Komunikasi, Kemampuan yang Kini Semakin Hilang di Kalangan Anak-anak

Kids

fiaindriokusumo・27 Jan 2018

detail-thumb

Baru-baru ini kita dihebohkan oleh pertikaian antara seorang social media influencer dengan pihak hotel. Di luar siapa yang benar dan siapa yang salah, satu hal yang saya anggap menarik untuk dibahas adalah tentang skill berkomunikasi.

Untuk mommies yang belum tahu story di balik pertikaian mereka, secara garis besar dan singkat, kasusnya seperti ini: social media influencer asal UK berusia 22 tahun mengirimkan email berisi penawaran kerjasama dengan pihak hotel, di mana si social media influencer ini ingin barter 5 hari free menginap sekaligus mengininformasikan bahwa sebelumnya dia juga pernah bekerja sama dengan hotel lain.

Kemudian dibalaslah oleh pihak hotel, intinya bahwa pihak hotel keberatan dan menolak bekerja sama dengan mbak influencer. Menjadi viral karena PR hotel mengupload email permohonan dari influencer ini dengan menghitamkan bagian nama, sehingga sebenarnya nama influencer ini nggak akan ketahuan juga. Namun influencer ini malah mengupload video kemudian mengakui kalau itu dia. Dia lupa, betapa julidnya netizen.

Saya nggak mau ambil pusing mencari tahu siapa yang salah siapa yang benar, yang mau saya bahas di sini adalah lagi-lagi masalah komunikasi yang rasa-rasanya semakin menghilang di kalangan anak remaja sekarang.

Komunikasi, Kemampuan yang Kini Semakin Hilang di Kalangan Anak  - Mommies Daily

Concern saya adalah,

Apa pun bentuk komunikasi kita, entah itu secara langsung maupun melalui media pengantar semacam email, tetap ada aturan main dan sopan santun yang harus kita pegang teguh. Ini yang sering kali dilupakan oleh anak-anak zaman sekarang.

Anggaplah, influencer ini memiliki jumlah followers yang fantastis, pun begitu kalimat-kalimat yang ada di dalam email penawaran kerjasamanya terlalu ‘santai’ untuk masuk ke dalam kategori bisnis dan kerja sama. Kesan yang tercipta? Influencer ini hanya ingin mencari hotel gratisan. Apa sih susahnya membuat permohonan yang rapih dan detail. Cantumkan nilai barter yang jelas. Informasikan mengenai follower dia yang mungkin sesuai dengan target market pihak hotel. Dan saat dia dia menyebut telah bekerja sama dengan hotel lain sebelumnya dan terbukti sukses, apakah dia bisa menjelaskan definisi suksesnya seperti apa? Apakah kemudian penjualan kamar si hotel ini meningkat drastis, dst. Kalau kata teman saya, Margie, she really needs to show them that she is influencer!

Saya pribadi entah sudah berapa lamaran yang akhirnya saya masukkan ke trash hanya karena si pengirim benar-benar tidak memiliki tata krama dalam mengirimkan email.

Mengirim lamaran, tapi nggak ada kalimat pembuka, hanya sekadar seperti ini:

“Halo, berikut ini lampiran CV saya untuk Anda pelajari, karena saya berminat bekerja di perusahaan Anda.”

“Hai, saya A, saya lagi mencari pekerjaan dan merasa perusahaan Anda sesuai dengan minat saya. Silakan baca lampiran berisi CV saya. Ditunggu kabar baiknya.”

Dst…..

Paham kan maksud saya???

Belum lagi ketika saya melihat anak-anak di mall, di restoran atau di acara-acara keluarga, saat dikenalin ke orang dewasa, hanya sekadar memberikan tangan namun wajah dan mata tetap mengarah ke gadget yang dia pegang.

Atau, ketika diajak ngobrol mulutnya menjawab namun sekali lagi wajahnya tidak melihat lawan bicaranya.

Kok sedih ya???

Karena buat saya, cara seseorang berkomunikasi menunjukkan seberapa besar dia mampu menghargai dirinya sendiri dan juga orang lain.

Makanya, saya nggak pernah lelah untuk mengajarkan anak-anak saya untuk terus melakukan beberapa hal berikut ini:

1. Lihat wajah dan tatap mata lawan bicara setiap kali berbicara

2. Miliki genggaman tangan yang kuat saat salaman dan berkenalan

3. Sebutkan nama kita dengan jelas di perkenalan pertama

4. Jangan lupa ucapkan selamat pagi, selamat siang, selamat malam di saat kita menghubungi seseorang, entah itu lewat telepon, WA, SMS, email.

5. Selalu ucapkan terima kasih

6. Sebutkan nama orang yang kita tuju ketika mengirimkan email

7. Pahami gaya berbicara ketika kita berhadapan dengan orang yang lebih muda, yang seusia atau yang lebih tua.

Dan ini semua adalah tugas kita sebagai orangtua untuk mengajarkannya kepada anak-anak kita.