Sorry, we couldn't find any article matching ''
Kebanyakan Memuji Anak Itu Salah? Apa Iya?
Katanya, kebanyakan memuji anak itu nggak baik. Bikin anak ‘besar kepala’ malah ujung-ujungnya bikin anak jadi ‘haus pujian’. Makanya pujian pada anak itu perlu kita tahan. Apa iya begitu?
Suatu ketika, anak saya, Bumi membuat sebuah gambar yang dibubuhi dengan cerita pendek. Sambil menujukan hasil karyanya, anak saya bertanya, “Bagus nggak, Bu?” Pertanyaan itu pun saya jawab dengan sebuah anggukan sambil bilang, “Iya bagus, kok. Gambar dan ceritanya sudah lebih rapih dibandingkan yang kemarin Mas Bumi buat”.
Memuji anak. Banyak yang bilang kalau hal ini cukup tricky. Ya, benar juga, sih. Soalnya kalau kita kebablasan memuji anak, bukan tidak mungkin anak jadi pamrih. Dikit-dikit harus dipuji. Begitu nggak dipuji malah jadi pundung. Lebih parah lagi kalau anak jadi kehilangan mintanya. Lah wong, mengerjakan sesuatu karena pengen dipuji.
Suatu ketika ada seorang teman yang nyeletuk dan bilang ke saya, “Eh, kalau gue sih, nggak mau deh kebanyakan muji anak. Jadi nggak perlu deh, puji-puji anak.”
Saya pun kembali bertanya, “Apa, iya begitu? Menurut saya, sih, nggak ada salahnya, kok, memberikan pujian pada anak. Kalau memang pujian diberikan dengan tepat, kenapa nggak?”
Beberapa waktu lalu saya pun bertanya pada mbak Nina Teguh. Psikolog anak dan keluarga ini akhirnya memberikan pandangannya mengenai seberapa penting orangtua memberikan pujian pada anak.
“Pada dasarnya, ketika tekhnik memuji itu dilakukan secara tepat, sebenarnya memuji itu tidak akan memberikan dampak yang negatif, kok. Jadi nggak perlu takut kalau memang mau memuji anak.”
Memahami tujuan memuji anak
Dalam hal ini Mbak Nina mengingatkan, saat memberikan pujian pada anak, orangtua memang perlu lebih dulu memahami, sebenarnya tujuan memberikan pujian untuk apa?
“Memuji itu kan sebenarnya untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku anak yang yang baik. Makanya, yang keliru apabila kita salah menempatkan pujian itu sendiri. Misalnya dengan bilang, ‘Aduh… kamu itu memang anak yang paling cantik di dunia ini’. Pujian ini kan kan bukan untuk perilaku si anak. Memang kita sebagai orangtua meyakini hal itu, tapi yang lebih tepat jika mengatakan, ‘Nah… kalau kamu sudah sisiran rambut, mandi dengan bersih, kamu kaan terlihat jadi lebih rapih. Jadi memang perilaku yang perlu kita highlight,” paparnya.
Batasan memuji anak.
Mbak Nina menjelaskan bahwa memang ada kalanya orangtua suka lupa, memuji anak dengan cara yang bombastis. Hal inilah yang perlu diperbaiki. Termasuk tidak perlu mengeneralisir, dan pujiannya memang harus lebih mempertegas perilaku anak.
“Jika anak sudah memperbaiki perilakunya kita bisa memberikan komparasi yang positif. Misalnya dengan bilang, kamu kemarin itu nggak bisa berenang, karena latihan terus jadi bisa kan?”.
Memuji anak itu memang nggak perlu dilakukan setiap saat. Puji anak kalau memang ia pantas mendapatkannya. Kalau anak usia sekolah sudah mampu menghabiskan makanannya, bisa membereskan tempat tidur sendiri, ya buat apa? Toh, memang anak-anak yang sudah mulai sekolah memang sudah seharusnya bisa melakan hal tersebut bukan?
Intinya, sih, nggak perlu kalau hal tersebut sudah menjadi hal yang biasa, atau kebiasaan anak, memang tidak perlu dipuji lagi. Karena pada prinsipnya, pujian ini diberikan sebagai pemantapan dari perilakunya.
Selain itu, jangan sampai, nih, kita memberikan pujian tapi malah ada pesan yang tersembunyi. Kasih pujian tapi sebenarnya menyindir…. “Duh.. anak ibu hebat banget, deh, makannya sampai berantakan begini seperti bebek”.
Hahahahaa, kebayang nggak apa yang dipikirkan oleh anak? Apa anak bisa paham dengan pesan yang kita sampaikan? Saya rasa, sih, nggak. Lah wong, orang dewasa saja sering nggak menangkap kalimat ambigu, bagaimana dengan anak-anak? :D
Jadi gimana? Sudah nggak perlu takut lagi untuk memuji anak, dong, ya? Seperti yang dijelaskan Mbak Nina, ketika pujian dilakukan dengan teknik yang tepat, pada dasarnya justru akan memberikan perkembangan psikologis yang baik.
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS