saya sempat putus harapan untuk liburan sama sekali selama sembilan bulan ke depan, bahkan mungkin lebih (‘kan takut nggak PD bawa newborn plesir :p)

Bahkan saat itu, naik mobil Jakarta-Bandung saja rasanya … saya tak sangguuup .…

Pada suatu masa, saya nangis sesegukkan karena merasa nggak kuat lagi muntah-muntah terus dan menjadi ‘tahanan rumah’. Sang suami yang iba pun membisikkan sebait janji surga, “Kalau nanti kamu baikan, kita babymoon ke Bali dua minggu deh.”

Bener, lho, ya!

Finally, the happy days arrived. Saya memasuki pertengahan trimester kedua, ritual muntah-muntah plus migren pun berangsur hilang. Janji babymoon dua minggu ke Bali harus ditagih, dong.

Nyatanya, suami nggak menyanggupi liburan dua minggu (I knew it!), dan mengajukan proposal pergi lima hari saja. Baiklah, proposal diterima!

Is Babymoon Necessary?

Saya mengenal istilah babymoon sejak sebelum menikah. Awalnya saya pikir lucu, lama-lama menurut saya nggak penting. “Pasti ini tren warga metropolitan saja, deh, bikin-bikin alasan untuk liburan, padahal esensinya nggak sepenting senam hamil atau kelas edukasi pre-natal, misalnya,” begitu pikir saya.

Mungkin ada benarnya, tapi nggak selalu. Hal ini terbukti pada saya, yang selama 19 minggu murni terkekang lahir batin akibat nggak enak badan berlebihan. Sehingga ketika kesempatan berlibur berdua suami datang, rasanya bagai tiupan angin surga!

Meski demikian, penting atau tidaknya plesir sebelum melahirkan itu ada di tangan sang bumil, ya. Kalau merasa perlu ‘jalan-jalan berdua sebelum jadi bertiga/berempat/berlima dst’, ya pergilah. Kalau nggak, ya nggak usah. Kebetulan, kondisi badan membuat saya merasa perlu (bisaaaa aja…)

Saya pun mempersiapkan segala sesuatu demi sebuah babymoon yang paripurna. Di antaranya:

1. Menyusun jadwal sesantai mungkin. Ini berat, karena saya orangnya nggak bisa santai kalau liburan. Seumur hidup, setiap ke Bali, saya selalu menyelipkan jadwal rafting, biking tour, berkuda di pantai, sampai naik kano di Danau Batur. Bali has so much to offer, ngapain cuma telentang di pantai? Tetapi karena hamil, saya harus setengah mati rela menghapus agenda-agenda sejenis itu and just go with the flow.

2. Membawa alas kaki yang super nyaman. Kalau ada kasur Serta versi sandal, kayaknya udah saya beli, karena telapak kaki sakit adalah salah satu masalah utama yang muncul di kehamilan saya ini. Mungkin karena nggak biasa menopang perut buncit, ya. Padahal saat traveling, sudah pasti akan banyak jalan.

Ternyata nggak mudah menemukan alas kaki yang nyamannya maksimal. Padahal saya sama sekali nggak nyari yang stylish, yang penting bisa menopang telapak kaki dengan baik. Setelah muter-muter, akhirnya saya memutuskan untuk membeli sebuah sepatu sandal merk Clarks, yang umumnya beken di kalangan manula. Harganya selangit, modelnya pun kurang kece, tapi empuk dan nyaman! Ergonomis pula! Toh saya memang nggak pernah mementingkan penampilan saat traveling, apalagi saat hamil begini. Jadi bagi saya, sendal nenek-nenek dan baju adem kedombrangan ala Rama Aiphama is the way to go.

3. Membawa baju-baju yang nyaman, adem, dan tidak mencengkram perut. Dress terusan is the best!

4. Membawa handbag yang ringan, dan sesedikit mungkin membawa-bawa barang printilan, agar pundak tidak pegal. Bahkan akhirnya saya sering nggak nenteng apa-apa sama sekali, kecuali HP dan tisu basah yang bisa dikantongi. Kamera dan dompet? Kan ada suami :D

5. Membebaskan diri dari urusan kerjaan. Sebagai freelancer, pekerjaan seringkali mengikuti kemana pun saya pergi. Saya memastikan hal ini tidak terjadi dulu. Namun, SUAMI saya pun harus diingatkan, mengingat pekerjaannya yang jauh lebih demanding. Setiap liburan, dia selalu minta waktu dua jam sehari untuk kerja (i.e. telepon sana-sini dan buka laptop). Biasanya saya maklumi, tapi kali ini saya lebih ‘keras’ agar suami menunda dulu segala urusannya di babymoon ini. Kalau suami tidak rileks, bumilnya juga nggak, lho.

6. Membekali diri dengan alamat beserta nomor telepon klinik obgyn di kota tujuan, yang lokasinya terdekat dari hotel.

7. Jangan lupa bawa vitamin prenatal!

Persiapan sudah, tiket sudah, hotel sudah, mengancam suami untuk nggak kerja dulu sudah … babymoon, here we come!

*gambar thumbnail dari sini

Share Article

author

Leija

-


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan