Sorry, we couldn't find any article matching ''
Siapa Panggilan Si Kecil?
Beberapa waktu lalu, saat saya sedang cuti, seorang teman Nadira di PAUD datang ke rumah. Saya lihat, anaknya lebih besar dari Nadira, mungkin usianya 1-2 tahun lebih tua. Nadira yang masih tidur karena sedang sakit tidak keluar. Anak itu dan pengasuhnya berbincang dengan ART saya yang kebetulan sedang berada di halaman rumah.
Teman Nadira: Mbak, Mbak Dira-nya mana? Kok nggak sekolah?
ART: Mbak Dira-nya masih tidur karena sakit. Jadi izin dulu ya.
Begitu ART masuk, saya langsung tanya dia soal teman Nadira yang barusan mampir.
Saya: Mbak, itu tadi temannya Nadira udah gede, ya? Berapa umurnya?
ART: Mungkin 4-5 tahun, Bu.
Saya: Lho kok dia panggil Nadira “Mbak Dira”, sih?
ART: Iya Bu. Di sekolah, Mbak Dira nggak mau dipanggil Nadira. Dia ngotot minta semua orang, termasuk teman-teman dan gurunya, panggil dia “Mbak Dira”. Kalo ada yang manggil Nadira, dia marah, bahkan suka menangis.
Mendengar penjelasan ART, saya langsung tertawa geli. Oalah, anak saya kok sok tua banget sih, hihihi .... Tapi sejurus kemudian saya langsung terdiam. Sekarang mungkin lucu, ya, kalau teman-teman sekeliling Nadira memanggil dia “Mbak Dira” dan dia tetap membahasakan dirinya dengan “Mbak Dira”. Lah kalo sudah besar nanti, masa tetap begini?
Siapa yang salah? Sejujurnya saya, suami, kedua belah keluarga kami dan para ART benar-benar oknum yang patut disalahkan. Sehari-hari kami memanggil Nadira dengan panggilan “Mbak Dira”. Honestly, my husband and I think it’s cute to call a little kid with “Mbak/Mas/Kak/Abang”. Apalagi di Indonesia, sangatlah umum jika anak pertama atau anak-anak yang akan punya adik, dipanggil dengan nickname seperti itu. Hitung-hitung latihan kalo kelak dia punya adik, kan?
Alhasil, Nadira pun membahasakan dirinya dengan nickname “Mbak Dira” karena semua orang di sekelilingnya memanggil dia dengan nama itu. Jadi ya nggak heran kalo di sekolah pun dia minta dipanggil seperti itu.
Melihat ini saya jadi ingat diri sendiri. Sewaktu kecil, saat adik saya lahir, Mama dan Papa saya secara langsung memanggil saya “Mbak Ira”. Lambat laun, saya pun membahasakan diri dengan nickname itu. Untunglah hanya ke Mama, Papa, adik dan keluarga besar kami saja. Ke teman-teman, saya menggunakan kata “aku” untuk menunjuk diri sendiri.
Terus terang, kebiasaan ini agak menyusahkan lho. Saat saya tumbuh dewasa, terutama di masa puber, malu rasanya jika Tante atau Om menggoda saya karena ketidakmampuan saya membahasakan diri dengan “Aku” atau “Saya” melainkan dengan “Mbak Ira”. Mereka menggoda karena menyebut diri sendiri dengan “Mbak Ira” itu kesannya kekanak-kanakan. Lalu, bercerita dengan menggunakan nickname saya itu rasanya melelahkan sekali. Akhirnya, pelan-pelan saya belajar mengubah cara saya membahasakan diri sendiri. Nggak gampang sih. Baru sekitar 10 tahun belakangan ini saya sukses mengganti “Mbak Ira” dengan “Saya” ketika berbincang-bincang dengan Mama, Papa, adik dan keluarga besar saya.
Back to Nadira, gara-gara mengingat pengalaman diri sendiri dengan urusan nickname, mulai kemarin, saya mencoba mengganti nama panggilan “Mbak Dira” menjadi “Nadira” saja. Suami pun saat saya ceritakan hal ini setuju dan mencoba melakukan apa yang saya lakukan. Kalaupun gagal, ya sudah lah ya. Saya sih tidak terlalu ambisius dengan “proyek” ini. Sebagai plan B, saya sudah menatar Nadira dengan sugesti “Nanti kalau sudah sekolah di playgroup, Mbak Dira minta dipanggil ‘Nadira’ aja ya sama teman-teman. Panggilan ‘Mbak Dira’ cuma buat di rumah aja.”
Dengan wajah sungguh-sungguh, Nadira pun mengangguk penuh semangat, meski saya nggak yakin dia benar-benar paham apa yang saya maksud atau tidak. Melihat ini, hati saya langsung terasa hangat. Oh baby, you grow up so fast! *terharu sendiri*
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS