Sorry, we couldn't find any article matching ''
Saya Selamat dari Percobaan Bunuh Diri (1)
“Jangan pernah ragu untuk mencari bantuan, entah hanya sebatas curhat kepada teman, do it. If you need a hug, tell the world.” –Kania
Image: Alexei Scutari on Unsplash
*Disclaimer: semua nama di artikel ini disamarkan, untuk privasi narsum kami.
Sepenggal kalimat Kania di atas menurut saya punya arti dan dampak yang sangat nyata. Khususnya bagi mereka yang sedang berada di tengah masalah berat, hingga mengakibatkan ketahanan emosinya labil dan punya niat mengakhiri hidup. Beruntung keluarga dan sahabat Kania bersedia selalu di sisinya selama proses penyembuhan. Akhir 2017, perlahan tapi pasti Kania berdamai dengan diri dan keadaan.
Saat Kania melakukan percobaan bunuh diri ia baru berusia 19 tahun, 2015 lalu. Kania gelap mata memanfaatkan semua benda tajam untuk melukai dirinya. Akar permasalahannya, karena kurang lebih tiga tahun, Kania menjalani hubungan yang tidak sehat, baik secara fisik maupun mental. Ia mengalami kekerasan mental, fisik, dan seksual. “Saya merasa pada saat itu mental dan emotional pain yang dirasakan terlalu berat dan tidak dapat saya tahan sehingga pikiran “maybe I should physically hurt/kill myself” muncul untuk men-shift pain tersebut ke bentuk physical pain dengan harapan emotional pain-nya hilang atau tergantikan.
Seakan membuat luka baru, ternyata emotional pain yang diharapkan sirna masih ada, bahkan pada saat secara sadar dia melukai diri sendri, “Saya seperti kebas. Tidak merasakan physical pain sama sekali. That’s when I knew I was depressed severely, ketika emotional pain rasanya lebih sakit daripada physical pain,” papar Kania lebih lanjut.
Perang dengan diri sendiri dan akhirnya bertekad tak mau mengulangi
Di kasus Kania, satu-satunya lawan nyata adalah diri dia sendiri. Ada dua sisi yang mengambil peran, yang satu membisikkan sesuatu yang menyeramkan, satunya lagi menggiring Kania, sayang dengan hidupnya.
“Ada perang di dalam diri saya, satu mengatakan “I just want this to be over with, I want to die”. Ketika di tengah melakukan self harm, muncul kembali pikiran jernih saya, “I still want to do so many things in life”, meskipun seiring berjalannya waktu hingga sekarang saya masih mengalami mental breakdown dan having suicidal thoughts masih sering muncul, hanya saja saya tidak melakukan suicidal attempt lagi.”
Namun justru mental breakdown terakhir yang ia alami Juni 2018 menjadi wake up call untuk menjaga keselamatan diri sendiri. Pada saat itu Kania merasa sangat mengecewakan orang-orang di sekitarnya, “Bahwa saya benar-benar sampah dan sebaik apapun hati saya orang-orang tidak akan menerima saya,” terang Kania.
Beruntung mantan Kania yang terakhir (tentu bukan yang melakukan kekerasan terhadap dirinya) bersedia memberikan semangat hidup. “If you die, so many people will be sad. Me, your friends, your family. You are a good person, Kania.” Kania bilang, setelah mendengar kalimat tersebut rasanya seperti ditampar. “Setelah itu saya sadar bahwa ternyata ada dampak kepada orang-orang yang saya sayang.”
Kania masih mempunyai harapan melanjutkan hidup yang lebih berkualitas, ketika ia teringat mimpi dan ambisi yang belum ia wujudkan. Baik itu dalam bidang karier, self improvements dan living life.
Mereka yang selalu hadir
Tepatnya Desember 2017, Kania memberanikan diri menceritakan mental illness dan pernah menerima kekerasan fisik dan mental dari mantannya terduhulu. Orangtuanya dengan hangat tetap menyambut Kania sebagai anak perempuan yang mereka banggakan, walau Kania merasa sudah mengecewakan mereka. Akhirnya orangtua dan sahabat Kania membawa dirinya ke psikolog.
Apa yang dilakukan keluarga dan sahabat Kania meninggalkan energi positif untuk bangkit. “Saya sangat beruntung memiliki mereka sebagai orang tua saya, di mana mereka masih memberikan kepercayaannya kepada saya.” Kepercayaan berupa mengembangkan diri, menjalani passion, mimpi dan cita-citanya, yang kini sedang Kania bangun kembali.
Sosok selanjutnya adalah Ayu, “Dia yang mengingatkan saya untuk menjadi lebih kuat, pintar dalam menanggapi masalah dan menjadi lebih baik. Dia bukan tipe orang yang memberi support dengan manis atau lembut. She is always being real to me although sometimes it’s a like a slap on my face, tapi saya sangat mengapresiasi keberadaan dia di hidup saya. Dia salah satu motivator terkuat saya dalam apapun, bahkan dalam urusan kuliah.”
Yang saya butuhkan dari support system ketika berjuang untuk sembuh
1.“All you need to do is just be there. Terkadang saya tidak membutuhkan bantuan atau saran, saya hanya tidak ingin merasa sendiri, saya hanya ingin didengar. Saya hanya ingin support system saya tidak meninggalkan saya pada masa masa berat.”
FYI rata-rata orang-orang di sekitar Kania menyarankan dia untuk putus, setelah percobaan bunuh diri yang dirinya lakukan. Namun posisi Kania saat itu sulit karena sudah melibatkan perasaan yang dalam untuk sebuah hubungan.
2.I need my support system to know that being depressed and being stressed are different. Depression is a long journey and it will never be 100% gone. Mereka juga harus tahu, depresi itu memang pemicunya karena sesuatu masalah yang cukup besar dan big enough to change your perspectives on everything in life. Depression also lasts longer than being stressed out.
Kania menggambarkan seperti apa rasanya depresi dan anxiety disorder, “Saya merasa memiliki masalah mengontrol diri (self functioning). Rasanya seperti tertahan oleh sesuatu yang menyebabkan saya menjadi lebih lambat dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Rasanya seperti ada kekosongan yang sangat besar di dalam diri dan merasa hopeless.”
Kania mengingatkan, kita sebagai support system yang mungkin saja berhadapan dengan kasus seperti dirinya, harus telebih dahulu paham tentang depresi. Kania mengutipnya dari Tumblr, dan bisa dibaca lebih lanjut di sini
“Depression is not always crying your mascara off in the shower and playing sad songs in bed. Sometimes it’s not wanting to talk to anyone for days and other times it’s desperately needing to be around people. Sometimes depression is having no appetite even though you haven’t eaten anything in days and sometimes it’s eating everything you have in the fridge. Depression isn’t your boyfriend holding you and telling you it’s going to be okay. It’s sitting across the table, not eating, having him ask you what’s wrong and knowing you are ruining his night because you cant seem to be happy. It’s the frustrating feeling of desperately wanting to enjoy something and just be normal for once. It’s keeping things a secret from the people you love because you don’t want them to look at you like you’re broken. No, depression isn’t beautiful black and white images. Its lonely and frustrating and mostly just exhausting”
3.Ketika ada orang yang memiliki suicidal thoughts, bukan berarti orang itu ingin melakukan aksi bunuh diri (dengan silet, racun, dll). Suicidal thoughts can be just you deciding to stop living, to stop trying. Stop caring about ourselves. Kata Kania output-nya bisa berupa bangun tidur di suatu pagi dan tidak memiliki keinginan atau motivasi untuk menjalani hari – tidak pada hari itu saja, tapi most days. Dan ketika suatu hari dilalui dengan normal atau you have had a good day, rasanya sangat amat bahagia.
4.Usaha untuk kembali “normal” Kania akui sangat sulit. Makanya dia butuh orang-orang di sekitarnya aware perubahan perilaku dan selalu mengingatkan supaya kembali ke jalan yang benar. Karena terkadang bagi orang yang depresi, tidak sadar akan perubahan yang arahnya cenderung ke negatif.
5.Apabila ada orang di sekitar yang menunjukkan tanda –tanda suicidal, jangan dianggap remeh. Please, be kind, be aware, be there for one another. Don’t take mental illness lightly or as a joke. Karena untuk seseorang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri, dan memutukan untuk terbuka kepada orang lain itu sangat sulit. So when that person decides to tell the world, “hey, I am giving up”, it is not a joke, that means (s)he is seeking for help. Zaman sekarang banyak publik yang menganggap remeh mental illness. Padahal untuk mengatasi nya itu tidak cukup dengan sebuah terapi. It is a life time journey.
Saya belajar banyak hal…
1.”Pelajaran yang paling berharga menurut saya adalah perubahan perspektif saya dan bagaimana saya memperlakukan orang lain. Saya jadi lebih peka terhadap sekitar, sangat amat lebih menghargai orang-orang di sekitar saya. Lebih menghargai hidup, jadinya tidak ingin menyia-nyiakan hidup dengan hanya luntang-lantung. I am now trying to live my life so much more.
Yang orang lain lihat, saya hanyalah seorang perempuan dengan bekas-bekas luka dan penyakit mental yang terkadang membuat orang lain ragu untuk mengenal saya. Tapi yang saya lihat mengenai diri saya, saya adalah perempuan berusia 21 tahun dengan gelar sarjana dan pekerjaan yang saya sangat nikmati dari sebelum saya lulus, tinggal di tempat tinggal sendiri tanpa orang tua, menanggung biaya hidup sendiri dan terus menerus akan melakukan self improvement. Bagaimana kamu melihat diri kamu sendiri adalah hal yang paling penting dibandingkan bagaimana orang lain melihatmu.”
2.“Apabila ada pembaca Mommies Daily yang memiliki kisah yang sama, just know that you are not alone, you are surrounded by endless love and grace. Jangan pernah ragu untuk mencari bantuan, entah hanya sebatas curhat kepada teman, do it. If you need a hug, tell the world. Believe me, saya tahu betapa sulitnya untuk memberi tahu orang lain tapi it is really necessary. Dan hidup anda sangat berharga! mengakhiri hidup berarti menutup banyak peluang untuk mewujudkan mimpi-mimpimu. Kedengaran klise, I have been there and I decided that I want to get up and here I am. Living my best life surrounded by the best people, happier than ever.”
Apa yang Kania ceritakan, semoga bisa pengingat bagi kita semua. Setiap orang berpotensi berada di tengah situasi yang Kania hadapi. Tapi bukan berarti selamanya ada di situ. Sangat bisa untuk keluar, dan sepenuhnya memegang kendali atas hidup dan kebahagiaan diri.
Kania, terima kasih sudah berbagi dengan Mommies Daily, kamu pantas mendapatkan kesempatan kedua :)
Share Article
COMMENTS