banner-detik
GADGET & DIGITAL

Belajar Menghadapi Kasus Pelecehan Seksual dari Via Vallen dan Gita Savitri

author

annisast06 Jun 2018

Belajar Menghadapi Kasus Pelecehan Seksual dari Via Vallen dan Gita Savitri

Seminggu belakangan, dua nama public figure Gita Savitri dan Via Vallen jadi buah bibir karena meng-expose pesan pribadi berupa pelecehan seksual di akun Instagram mereka. Apa yang bisa kita pelajari dari dua kasus itu? Kita bahas satu per satu yuk.

VIA VALLEN GITA SAVITRI

Awalnya, YouTubers dengan lebih dari 400ribu subscribers Gita Savitri mendapat DM di Instagram dari seorang followers bernama @tristannugrahaw yang memintanya menjual diri dan mengajaknya berhubungan intim.

Gita men-screenshot pesan itu dan mengunggahnya di Insta Story. Kemudian ada followersnya yang memberitahu siapa orang itu, kuliah di mana, organisasinya apa, dan info lain.

Gita mengunggah foto dan info-info itu sampai kemudian diketahui bahwa akun itu adalah akun palsu yang mencuri identitas seseorang bernama Helmi. Helmi tentu merasa dirugikan dan meminta Gita klarifikasi. Namun bukannya meminta maaf baik-baik, Gita malah jadi sangat marah karena merasa Helmi hanya memperkeruh suasana padahal ia baru saja dilecehkan.

Hingga muncul kalimat “lo nggak sopan sebagai laki-laki” yang dibalas oleh Helmi dengan sangat tepat “Gender biased. Fancy”.

GITA SAVITRI HELMI

Gita, darling, ya kamu korban pelecehan seksual, tapi Helmi juga korban salah tuduh oleh kamu di depan 600ribu followers Instagram-mu. Hanya karena KITA perempuan, bukan berarti hanya kita yang bisa jadi korban. Minta maaf baik-baik karena sudah menyebarkan info tidak benar langsung pada orangnya itu tidak ada salahnya lho.

Percakapan Gita-Helmi ini menunjukkan bahwa bahkan perempuan yang “modern” karena melawan sexual harassment dan bukannya diam, juga tidak selamanya sadar akan gender bias. Padahal ini krusial karena yang bisa mendapat pelecehan seksual itu BUKAN hanya perempuan.

Ingat kasus Katy Perry yang mencium bibir kontestan American Idol Benjamin Glaze yang berusia 19 tahun tanpa minta izin terlebih dahulu? Benjamin mengaku tidak nyaman tapi respon netizen pada Katy Perry yang jelas melakukan pelecehan seksual tidak terlalu “pedas”. Bayangkan, jika sang juri American Idol adalah laki-laki dan ia mencium paksa kontestan perempuan. Dunia pasti sudah akan marah.

Itulah gender bias. Kaum yang lebih lemah akan terus dibela padahal tidak selamanya yang lemah itu adalah korban.

Jadi apa yang sebetulnya harus kita lakukan saat mendapat pesan pelecehan seksual?

Melakukan apa yang Via Vallen lakukan. :)

Via Vallen punya latar belakang yang berbeda dengan Gita. Ia tidak berjilbab atau kuliah S2 di Jerman. Pekerjaannya sebagai penyanyi dangdut juga lebih rentan dengan pelecehan seksual.

Seperti juga Gita, Via mendapat pesan melecehkan. Ia marah dan juga bersuara, sama seperti Gita. Tapi Via meng-handle masalahnya lebih bijak. Ia hanya mengunggah dua stories di bawah ini.

VIA VALLEN SIMIC MARKO

Setelah itu ia diam, tidak tantrum atau memaki lagi. Ia hanya menunjukkan bahwa ia marah karena ada orang mengirim pesan seperti itu salah dan tidak boleh dilakukan. Ia bahkan menutup nama dan foto sang pengirim pesan meskipun orang langsung tahu bahwa pengirim pesan itu adalah Marko Simic, pemain Persija. Via bahkan langsung mem-block Simic di Instagram.

Menurut saya, korban pelecehan seksual terutama di ranah online memang HARUS bersuara. Gaungkan bahwa mengirim pesan seperti itu salah dan langsung batasi komunikasi dengan pelaku. Persis seperti yang Via lakukan, Via mengirim pesan penting bahwa hanya karena profesinya penyanyi dangdut, bukan berarti ia "gampangan". Korban memang sebaiknya jangan diam untuk mempersempit ruang gerak pelaku pelecehan seksual.

Bersuara, komplain, mengeluh atas pelecehan itu tidak lebay dan sangat masuk akal.

Karena banyak sekali komentar yang bilang tak perlu lebay jika dapat pesan seperti itu. Hal ini hanya menunjukkan bahwa masyarakat kita sangat permisif pada pelecehan seksual dan menganggapnya hal biasa KARENA SERING TERJADI.

Mereka yang menganggap perempuan dilecehkan itu hal wajar mungkin tidak punya panutan laki-laki yang bisa mengendalikan nafsu dan masih menganggap perempuan hanya sebagai objek seksual. Mengerikan bukan?

Pelaku juga harus ditindak tegas. Daripada hanya meributkan korban lebay atau tidak, apakah ada yang sudah block dan report akun pelaku sebagai pelaku sexual harassment? Adakah ajakan untuk me-report-nya beramai-ramai agar Instagram juga mengambil tindakan tegas?

Karena jika diam, bukan tidak mungkin pelaku masih bergerilya mencari korban baru. Hanya mengasihani korban TANPA melakukan sesuatu pada pelaku juga hanya membuat kondisi permisif ini jadi semakin parah.

Ini PR besar bagi kita semua sebagai orangtua.

Besarkan anak perempuan kita BUKAN sebagai objek tapi sebagai individu. Mulai dari pemilihan kata yang netral seperti saat belajar masak, jangan gunakan argumen “perempuan harus bisa masak” karena ya laki-laki juga harus bisa masak untuk bertahan hidup kan.

Besarkan anak laki-laki kita agar ia menghormati perempuan sebagai individu. Bukan sebagai objek seks belaka.

Besarkan anak-anak kita dengan memberinya pilihan, bentuk ia jadi pribadi yang kuat dan bisa mengambil keputusan agar ia lebih percaya diri. Karena orang yang percaya diri biasanya tidak takut bersuara. Yakinkan bahwa ia berhak punya opini dan menyuarakan opininya itu penting sekali.

Beritahu bahwa di dunia ini tidak semua orang adalah orang baik sehingga ia mungkin saja jadi korban pelecehan seksual dan ia juga harus bisa bersuara jika itu terjadi.

Share Article

author

annisast

Ibu satu anak, Xylo (6 tahun) yang hobi menulis sejak SD. Working full time to keep her sanity.


COMMENTS