banner-detik
BEHAVIOR & DEVELOPMENT

Ini yang Harus Kita Pelajari dari Marak Kasus Anak Bunuh Diri

author

annisast05 Jun 2018

Ini yang Harus Kita Pelajari dari Marak Kasus Anak Bunuh Diri

Akhir-akhir ini, berita bunuh diri di kalangan remaja semakin sering terdengar. Apa penyebab anak bunuh diri? Apa yang harus dilakukan ketika kita mendengar anak ingin bunuh diri?

anak bunuh diri

Masih hangat berita anak 15 tahun yang nekat melompat dari lantai 33 Apartemen Taman Rasuna, tak lama muncul kabar siswi SMP di Blitar yang gantung diri di kamar kost karena gagal masuk SMA favorit, disusul kabar siswa SMP di Blitar pula karena keinginan membeli motor tidak dipenuhi.

Tiga kejadian dalam kurun waktu dua minggu. :(

Bagi kita yang tidak punya masalah kesehatan mental, rasanya tidak sampai terpikir kok bisa sih orang mau bunuh diri? Tapi orang yang memutuskan mengakhiri hidup dengan bunuh diri biasanya menderita depresi. Mereka sedih berkelanjutan, bingung, marah, atau punya masalah konsentrasi dan hiperaktif. Di kalangan remaja, bunuh diri biasanya dipicu stres, tidak percaya, diri, tekanan untuk sukses, masalah uang, kekecewaan, atau rasa kehilangan.

Faktor Penyebab Bunuh Diri

Dikutip dari American Academy of Child & Adolescent Psychiatry, pemikiran bunuh diri pada anak biasanya timbul karena beberapa faktor seperti:

- ada anggota keluarga pernah bunuh diri

- sering terpapar kekerasan

- perilaku agresif dan disruptif

- punya akses pada senjata

- jadi korban bullying

- perasaan putus asa

- perasaan kehilangan atau tidak diterima

Remaja yang depresi juga punya ciri-ciri khusus dan kita lah yang harus peka pada ciri-ciri tersebut. Karena banyak yang secara terbuka bilang “ingin mati saja” atau justru diam dan tidak mengungkapkan perasaannya.

Kita sebagai orangtua harus waspada jika anak kebiasaan tidur atau makan anak berubah, anak sedih terus menerus, menghindari dari teman, keluarga, dan aktivitas sehari-hari, sering mengeluh sakit yang berhubungan dengan emosi, penurunan prestasi, dan selalu berpikir akan kematian.

Bagi remaja, perubahan yang kita anggap biasa seperti pindah sekolah, pindah rumah, atau urusan pertemanan bisa sangat membuat stres dan malu. Bunuh diri dianggap jadi solusi permanen untuk masalah mereka. Mereka juga biasanya berhenti bicara masa depan dan mulai memberikan barang-barang kesayangannya.

Seperti kasus contoh di atas, anak pertama mengeluhkan tentang ujian bahasa Mandarin sementara anak kedua stres karena tak bisa masuk sekolah favorit. Tampak sederhana jika dilihat dari kacamata orang dewasa, tapi bagi remaja, hal-hal itu yang sangat penting baginya sehingga kegagalan dalam dua masalah itu menjadi pemicu stres.

(Baca: Waspada Cyber Bullying di Kalangan Remaja)

Apa yang bisa kita lakukan jika anak mulai bicara tentang bunuh diri?

Dilansir KidsHealth.org, remaja yang ingin bunuh diri biasanya memberi “pesan” lebih dulu pada orang-orang di sekitarnya. Jangan abaikan apalagi menganggap remeh jika kita dengar anak ingin bunuh diri.

Ya mungkin benar ia ingin mencari perhatian dengan mengancam bunuh diri, tapi jika diabaikan, potensi melukai diri sendiri bisa lebih besar. Yang bisa kita lakukan adalah lihat dan dengar. Perhatikan anak yang sedang stress tanpa membuatnya semakin stres. Tunjukkan bahwa kita peduli, mendukung, dan mencintai dia apapun yang dia lakukan.

Ajak juga anak untuk mengenali perasaannya. Apa ia sedih? Atau merasa bersalah? Atau justru marah? Yakinkan ia bahwa punya emosi itu sesuatu yang wajar dan sebisa mungkin diungkapkan agar tidak dipendam sendirian.

Kalau anak merasa tidak nyaman berkomunikasi dengan kita atau justru kita yang merasa tidak mampu memberikan kalimat terbaik, bawa anak ke psikolog atau psikiater. Pilih psikolog dan psikiater yang tidak menghakimi karena banyak juga lho psikiater yang justru malah makin membuat perasaan marah atau bersalah itu semakin menjadi-jadi.

Dan yang terakhir, bangun komunikasi sejak kecil agar saat dewasa ia terbiasa bercerita pada orangtuanya. Kalau bukan orangtua, siapa lagi yang mau melindungi anak-anak kita?

(Baca: Jika Anak Jadi Korban Pemerkosaan)

Share Article

author

annisast

Ibu satu anak, Xylo (6 tahun) yang hobi menulis sejak SD. Working full time to keep her sanity.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan