Seandainya ada pemilihan bumil paling durhaka sedunia, mungkin saya masuk jadi salah satu finalis.
Bagaimana tidak, saat mayoritas bumil menghindari aktivitas yang berisiko mencelakai kandungan, saya malah cuek melakukannya. Misalnya, nih, main ATV. Itu lho, motor buat ajluk-ajlukkan di rute berlumpur. Saat itu, kehamilan saya mungkin baru berusia lima minggu.
Sebulan berikutnya, di usia kehamilan delapan minggu, saya dan suami menyewa kapal nelayan, menjelajahi Pulau Kubur dan Pulau Lima untuk berenang dan snorkeling. Okelah, aktivitas dalam penjelajahan dua pulau tak berpenghuni di kawasan Banten itu memang tergolong aman. Tapi saat kapal merapat di Pantai Bandulu, saya tidak bisa menahan diri buat ikut main banana boat dan bodyboarding! Bukan hanya terhempas agak keras di tengah laut saat main banana boat, tubuh saya pun sempat beberapa kali tergulung ombak dan nyungsep di pasir saat bodyboarding.
Meski agak risky, entah kenapa saat itu tidak sedikit pun terlintas kekhawatiran bahwa aktivitas yang saya lakukan bisa menyebabkan keguguran. Banyak yang bilang saya nekat, banyak yang bilang saya ‘menantang’ Tuhan. Kalau menurut saya, sih, saya cuma agak sombong, hehehe.
Sombong dalam arti saya merasa tubuh saya lebih kuat dari bumil pada umumnya. Contoh, jika mayoritas bumil mual-muntah di awal kehamilan, sekali pun saya tidak pernah mengalaminya. Selera makan pun normal, malah cenderung berlebih. Ditambah lagi, saya positif hamil saat belum ada sebulan menikah. Mungkin karena ‘prosesnya’ terlalu gampang juga, ya, makanya menjaga kandungannya slebor. Sampai-sampai, teman yang sudah dua tahun menikah tapi belum dikaruniai anak hampir mencekik saya begitu tahu saya melakukan hal-hal di atas :D
Akhirnya, kesombongan saya kena batunya. Di usia kehamilan lima bulan, saya terkena gejala typhus sepulangnya dari Thailand. Sepertinya, sih, gara-gara di sana sering jajan di pinggir jalan—kehigienisannya tentu dipertanyakan, ya.
Kapok? Tentu tidak, hehehe. Di usia kehamilan tujuh bulan, saat banyak bumil menggelar pengajian, saya dan suami malah melakukan ‘syukuran’ dengan jalan-jalan ke Ujung Kulon. Dari Jakarta, menuju Desa Sumur butuh waktu sekitar 6 jam dengan kondisi jalan sempit, berliku, dan berlubang-lubang. Dari Desa Sumur, nyambung lagi naik kapal nelayan, sekitar tiga jam mengarungi laut, baru, deh, sampai di Pulau Peucang, Ujung Kulon.
Meski di pulau ini ada penginapan, saya dan suami memilih tidur di sleeping bag. Memang, sih, dengan perut blendung, agak sulit mendapatkan posisi nyaman. Tapi semua terbayar, kok, dengan pemandangan kerlap-kerlip ribuan bintang di langit yang bersih dari polusi.
Dari Pulau Peucang, kami lanjut ke Pulau Badul. Situasi yang lumayan mendebarkan terjadi di sini. Selesai snorkeling, saya baru ngeh ternyata tidak ada tangga untuk naik ke atas kapal! Akhirnya, suami saya bahu-membahu dengan ABK untuk menaikkan saya dengan manjadikan dirinya sebagai pijakan. Nyariiis saja perut saya membentur dinding kapal karena terpeleset. Untung seorang ABK sigap menangkap. Jika tidak, entahlah apa yang terjadi, apalagi RS terdekat jaraknya ratusan kilometer. ABK-nya saja sampai heran, sepengetahuannya saya adalah satu-satunya wanita hamil yang pernah menginjak dua pulau ini :D
Untungnya, meski melewati beberapa kejadian ekstrem, Rakata lahir 26 Juli 2009 dengan sehat dan selamat. Nilai APGAR-nya pun 10.
Tapi, bukan berarti saya merekomendasikan mommies untuk mengikuti jejak saya, ya—terutama main ATV, banana boat, dan bodyboarding. I think I'm just lucky.
Setelah melahirkan Rakata dan mulai bergaul dengan sesama ibu-ibu—termasuk menyimak sharing mereka yang pernah kehilangan janin, baru, deh, saya menyadari bahwa yang saya lakukan dulu itu benar-benar bodoh *ya iyalah, ke mana aja, Mel? :D
Makanya, begitu akhirnya hamil untuk kedua kali, saya lebih ‘sopan’ dan berhati-hati. Saat usia kehamilan delapan bulan, saya kembali ‘syukuran’ ke Ujung Kulon, tapi kali ini cukup sampai di Pantai Ciputih—sekitar lima kilometer dari Desa Sumur, tidak menyebrang lagi ke Pulau Peucang, hehehe.
Bagaimana dengan mommies? Punya pengalaman ‘nakal’ apa saat hamil? Share juga, yuk.
*Diceritakan oleh Amelia Yustiana (http://ameeel.multiply.com), ibu dari Rakata dan Ranaka.