Sorry, we couldn't find any article matching ''
Working mom vs full time mom = freelance mom
Saya sudah mulai bekerja sejak berusia 20 tahun, atau sekitar 8 tahun yang lalu. Kendati masih kuliah, namun karena bidang pekerjaan adalah yang saya sukai dan berkaitan dengan jurusan kuliah, maka saya sangat menikmatinya.
And the story goes...
Sampai menikah, hamil dan punya anak, saya masih tetap bekerja. Bahkan sebelum menikah, perjanjian saya dengan suami adalah “Jangan pernah melarang saya untuk bekerja, maka saya nggak akan pernah melarang kamu naik gunung” hehehe… Ya, saya sangat mencintai pekerjaan saya.
Titel Working Mom saya sandang di usia-usia perdana Langit ada di dunia. Masa-masa memerah asi disela-sela waktu meeting, telpon kerumah tiap 2 jam sekali, bangun pagi-pagi untuk masak, mandiin Langit, dan seterusnya itu pernah saya lakoni. Bahkan memerah ASI di luar kantor pun sering, mulai dari toilet hotel mewah, toilet mall sampai pinjam studio editing production house yang sedang saya supervisi programnya. Capek? Pastilah! Tapi saya senang!
Beberapa hari menjelang Langit ulangtahun pertama, pengasuhnya Langit izin mudik. Tak sekedar mudik, tapi entah kapan kembali. Alasannya, ingin merawat ibunya yang sedang sakit. Bingung, pasti. Apalagi saat itu suami saya sedang tugas ke negara tetangga. Akhirnya saya perbolehkan, walaupun bingung. Sempat terpikir untuk cuti luar tanggungan, namun kondisi berkata lain. Perusahaan tempat saya bekerja mem-pensiundini-kan sebagian besar karyawannya. Maka, saya pun menjadi full time mom. Sebuah dunia yang sama sekali baru untuk saya yang masak saja nggak bisa ini. Hari-hari saya pun dipenuhi jungkir balik antara beberes rumah dan ngurus Langit (yah sebenernya rumah jadi ga keurus-keurus banget sih :p ). Nyaris nggak punya waktu untuk diri sendiri dan tentunya mati gaya berat, mau ngajak main apalagi hari ini..?? Harus jauh lebih kreatif dibandingkan bikin program TV!
3 bulan full time mom, saya mendapat tawaran kerja dengan bidang yang sesuai. Saya pun kembali menjadi woking mom. Tapi kok ya rasanya ada yang hilang di hari-hari saya ya? Biasanya siang-siang bercanda di kasur sama Langit, sore setelah mandi ajak dia jalan-jalan ke depan, kok ini malah saya sibuk berjibaku dengan kemacetan Jakarta? Akibatnya, jadi jauh lebih capek dan ga rela meninggalkan Langit dirumah. 4 bulan saja bekerja, saya pun mengajukan resign :)
Namun rupanya pihak kantor memperbolehkan saya bekerja dari rumah (thank God, I love this job). Maka inilah saya sekarang! Bangun pagi untuk masak, mandiin Langit, nyuapin, Langit. Semuanya dilakukan tanpa terburu-buru! Saat saya bekerja, Langit saya serahkan ke pengasuhnya dulu. Untuk saat ini, saya menikmati yang sekarang. Hemat waktu karena tak menghabiskan 3-4 jam dijalan untuk pulang pergi, hemat tenaga dan biaya sudah pasti, dan saya bisa mengawasi Langit 24 jam!
Saya sadar, bahwa beberapa ibu merasa dengan bekerja adalah menunjukkan jati diri atau identitasnya. Namun setau saya, 95% dari ibu bekerja yang saya kenal, menginginkan bekerja dari rumah. Seperti saya saat ini, mungkin? :)
image from sheknows.com
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS