banner-detik
PARENTING & KIDS

Sesekali Tidak Berbagi Pada Teman, Boleh Saja, Kok, Nak…

author

adiesty12 Sep 2017

Sesekali Tidak Berbagi Pada Teman, Boleh Saja, Kok, Nak…

Kalimat ini sering kali saya katakan pada anak saya. “Sesekali nggak berbagi pada teman, boleh saja, kok, nak.” Hal ini justru bisa melatih anak untuk bisa memperjuangkan haknya bahkan mengindari anak menjadi korban bullying.

Bumi, aku mau pinjam, dong, mainannya,” ujar si A, kawan Bumi.

“Nggak ah, aku kan mau main. Kamu pilih mainan yang lain saja. Kalau mau, ya, tunggu aku selesai dulu,” sanggah Bumi.

Familiar nggak, sih, dengan kondisi seperti ini? Zaman Bumi masih balita, dan sedang playdate di rumah, ada kalanya saya melihat pemandangan seperti ini. Bumi dan beberapa teman sebayanya berebutan mainan. Bumi mau memainkan lego pesawat, eh, temannya juga punya keinginan serupa.

Nah, kebayang nggak ricuhnya seperti apa?

Awalnya saya pikir, idealnya Bumi selalu bisa berbagi, termasuk berbagi mainan. Saya pikir, toh mainan tersebut miliknya jadi bisa dimainkan kapan saja. Tapi kemudian saya berpikir kembali, kalau saya mengalami  situasi tersebut, mungkin akan memberikan reaksi serupa. Mencoba mempertahankan keinginan, tidak mau meminjamkan mainan favorit pada teman.

Kalau selama ini kita berpikir untuk terus mengajarkan anak menebar kebaikan, bisa berbagi dan berempati pada teman dan lingkungan, ternyata hal yang nggak kalah penting adalah adakalanya anak tidak perlu berbagi.

Bukan, bukan mengajarkan anak pelit atau egois. Tapi adakalanya anak tidak perlu berbagi, kok. Kenapa? Karena dengan tidak berbagi, anak justru bisa belajar untuk mempertahankan haknya bahkan ke depannya bisa melatih anak untuk tidak menjadi korban bullying.

tidak berbagi pada teman-mommiesdaily

Hal ini ditekankan oleh Mbak Vera Itabiliana selaku psikolog anak dan remaja. Ia menegaskan, bahwa mengajarkan anak untuk bisa berbagi merupakan social skill yang harus dilatih sejak dini. Namun, perlu dipahami juga kalau kemampuan anak untuk berbagi baru bisa dilakukan ketika anak sudah berusia di atas 4 tahun.

“Anak di bawah 4 tahun memang biasanya belum mengenal konsep berbagi, mereka biasanya belum ada konflik untuk pinjam meminjam barang. Mereka masih senang main sendiri, main masing-masing. Tapi dari sinilah anak perlu diajarkan, karena ketika anak di atas 4 tahun mereka bisa paham akan konsep berbagi,” papar Mbak Vera.

Kemampuan anak untuk bisa berbagi ini perlu dilatih terus menerus di mana anak perlu ditempatkan dalam berbagai situasi lingkungan sosial yang beragam, sehingga anak bisa paham kapan bisa berbagi dan kapan tidak perlu berbagi. Dari sini, lambat laun anak juga bisa belajar soal empati.

Misalnya, ketika anak sedang bermain di sebuah taman, kemudian ada anak yang tidak dikenalnya ingin meminjam mainan atau meminta snack yang ia dimiliki, anak berhak untuk menolak. Pun ketika sedang playdate di rumah, ada kalanya anak tidak mau berbagi mainannya.

Kata Mbak Vera, kita sebagai orangtua perlu ingat bahwa anak juga punya hak. Artinya, ada kalanya anak perlu belajar untuk memertahankan haknya. Jika apa-apa harus dibagi, bukan tidak mungkin anak akan merasa tertindas.

“Kok, apa-apa harus dibagi? Dari sini, anak bisa merasa nggak happy, lho. Malah anak jadi merasa tidak dihargai sebagai individu. Jika hal ini terus dibiarkan, anak malah jadi nggak bisa membatasinya. Apalagi kalau sampai anak merasa dirugikan,” ungkap Mbak Vera.

Pada prinsipnya, saat anak belajar berbagi, anak perlu merasa bahwa dirinya happy karena bisa melakukannya. Karena yang perlu ditekankan di sini justru kebutuhan anak. Jangan sampai anak mau berbagai lantaran merasa terpaksa apalagi jika menimbulkan kerugian.

Contohnya, nih, ketika anak bawa bekal ke sekolah, lalu banyak teman-temannya meminta makanan tersebut. Jika anak terbiasa berbagi, tidak bisa menolak, bisa jadi anak tersebut rugi lantaran tidak kebagian makanan. Berbagi boleh, baik boleh, tapi tetap saja harus seimbang alias nggak kebablasan.

Untuk menghidari pertengkaran, antara anak dan temannya, Mbak Vera menganjurkan agar orangtua membuat kesepakatan lebih dulu dengan anak. Mana mainan yang boleh dimainkan bersama atau dipinjam dengan temannya, dan mana yang tidak.

Lebih lanjut, Mbak Vera mengatakan cara terbaik untuk meredakan atau menghindari konflik antara anak dan temannya adalah dengan bertanya. Dengan menempatkan anak pada situasi sebaliknya, sehingga bisa menimbulkan rasa empati pada anak. Namun, apapun keputusan anak, harus tetap dihargai. Lambat laun, anak pun bisa belajar berempati dan kapan waktu yang tepat untuk berbagi.

“Paling tidak kita sebagai orangtua harus appreciate lebih dulu keputusan anak, jika memang anak tidak membolehkan mainan dimainkan temannya, ya, sudah, tidak apa. Jangan malah memberikan statement dengan bilang anak ‘pelit’,” tegas Mbak Vera.

Kalau saya, sih, untuk meminimalkan terjadinya cek cok  atau berebutan mainan, sering kali bertanya lebih dulu pada Bumi, mana mainan yang akan di-share dengan temannya dan mana yang tidak boleh. Suatu ketika, sebelum playdate Bumi pun sempat membuat tulisan di mainan favoritnya. Isinya, “Mainan ini nggak boleh dimainkan  siapapun kecuali aku,”.  Hahaha, begitu membaca saya senyum saja, tapi menurut Mbak Vera cara ini memang cukup efektif dan bisa dilakukan kok.

Bagaimana dengan cara mommies yang lain?

Share Article

author

adiesty

Biasa disapa Adis. Ibu dari anak lelaki bernama Bumi ini sudah bekerja di dunia media sejak tahun 2004. "Jadi orangtua nggak ada sekolahnya, jadi harus banyak belajar dan melewati trial and error. Saya tentu bukan ibu dan istri yang ideal, tapi setiap hari selalu berusaha memberikan cinta pada anak dan suami, karena merekalah 'rumah' saya. So, i promise to keep it," komentarnya mengenai dunia parenting,


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan