Saya masih ingat pertama kali Naura mimisan. Waktu itu usianya sekitar 1,5 tahun. Naura sedang tidak enak badan, agak demam dan pilek. Dan tiba-tiba saja, tanpa sebab yang jelas, Naura mimisan!. Panik langsung melanda saat saya lihat darah segar menetes dari hidungnya. Untungnya, sebelum kejadian saya sempat membaca artikel yang di dalamnya terdapat tatalaksana menangani mimisan. Jadi saya tahu apa yang harus saya lakukan, walaupun deg-degan dan gemetaran sih tetap ada.
Tindakan pertama yang terlintas dalam pikiran saya adalah mengambil kassa steril –selalu ada stok yang siap sedia di kotak P3K di rumah- yang saya gulung dan saya masukkan ke ujung lubang hidungnya. Tujuannya untuk secepatnya membendung aliran darah supaya tidak menetes. Lalu saya pangku Naura, saya dudukkan dengan posisi tegak agak condong ke depan alias menunduk, dan saya jepit lembut pangkal hidungnya dengan ibu jari dan telunjuk saya. Bukan hal yang mudah untuk saya lakukan, karena Naura pun sempat panik melihat darah mengucur dari hidungnya, jadi ya pastinya dia berontak. Tapi saya peluk dan tenangkan dia, sambil saya bilang, ”Ngga apa-apa Nau, Naura duduk aja ya, mama pencet dulu hidungnya sebentar, supaya nggak berdarah lagi.”
Waktu itu, mimisannya hanya berlangsung selama sekian menit, tapi rasanya seperti berpuluh-puluh menit. Jujur, saya sempat kuatir dengan mimisannya itu. Apalagi setelahnya, dalam 1 bulan hampir pasti selalu ada sesi mimisan.
Lalu Naura saya bawa ke dokter keluarga, dan saya konsultasikan kondisinya tersebut. Dari situ, dokter lalu mendiagnosa bahwa membran tipis di dalam hidung Naura, sangat peka dan mudah pecah. Kalau membran itu pecah, darah keluar dari hidung. Kondisi ini tidak bisa dicegah, karena beberapa anak memang memiliki membran hidung yang sangat sensitif, dan ini bisa saja berlangsung bertahun-tahun hingga berhenti sendiri saat ia dewasa. Kondisi hidung yang sangat kering, karena sedang pilek misalnya, memicu pecahnya membran tipis tersebut. Membran yang sensitif ini artinya juga sangat peka terhadap perubahan suhu, dari panas ke dingin atau sebaliknya. Tekanan di hidung saat bersin keras, atau kebiasaan mengorek-ngorek hidung juga bisa memicu terjadinya mimisan.
Kalau saya perhatikan, memang Naura lebih gampang mimisan saat dia sedang pilek. Tidak jarang saat dia bangun pagi, lalu bersin-bersin, maka gumpalan darah kecil akan ikut terlontar saat dia bersin. Atau kalau saat tidur malam, AC kamar lupa saya naikkan suhunya, maka hampir selalu dia akan terbangun tengah malam dengan suara hidung seperti menyedot ingus, dan begitu saya perhatikan ternyata darah sudah mengotori pipi dan tangannya –yang dia gunakan untuk menggosok-gosok cuping hidungnya-.
Begitu seringnya Naura mengalami episode mimisan, sehingga dia sudah terbiasa dan tidak panik lagi saat kejadian. Paling-paling dia hanya akan bilang ”Mama/Mbak! Naura mimisan!” Biasanya dia tidak akan ketakutan lagi melihat darah mengalir dari hidungnya, hanya merasa risih karena ada yang mengalir dari hidungnya dan tidak bisa ia bendung sendiri. Mbak-mbak di rumah pun sudah terbiasa dan tahu tatalaksana menghadapi mimisannya Naura.
Dari beberapa referensi yang saya baca, salah satunya Mayoclinic, mimisan tidak berbahaya, selama:
Lalu, yang harus dilakukan saat terjadi mimisan:
Hingga saat ini, Naura masih cukup sering mengalami episode mimisan. Tapi saya tidak terlalu kuatir lagi, karena dokter meyakinkan saya, semakin besar usianya, insya Allah membran tipis itu akan semakin menebal dan tidak lagi se-sensitif sekarang. Paling-paling yang sekarang bisa saya lakukan untuk –sedikit membantu- mencegah mimisannya, adalah menjaga suhu kamar saat tidur agar tidak terlalu dingin (terutama saat dia pilek), mengingatkan ia untuk tidak sering-sering mengorek hidungnya, dan mengajarkan ia agar saat bersin, dia juga membuka mulutnya supaya tekanan di membran hidungnya tidak terlalu keras.
*dikirim oleh Menik Retno (@menik_retno), mama dari Naura Fakhira Amani (Naura), 4 tahun 3 bulan dan Aljanni Zaydan Aracello (Zaydan), 19 bulan.